Tanggapan dari TKI

SAYA ingin menanggapi tulisan TEMPO Edisi 12-18 Februari 2001 mengenai jalur khusus pemerasan yang dialami oleh Supinah. Saya juga pernah mengalami nasib yang sama. Waktu itu saya bekerja di Sonny tv Industry (M) Sdn. Bhd., Malaysia. Setelah selesai masa kerja, saya pulang ke Indonesia dengan harapan kerinduan saya terhadap Tanah Air bisa terobati. Namun, alangkah hebatnya Indonesia. Ketika saya keluar dari Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta, saya dijemput oleh seorang pegawai dari Depnaker yang menunjukkan identitasnya dengan menunjukkan NIP dan berseragam pegawai negeri. Ia memperkenalkan diri bernama Drs. Hehanusa. Beliau menyarankan saya naik bus Damri yang telah disediakan bersama bapak dan adik lelaki saya yang siap membawakan tas yang saya bawa. Pada mulanya bus itu akan turun di Stasiun Gambir, tapi dalam perjalanan, bus kami dihentikan di tengah jalan. Sebelum kami turun, semua tas saya sudah dibawa masuk ke dalam ruangan yang dijaga oleh tentara, tapi hanya pakaiannya. Soalnya, tentara berseragam itu sama sekali tidak menggunakan tanda pengenal, baik nama maupun pangkat. Waktu saya bertanya tentang identitas itu, serta-merta mereka marah dan menyuruh saya naik ke suatu ruangan. Dalam ruangan itu saya diinterogasi oleh seorang lelaki seperti layaknya seorang napi. Saran kami, karena keberangkatan kami ke Malaysia diantar oleh PJTKI, hendaknya PJTKI itu yang harus mengantar kami pulang sampai ke tempat kami diambil sebelumnya. Sebagai rujukan, cobalah Depnaker ikut cara kerja PT Tunas Karya Indoswasta. Perusahaan ini mengambil kami dari daerah dan dikembalikan ke daerah semula. NELI PURWANI Sg. Bakap, Penang, Malaysia [email protected]