Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Anda bahkan diperkenalkan kepadanya oleh sejumlah petinggi partai koalisi pendukung Prabowo Subianto-Sandiaga Uno,” tanpa menyebutkan nama-nama petinggi partai koalisi tersebut. Redaksi sama sekali tidak melakukan check-recheck, terutama kepada saya sendiri.
Saya punya alibi kuat bahwa pada 17 April 2019 saya berada di rumah di Bandung dan tidak bepergian selain ke tempat pemungutan suara di dekat rumah sekitar pukul 10.30. Saya tidak ingin bertele-tele dalam masalah ini. Karena itu, saya minta dengan sangat redaksi Tempo dapat memfasilitasi penulis artikel tersebut, yang tidak pernah saya kenal, agar bertemu dengan saya di kampus Institut Teknologi Bandung untuk membuktikan apakah dia memang pernah berjumpa dengan saya.
Wisjnuprapto
Bandung, Jawa Barat
Kami sudah melakukan klarifikasi terhadap Anda di kampus Institut Teknologi Bandung pada Jumat, 10 Mei 2019. Anda benar. Orang bernama Wisjnuprapto, mantan guru besar di Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Besar ITB, yang dimaksud dalam tulisan itu dan sempat berbicara dengan penulis artikel tersebut ternyata bukan Anda.
Hari itu di rumah Jalan Kertanegara Nomor 4, penulis artikel tersebut mengecek identitas Wisjnuprapto kepada Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Syarifuddin Hasan yang juga berada di sana. Syarifuddin membenarkan bahwa orang itu Wisjnuprapto. Penulis artikel menanyakan hal yang sama kepada mantan Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus, Soenarko, yang juga ada di sana, yang menjawabnya dengan anggukan.
Setelah klarifikasi dari Bandung, kami mengontak ulang Syarif uddin Hasan. Ia mengatakan bahwa benar ada nama Wisjnuprapto dari ITB di rumah Kertanegara seusai pemilihan umum, 17 April 2019. “Tapi saya lupa mukanya,” katanya.
Kami juga mengecek kembali kepada Soenarko. Menurut Soenarko, orang tersebut bukan Wisjnuprapto dari ITB, melainkan Wisju Amat Sastro, mantan Kepala Polda Sumut. “Itu Wisjnu Amat Sastro teman saya,” katanya. Adapun Wisjnu Amat Sastro belum dapat dikontak.
Kami mohon maaf atas ketidakakuratan tersebut.
Klarifikasi Daniel Johan
SAYA keberatan terhadap artikel Tempo edisi 6-12 Mei 2019 di halaman 35 berjudul “Ada Harga Ada Kursi”, khususnya kalimat pada paragraf ke-14 yang berbunyi, “Politik arak, kata dia, adalah upacara minum arak dalam adat setempat dan pada kesempatan tersebut calon legislator dimintai sumbangan oleh masyarakat.”
Kalimat tersebut adalah jawaban saya atas pertanyaan penulis artikel tentang strategi calon petahana dalam kampanye pemilihan legislatif 2019, termasuk biaya yang dikeluarkan. Saat wawancara, saya menjelaskan bahwa dalam Pemilu 2019 yang dihadapi adalah dominannya politik uang untuk menarik simpati masyarakat agar memberikan suara, yang merupakan bentuk pelanggaran kampanye.
Sedangkan politik arak yang saya maksudkan adalah politik mau mendukung dan memberikan suara bila dibelikan arak. Saya tegas menolak baik politik uang maupun politik arak. Karena itu, politik arak yang saya maksudkan tak ada hubungannya dengan upacara adat.
Daniel Johan
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat A-79
Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa
Kecewa Lazada
SETELAH saya menunggu 24 hari, barang yang saya beli di www.lazada.co.id dibatalkan secara sepihak tanpa mediasi melalui skema win-win solution. Di awal saya meminta metode kompensasi berupa voucher promo atau diskon, lalu penggantian barang oleh Lazada dengan kualitas sama dan dikirim kepada konsumen atas kompensasi keterlambatan pengiriman produk.
Tidak ada satu pun metode yang ditawarkan manajemen Lazada sebagai kompensasi kekecewaan saya. Layanan Lazada tidak berorientasi kepada konsumen. Saya mengimbau agar pembeli lain di Lazada Indonesia berpikir empat atau lima kali saat akan berbelanja di toko online ini.
Rinto Basuki
Tangerang, Banten
RALAT
Dalam artikel “Pecah Kongsi di Tubuh Komisi” di majalah Tempo edisi 13-19 Mei 2019 tertulis: “Ia [Sumartoyo, komisioner Komisi Yudisial] juga menyanggah memiliki kepentingan ketika meminta perkara Cipaganti dibuka kembali.” Seharusnya: “Ia [Sumartoyo, komisioner Komisi Yudisial] juga menyanggah memiliki kepentingan dan tak pernah meminta perkara Cipaganti dibuka kembali.” Mohon maaf atas kekeliruan tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo