Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sidang pleno terbuka DPR pada 30 Agustus 1973 berlangsung istimewa. Penjagaan ketat tampak di sekitar Gedung MPR/DPR. Jadwal sidang pleno menunjukkan, hari itu, Menteri Kehakiman Seno Adji selaku wakil pemerintah akan memberikan penjelasan soal Rancangan Undang-Undang (RUU) Perkawinan.
Inilah RUU yang sebelumnya sudah menjadi kontroversi di masyarakat. Kontroversi begitu hebat sehingga muncul berbagai aksi demonstrasi yang membuat pengamanan di Gedung DPR diperketat.
Pasal-pasal RUU yang dipersoalkan antara lain pasal 2 ayat 1 tentang keabsahan perkawinan. Dalam RUU itu disebut bahwa sebuah perkawinan sah bila dicatat oleh negara. Bagi umat Islam yang tidak setuju, mereka khawatir pasal ini akan mereduksi dimensi agama dalam perkawinan menjadi sekadar urusan administrasi negara.
Yang juga dipersoalkan adalah pasal 11 ayat 2, yang memperlonggar ketentuan perkawinan pasangan berbeda agama. Menurut kelompok Islam, pasal ini menunjukkan bahwa peran agama dalam perkawinan makin dikurangi. Mereka juga mempertanyakan proses penggodokan RUU itu karena tidak melibatkan Departemen Agama.
Toh, meski diwarnai protes keras, RUU itu kemudian disetujui oleh DPR dan menjadi Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo