Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Tersandera Si Kaki Gajah

Penyakit kaki gajah tak bisa dianggap enteng. Jika dibiarkan, semakin banyak orang yang tertular.

11 Oktober 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

NYONYA Rahimah bagai seorang sandera. Setiap hari, dia hanya bisa berjalan di sekitar rumahnya di Kampung Kebalen, Babelan, Kabupaten Bekasi. Wanita 37 tahun ini tidak bisa pergi ke pasar atau sawah. Dia bahkan tak sanggup memasak dan mencuci lagi. "Saya cuma merepotkan orang lain," katanya.

Semua gara-gara kaki kanannya yang membengkak hingga tiga kali lipat, mirip kaki gajah. Ini membuat Rahimah hanya bisa berjalan tertatih-tatih dan tidak mampu bekerja. Keluarganya kurang berada, sehingga mereka tak sanggup menanggung biaya pengobatan di rumah sakit. Paling banter, ibu satu anak ini dibawa ke dukun yang sama sekali tidak bisa menyembuhkan kakinya.

Untunglah datang uluran tangan dari petugas Dinas Kesehatan Bekasi akhir tahun lalu. Berdasarkan pemeriksaan dokter, Rahimah terkena penyakit filariasis alias kaki gajah. Dia lalu diberi obat gratis yang bisa diambil di pusat kesehatan masyarakat. Hanya, lima bulan terakhir, Rahimah tidak mengambil obatnya. "Saya malu datang ke sana karena kaki saya yang semakin besar," ujarnya kepada Tempo pekan lalu.

Penyakit kaki gajah sekarang kembali menjadi sorotan lantaran kian banyak orang yang bernasib seperti Rahimah. Sembilan kecamatan di Bekasi bahkan sudah dinyatakan sebagai daerah endemis penyakit ini. Totalnya, di kabupaten ini terdapat 17 orang positif terkena filariasis dan 240 orang terancam tertular.

Catatan milik Departemen Kesehatan juga cukup mengerikan. Ternyata penyakit kaki gajah telah menyebar ke sekitar 18 provinsi di Indonesia, antara lain Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Selatan, dan Banten. Jumlah penderita filariasis diduga mencapai 560 orang.

Penyakit kaki gajah disebabkan oleh ulah cacing yang merusak pembuluh limfe. Cacing nakal ini berjenis antara lain Wuchereria bancrofti, Brugia malayi (berasal dari Malaysia), dan Brugia timori (berasal dari Timor). Menurut Dokter Yunis Miko Wahyono, ahli epidemiologi Universitas Indonesia, jenis cacing Brugia malayi dan Brugia timori paling banyak ditemukan pada penderita kaki gajah di Indonesia.

Penularannya mirip demam berdarah, melalui nyamuk. Ada 23 jenis nyamuk yang menjadi penular (vektor), antara lain Anopheles, Colex, Manzonia, Aedes, dan Armigres. Nyamuk yang menggigit penderita kaki gajah akan membawa mikrofilaria (larva cacing). Nah, ketika menggigit orang lain lagi, otomatis si nyamuk akan mengirim bibit penyakit ini kepadanya.

Anggota tubuh orang yang digigit oleh nyamuk pembawa mikrofilaria tidak langsung membengkak. Larva yang hidup di pembuluh limfe (tempat cairan getah bening mengalir) ini berkembang biak cukup lama, sekitar 3 bulan. Ketika mereka sudah dewasa, barulah sanggup merusak pembuluh getah bening. Kelenjar limfe yang rusak akan tersumbat sehingga menyebabkan pembengkakan. "Tanda-tanda awal penyakit ini memang tidak ada. Tapi, jika ada kelenjar yang membesar, terutama pada orang yang tinggal di daerah endemis, harus diwaspadai," kata Miko Wahyono.

Mula-mula orang yang menderita filariasis akan mengalami demam secara berulang selama 3-5 hari. Demam akan hilang bila penderita beristirahat dan timbul lagi setelah bekerja keras. Lalu terjadi pembengkakan kelenjar getah bening di daerah lipatan paha dan ketiak. Warnanya kemerahan, rasanya panas dan nyeri. Rasa sakit akan menjalar dari pangkal kaki atau pangkal lengan. Pembengkakan juga bisa terjadi pada tungkai, lengan, buah dada, dan bahkan alat kelamin.

Begitu juga gejala yang dialami Nyonya Rahimah saat ia masih berusia 25 tahun. Dia merasa kaki kanannya panas selama satu bulan, lalu kaku dan terasa gatal pada bagian dalam. Garukan tak membuat rasa gatal itu hilang, tapi justru membuat kakinya bertambah kaku. Permukaan kulit yang membengkak tampak memerah dan mengerak, seperti tanah di musim kemarau. Rahimah juga pernah merasakan nyeri yang luar biasa saat kakinya semakin besar. Dan kaki itu membesar dari tahun ke tahun hingga sekarang.

Gejala yang sama dialami Nyonya Namih, 50 tahun, warga Kampung Wates, Desa Kedungjaya, Babelan, Kabupaten Bekasi. Sejak empat tahun lalu, kaki kirinya membengkak. Pembengkakan terjadi pada mata kaki hingga pangkal paha. Nyeri dan panas ia rasakan pada kakinya yang membesar. Jika bagian yang bengkak ditekan dengan jari, akan membekas cekungan. Cekungan itu akan kembali setelah satu menit. Kini kaki Namih telah membesar dua kali lipat.

Suaminya, Tinggal, 60 tahun, selalu membawanya ke dukun jika penyakitnya kambuh. Dia telah menghabiskan Rp 15 juta untuk berobat ke mana-mana. Selama ini, Namih juga mendapat bantuan pengobatan dari Dinas Kesehatan Bekasi. Dia memperoleh jatah pil dari pemerintah, yang selalu diminumnya. Kendati begitu, kakinya yang segede kaki gajah tak kunjung mengempis. "Saya capek begini terus," ujar Namih putus asa.

Keluarga Namih selama ini tinggal di sebuah rumah petak di tengah lokasi pengeboran minyak Pertamina. Di sekitar rumahnya terdapat kandang ayam dan tanah becek, juga genangan air tempat nyamuk bersarang. Di lingkungan semacam itu pula Nyonya Rahimah tinggal, sehingga gampang tertular penyakit filariasis.

Untuk memutus penularan penyakit kaki gajah, mau tak mau pemerintah mesti membersihkan daerah endemis. Dr. Rosmini Day, Direktur Pemberantasan Penyakit Bersumber Binatang Departemen Kesehatan, menyatakan bahwa ia telah mengerahkan ratusan petugas untuk mengambil sampel darah penduduk di sana. Orang-orang yang terkena bibit penyakit kaki gajah lalu diberi pil diethyl carbamazine (DEC) dan albendazole. Dua macam obat ini sangat ampuh untuk membunuh mikrofilaria dan cacing dewasa. "Pengobatan ini gratis hingga pasien benar-benar sembuh," ujar Rosmini.

Pemerintah cukup serius memberantas penyakit kaki gajah dengan mengalokasikan dana Rp 20 miliar pada 2004. Soalnya, menurut Rosmini, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah memberikan tenggat, penyakit ini harus enyah pada 2020. "Setidaknya saat itu penyakit kaki gajah tidak lagi menjadi masalah kesehatan masyarakat," katanya.

Filariasis memang tidak mematikan. Tapi, jika seseorang tertular, dan anggota tubuhnya sudah telanjur membengkak seperti yang dialami Nyonya Rahimah dan Namih, penyakit ini akan lebih sulit diatasi. Tidak cukup diobati, kakinya yang membesar harus dibedah. Ini pun tak akan memulihkan kakinya menjadi seperti sedia kala. Jangan heran jika kedua perempuan itu kini amat putus asa, tersandera penyakit yang mengerikan.

Eni Saeni, Siswanto


Asal-Muasal Filaria

Penyakit filariasis alias kaki gajah (elephantiasis) adalah infeksi pada pembuluh getah bening atau limfe, sehingga mengakibatkan pembeng-kakan. Peradangan ini disebabkan oleh cacing filaria. Ada tiga jenis cacing filaria, yakni Wuchereria bancrofti, Brugia malayi (berasal dari Malaysia), dan Brugia timori (berasal dari Pulau Timor). Cacing-cacing ini disebarkan dari penderita kaki gajah ke orang lain melalui gigitan nyamuk seperti penyakit malaria.

Nyamuk Penular Ada 23 nyamuk yang menularkan penyakit ini lewat gigitan, antara lain:

  • Colex
  • Anopheles
  • Aedes
  • Manzonia
  • Coquilltidia
  • Armigres

    Tiga Jenis Pengobatan

  • Pemberian obat Albendazole untuk mematikan cacing filaria dewasa.
  • Pemberian obat Dyethile Carbamazine (DEC) ampuh mematikan mikrofilaria (larva cacing).
  • Pembedahan untuk memperbaiki jaringan kelenjar pembuluh limfe yang rusak dan memperbaiki bentuk kaki yang bengkak.
  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    >
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus