Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Surat Pembaca

Tentang Joker

SETELAH membaca tulisan Leila S. Chudori di Tempo edisi 7-13 Oktober 2019 berjudul “Jagat Joker yang Kelam”, saya ingin menyambungnya dengan tulisan “Sakitnya Sebuah Tata Masyarakat”.

19 Oktober 2019 | 00.00 WIB

Surat - MBM
Perbesar
Surat - MBM

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Film Joker sarat dengan fenomena gangguan kejiwaan. Menelaahnya tampak memerlukan pemahaman dalam konteks yang lebih luas, yaitu tatanan sosial kemasyarakatan. Dari alur ceritanya sendiri, kita juga akan kehilangan konteks apabila menelaahnya hanya dari satu film itu tanpa memahami rangkaian sekuelnya.

Film ini sangat cerdas menampilkan figure menjadi background dan sebaliknya, sehingga tidak sederhana menelisik pesan di baliknya. Kisah Joker tidak bisa lepas dari Batman, tokoh yang hanya ditampilkan sebagai anak kecil anak Thomas Wayne, calon Wali Kota Gotham. Bruce seolah-olah tokoh baik dan Joker jahat. 

Kita seperti ditanami secara bawah sadar bahwa hegemoni kekuasaan tidak bermasalah. Individu-individu yang terpinggirkan dan tersingkir justru yang bermasalah dan dengan amat mudah mendapat stigma apa pun oleh hegemoni kekuasaan. Kita akan terjebak oleh narasi Wayne bahwa Penny Fleck, ibu Joker, adalah orang dengan gangguan jiwa. Bisa jadi hal ini tidak sepenuhnya salah.

Tunggu dulu. Diagnosisnya tampak tidak terlalu cocok dengan simtomnya. Kepribadian narsisistik dan delusional kurang sesuai dengan kepribadian si ibu. Dia justru terlihat sebagai sosok subordinat yang menganggap Wayne adalah tokoh hebat dan dia merasa beruntung dipacari sosok hebat tersebut. Sosok narsisistik tidak mungkin tampil demikian. Justru karakter narsisistik dan delusional tampil kuat dalam kepribadian Wayne.

Tengok bagaimana sikapnya saat Joker geram, kecewa, sakit hati, sekaligus berharap kepadanya. Ia malah berpikir akan dimintai tanda tangan tanpa ada kepedulian sedikit pun untuk bertanya. Juga bagaimana Wayne merasa dicintai masyarakat dan akan membawa kesejahteraan bagi semua orang saat yang terjadi justru sebaliknya.

Bisa jadi, dengan kekayaan dan kekuasaan yang dimilikinya, Thomas Wayne bisa membuat rekayasa cerita dan disahkan oleh institusi yang berwenang. Diagnosis delusional dan narsisistik terhadap sosok yang hendak disingkirkan adalah yang paling tepat dan dapat mengamankan dirinya dari citra buruk memiliki kekasih dengan latar belakang sosial ekonomi dan status seperti Penny Fleck.

Sesungguhnya, Wayne adalah sosok yang juga sakit. Langkah-langkah yang diambilnya adalah defense mechanism, yaitu reaction formation—menuding orang lain padahal dia sendiri yang menderita gangguan.  Kita terkecoh dengan memusatkan perhatian pada gangguan kejiwaan Joker (gangguan saraf dan neurosisnya) dan menerima alur yang disajikan mengenai gangguan kejiwaan Fleck, sehingga luput mengamati bahwa Wayne sesungguhnya amat sakit.

Memang terdapat perbedaan mendasar dalam jenis gangguan jiwa keduanya. Joker mengalami neurosis, yang bertransformasi menjadi psikosis, sementara Wayne sesungguhnya menderita psikosis sejak awal. Dia sakit dalam kekelaman jiwanya (psikosis) dan dia juga adalah representasi dari sistem yang sakit tapi merajai. Meski dia tewas, sistem yang menopangnya terus ada. Bagaimana dengan kondisi tatanan sosial kemasyarakatan kita?

 

Dian Kun Prasasti

Psikolog/psikoterapis, tinggal di Tangerang Selatan, Banten

 


 

Tanggapan Balik untuk BJB

BJB menanggapi surat saya di Tempo, “Sulitnya Membayar PBB”. Dalam pemberitahuan pajak terutang pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan 2019 jelas dituliskan bahwa tempat pembayaran adalah BJB/BRI. Sama sekali tidak ada tulisan “Indomaret, Alfamart, Tokopedia, Bukalapak, PT Pos Indonesia, dan Traveloka” sebagaimana ditulis M. As’adi Budiman dari BJB dalam tanggapan atas surat saya. Juga tidak ada tulisan “ATM Bersama dan Prima” sebagai tempat pembayaran PBB.

Oleh kasir atau teller BJB di Taman Galaxy, Bekasi, Jawa Barat, saya diberi tahu bahwa pembayaran PBB hanya bisa dilakukan secara tunai. Saya pun tidak dapat menarik tunai di anjungan tunai mandiri BJB tersebut. Oleh anggota satuan pengamanan, saya diberi tahu bahwa kartu debit atau ATM saya tidak bisa digunakan untuk menarik tunai di ATM tersebut. Padahal kartu debit saya mempunyai jaringan Cirrus dan Prima. Silakan M. As’adi Budiman mengecek langsung ke sana.

 

Hadi Satyagraha

Jakarta

 


 

RALAT

ADA kesalahan penulisan nama dalam laporan utama majalah Tempo edisi 14-20 Oktober 2019 berjudul “Taktik Teror Tiga Detik”. Di artikel tertulis “Kepala Kepolisian Daerah Banten Inspektur Jenderal Tomsi Kurniawan”. Nama yang benar “Inspektur Jenderal Tomsi Tohir Balaw”. Mohon maaf atas kesalahan ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus