Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dian Syarief Hidayat pernah kebingungan di Bandar Udara Kualanamu, Deli Serdang, Sumatera Utara, pada Desember tahun lalu. Dian memiliki gangguan penurunan ketajaman penglihatan (low -vision). Dia terpisah dari Laila Panchasari, teman sekaligus pendampingnya di tempat itu. Bagi Dian, bandara seluas itu bak tempat antah-berantah dan dia kehilangan arah.
Beruntung, tongkat pemandu I-Cane membantu Dian menyelesaikan masalahnya. Dia tinggal memencet tombol di tongkat tersebut. Laila, yang terpisah, mendapat pesan pendek di telepon selulernya. “Pesan itu berisi titik koordinat posisi Dian,” kata Laila pada Senin, 14 Oktober lalu.
Syamsi Dhuha Foundation memperkenalkan I-Cane dalam acara tahunan World Sight Day di Bandung, Sabtu, 12 Oktober lalu. Stik yang dilengkapi sistem komunikasi itu dibuat untuk membantu para penyandang tunanetra saat bepergian di luar dan di dalam ruangan. “Kata yang sudah mencoba, lebih nyaman dan keren,” ujar Dian, yang juga Ketua Syamsi Dhuha Foundation.
Alat itu lahir dari lomba Desain Alat Bantu Disabilitas Netra yang digelar Syamsi Dhuha Foundation pada 2017. Produk yang awalnya dinamai iStick itu dirancang tim mahasiswa teknik elektro dan desain produk Institut Teknologi Bandung. Produk itu dapat mendeteksi penghalang, benda panas, dan air di sekitar penyandang disabilitas netra.
Ilustrasi: Djunaedi
Syamsi Dhuha dan para perancang kemudian meningkatkan rancangan tongkat itu hingga menjadi I-Cane. Alat itu juga dapat mengirim pesan kepada pendamping jika penggunanya tersesat. Koneksi pesan didukung kartu subscriber identity module yang dipasang di kotak sistem I-Cane. Sejumlah nomor kontak orang yang menjadi pendamping bisa dimasukkan ke sistem melalui aplikasi di komputer.
Para penyandang disabilitas netra biasanya menggunakan tongkat pemandu berbahan aluminium polos berwarna perak yang bisa dilipat. Berwarna hitam, I-Cane didesain dapat memanjang dan memendek seperti antena pesawat radio. Strukturnya terbagi menjadi tiga ruas yang dilengkapi pengunci. Jika sedang tidak digunakan, tongkat bisa dipendekkan sehingga dapat digenggam atau dimasukkan ke tas.
Gagang I-Cane dibalut karet dan dipasangi kotak sistem I-Cane dengan empat sensor di bagian depan. Kotak itu juga berisi baterai isi ulang dan alat Global Positioning System. Sensor akan mengeluarkan peringatan bunyi atau getaran jika mengenali rintangan di depan pengguna dalam jarak 1 meter.
Ujung tongkat I-Cane juga dipasangi- roda penyangga yang bisa dilipat. Komponen itu menjadi pijakan tambahan yang membantu pengguna naik dan turun tangga atau melewati medan dengan kontur berbeda. “Tongkat bisa menjadi penjaga keseimbangan tubuh ketika berjalan,” tutur Dian. Gerakan tongkat pun lebih leluasa karena rodanya dapat berputar 360 derajat.
Dipasangi perangkat tambahan, bobot I-Cane berkisar 250 gram. Adapun biaya produksi purwarupa tongkat itu sekitar Rp 1 juta. Dian berharap I-Cane bisa diproduksi massal. “Ada kebanggaan khusus dari tongkat ini karena perancang dan pengembangnya anak-anak muda Indonesia yang kebetulan kuliah di ITB,” ucapnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo