Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BOM meledak di tiga gereja di Surabaya pada Ahad pekan lalu. Ledakan pada pagi hari itu menyebabkan 18 orang tewas, termasuk enam pelaku yang merupakan keluarga Dita Oepriarto, Ketua Jamaah Ansharud Daulah (JAD) Surabaya. Dita meledakkan diri memakai mobil, dua anak laki-lakinya dengan sepeda motor, sementara istri dan dua anak perempuannya meledakkan diri di parkiran gereja.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian menduga motif pengeboman tak lepas dari terpojoknya kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) di tingkat internasional dan dalam negeri. Di level internasional, ISIS ditekan kekuatan Barat. Adapun pemimpin ISIS di Indonesia, Aman Abdurrahman dan Zainal Anshori, dibekuk polisi. "Kelompok ini kemudian melakukan pembalasan," kata Tito.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di tiap era, teror terhadap tempat ibadah kerap terjadi. Pada 1985, Candi Borobudur dibom pada 21 Januari dinihari. Majalah Tempo merekamnya dalam edisi 26 Januari 1985 berjudul "Ledakan Malam di Borobudur". Ledakan terdengar 10 menit setelah Suyono dan Triyanto mulai berpatroli. Dua anggota satuan pengamanan Candi Borobudur itu terperenyak. Sumber ledakan tidak mereka ketahui. Situasi gelap pada Senin, 21 Januari, pukul 01.30 itu menghalangi penglihatan mereka.
Satu menit kemudian, ledakan kedua terdengar. Kali ini terlihat kepulan putih di sisi timur candi. Bergegas kedua orang itu lari melapor ke pos induk. Secara beruntun, terdengar beberapa ledakan lagi. Ledakan terakhir, yang kesembilan, terdengar pada pukul 03.40, sepuluh menit setelah Kepala Kepolisian Resor Magelang tiba di tempat kejadian.
Tatkala naik ke candi, para petugas menemukan pecahan batu berserakan di lantai dan tangga. Di sana-sini terlihat tubuh-tubuh Buddha tergeletak dengan kepala patah. "Ada sembilan dari 72 stupa yang ada di Candi Borobudur yang diperkirakan menjadi sasaran ledakan," kata Mayor Jenderal Soegiarto, Panglima Kodam VII/Diponegoro.
Pukul 05.30, tim Penjinak Bahan Peledak Batalion Zeni Tempur Magelang, yang terdiri atas tujuh orang dan dipimpin Kapten Mardjono, tiba di candi. Satu jam kemudian, dua anggota tim Jihandak Kepolisian Daerah Jawa Tengah tiba. Berembuk sejenak, kesembilan penjinak bom itu lalu berdoa bersama dan memulai tugas mereka.
Di teras pertama dan kedua (lantai 8 dan 9), tim jihandak itu menemukan dua bom berupa dinamit batangan yang belum meledak. Letaknya pada pantat patung Buddha dalam stupa di samping kanan pintu timur. Bom bisa dijinakkan.
Sumber tenaga yang digunakan: dua baterai National 1,5 Volt di tiap perangkat bom yang terdiri atas tiga atau empat batang dinamit dengan bobot masing-masing 100 gram. Dinamit itu berbahan trinitrotoluena (TNT) tipe batangan PE 808/tipe Dahana. "Kabelnya halus dan dipatri dengan rapi," ujar Soegiarto.Soegiarto menduga pelaku tidak sendirian. Ia juga memperkirakan bom dipasang malam hari karena candi tutup pukul 18.00.
Menurut Mardjono, pembuat bom itu cukup profesional. Si pembuat, misalnya, hanya memasang jarum kecil arloji Rotax sebagai timer. "Artinya, menit dan detik tak bisa diketahui penjinak," kata Mardjono.
Presiden Soeharto menganggap pelaku peledakan itu "orang yang tidak mempunyai kebanggaan nasional karena Borobudur adalah monumen nasional, bahkan sudah menjadi monumen dunia". Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nugroho Notosusanto menduga peledakan dilakukan kelompok teroris.
Pemerintah, kata Nugroho, sama sekali tidak berniat menjadikan Borobudur tempat ibadah. "Pemerintah telah menunjuk Candi Mendut sebagai tempat ibadah umat Buddha," ucapnya. Karena Borobudur bukan tempat ibadah, siapa pun boleh berkunjung apa pun agamanya.
Kerusakan akibat peledakan itu cukup parah. Dari sembilan stupa, yang tersusun dari 2.692 blok batu, diperkirakan 60-70 persen runtuh. "Dari sekian yang runtuh itu, yang sama sekali tidak bisa dipakai lagi ada 25 persen," kata Gusti Ngurah Anom, Kepala Suaka Sejarah dan Sejarah Jawa Tengah.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo