MASIH berkecimpung dalam pesta Agustusan untuk hari jadi RI ke32
yang lalu. Dewan Harian Daerah Angkatan 45 Jakarta, akhir
September lalu mengadakan pameran kreasi kerang-keong-siput.
Tempat di Menteng Raya 31, tidak kurang dari 140 kerajinan
tangan menyusun kulit keong, kerang, siput dan sebangsanya
ditampilkan dalam berbagai bentuk lukisan, yang cenderung diberi
nama collage.
Bukan hal yang aneh dan baru, karena lama sudah beberapa daerah
mempraktekkan kepandaian macam ini. Misalnya di Maluku, mereka
telah mengukir kulit kerang yang menghasilkan mutiara menjadi
bunga dalam pigura aau Bunda Maria di atas beludru hitam. Di
Filipina dan Jepang, kulit kerang telah diolah sedemikian rupa,
selingga bukan saja sekedar barang pajangan, tapi sebagian dari
keperluan rumahtangga. Tapi karena pameran terbesar pertama kali
ini dibuka oleh Nyonya Tien Suharto, tetu.saja pesta Agustusan
(yang mungkin paling buncit untuk kawasan Jakarta), berlangsung
cukup mriah dan segar.
Siput dan kerang ini memang mempunyai sejarah sepanjang adanya
kehidupan di dunia. Ratusan tahun lamanya, para komandan
suku-suku bangsa di kepulauan Fiji memasang lencana komandonya
dari kerang jenis Kauri emas (Cypraea aurantium) yang berasal
dari kepulauan Melanesia. Lencana segede onde-onde iui dipakai
sebagai tanda jabatan para jenderal dan laksamana waktu itu.
Jenis Kauri abu-abu kuning (Cypraea moneta) untuk daerah yang
sama, dipakai sebagai mata uang untuk memecahkan masalah moneter
waktu itu.
Aji Mata Lembu
Slamet Suseno, itu penulis ilmiah yang uraiannya selalu
dibeberkan secara santai, bahkan mensinyalir para dukun juga
mempergunakan rumah siput sebagai aji-ajinya. Misalnya rumah
siput yang disebut Matalembu (Turbo porphyrites) yang banyak
terdapat di kepulauan Seribu, teluk Jakarta. Cuma tidak jelas,
siapa yang sakti. Itu dukun atau siput si Matalembu yang
mempunyai tutup rumah cembung bagian luarnya dengan bintik hitam
di tengahnya.
Di beberapa rumah, jenis siput Matabulan Turbo marrnoratus)
sering dipakai sebagai kap lampu. KuIit yang berlapiskan kalsium
karbonat ini, kalau kena sinar lampu dari dalam, akan
mengeluarkan sinar yang indah. Bagi orang yang sedang jatuh
cinta dan mempunvai perasaan berjuta, menimbulkan rasa romantis.
Maklum, sinar lampu jadi terang-terang redup.
Kulit keras dan siput, tidak terasa selalu berada di sekitar
kita. Entah dia sebagai pengganjal kertas yang biasa disebut
kuwuk Cypraea tigris, karena serupa dengan kulit macan) atau
wanita-wanita cilik yang asik bermain dakon, jenis bayi dari si
kuwuk itu tadi. Di sepanjang jalan, banyak punya pedagang
menjerengkan rangkaian siput-siput kecil berbagai macam sebagai
pengganti kain tirai. Dibuat masih dalam taraf sederhana,
sehingga kain tirai ini sering masih berbau laut dan amis. Kain
tirai macam ini tentu saja tidak bisa masuk di rumah orang
gedean biasa dilengkapi dengan alat pendingin segala. Juga jenis
siput kain tirai ini dari jenis rakyat kecil. Orang Sunda
menyebut siput tirai ini siput belencong atau bahasa kerennya:
Telescopium telescopium dan yang lainnya: Strombus luhuanus.
Putar Kemudi
Maka adalah seorang laki-laki yang bernama Derachman. Umurnya
sudah 49 tahun. Dia ini -- bersama Nashar dan Zaini almarhum
--pernah belajar melukis pada Agus Djaja dan S. Sudjojono. Dari
tahun 1953 sampai 1967, sibuk mengadakan pameran lukisan hasil
karyanya. Bukan di Indonesia saja, tapi Derachman beruntung
berpameran di Washington, London bahkan sempat pergi ke
kepulauan yang tersebar di lautan Pasifik. Salah satu lukisannya
kemungkinan besar masih terpampang di terminal bis Lapangan
Banteng. Bersama Cok Sinsu dan Iskandar kabarnya dia turut
membuat lagu antara lain Mars Bebaskan Irian Barat.
Mungkin karena lebih menguntungkan dari segi materi, Derachman
kemudian hijrah ke collage khusus kulit siput. kerang atau keong
yang jenisnya untuk kawasan Nusantara ini lebih dari 100.000
macam. 'Dan ini lebih sulit dari pada melukis cat," ujarnya.
Penyusun kerang yang satu ini tidak merobah b.entuk kerang.
Karya-karyanya banyak dimiliki oleh antara lain Kepala Bulog
Bustanil Arifin, Laksamana yang iat memberantas Pungli Sudomo
dan orangorang kalangan istana lainnya, yang menggemari
kerajinan macam ini. Derachman senang membuat tokoh-tokoh wayang
dan ini digemari oleh Presiden Suharto. Karyanya yang lain
tampak juga dipamerkan: gambar PresidenSuharto dan nyonya yang
berkebaya brokat ungu, dilingkar oleh kerang dalambentuk
lonjong. Di atasnya, ada lambang Garuda Pancasila. Yang terakhir
ini, tentu saja tidak terbuat dari kerang.
Selain Derachman yang putar kemudi dari pelukis ke collage kulit
binatang air ini, ada pula yang dimulai dari iseng dan main-main
saja. Nyonya Sujekti Suryo, aslinya seorang bidan. Sejak gadis
usia 15 tahun, dia gemar mengumpulkan kerang. Setelah besar dan
menikah, kegemarannya ini tidak juga berhenti. Iseng-iseng dia
membuat giwang dari jenis voluta imperialis. Salah seorang
temannya tertarik dan mau membelinya. Kemudian nyonya yang kini
sudah janda ini memperluas ciptaannya ke kalung, gelang, sendok
garpu sampai ke lukisan. Setiap kali mendapatkan kulit siput
baru, selalu dia pisahkan menurut warna dan jenisnya. Ini
memudahkan konsentrasinya kalau sedang mencipta karangan bunga,
burung atau kupu-kupu dari kerang.
Latihan Sabar
Kalau Derachman membeli kerang cara borongan per perahu, nyonya
Suryo dengan ketelitian seorang wanita biasanya membeli kerang
dengan cara memilih. Satu perahu segala bentuk kerang bisa
mencapai Rp 100.000 sampai Rp 200.000. Tapi kalau ada jenis
kerang langka, nyonya Suryo berani bayar harga Rp 20.000
sebuahnya. Harga yang ribuan ini bisa dibayangkan berapa puluh
ribu kalau kerang itu sudah berada dalam pigura dengan bentuk
kijang atau mawar.
Membeli kerang dari tengkulak, tentu tidak bisa diharapkan bebas
dari bau amis. Pertama kali, pemilik rumah (isi kerang) harus
dimatikan dulu. Sebab rumahnyalah yang akan dicomot. Kemudian
kerang direbus dulu beberapa menit. Lantas dibersihkan lagi.
Bagi rumah siput yang mempunyai arsitektur yang rumit, ini
memerlukan latihan sabar lagi. Sudut-sudut rumah siput harus
dibersihkan dengan kawat halus atau peniti. Kemudian sediakanlah
lem, papan atau hardboard atau besi atau gelas atau kain tebal
sebagai alas kerang-kerang tersebut nanti dilekatkan. Kerajinan
ini rupanya menarik bagi ibu-ibu.
Nyonya Maria S. Wiratno menjabat pimpinan Yayasan Wimar Asih,
tempat pembinaan untuk anak cacat mental ringan. Dia juga
memiliki berbagai ketrampilan kewanitaan, mulai dari membatik
sampai ke anggrek dan kecantikan. Koleksi kerangnya cukup
banyak. Wimar Asih-nya menghias ruang pameran dalam jumlah yang
paling banyak. Menurut pendapatnya, kerajinan keong ini melatih
kesabaran ketelitian dan mengasyikkan. Langkah nyonya Wiratno
ini banyak diikuti oleh nyonya-nyonya lain satu organisasi:
Bhayangkari.
Rupanya dari latihan sabar, menghasilkan pula uang yang
jumlahnya kadang-kadang lumayan. Ketimbang menunggu lotre.
Slamet Suseno menyatakan bahwa untuk jenis Conus
gloria-marischemnitz (Keagungan Lautan) yang besarnya cuma 10 Cm
saja, bisa laku sampai 1000 dolar AS. Bentuknya biasa saja,
tidak bergaya ratusan dolar, tapi pasaran para penggemar
pengumpul keranglah yang menentukan.
Curian Dari Museum
Kolektor kerang di pasaran dunia umumnya menggemari jenis kerang
berbentuk kerucut (Conus) yang diduga ada 400-00 macam. Kerang
jenis kerucut ini banyak terdapat di lautan dangkal di daerah
tropis. Jenis ini hidup di lautan yang berkoral.
Jenis kerang yang dianggap menaknya kerang ialah jenis Cowrie,
Conidae Volutidae dan Muricidae. Jenis Conidae banyak terdapat
di sekitar laut Arafuru sekitar Irian-Maluku dan lautan Pasifik.
Dalam hikayat kolektor kerang, pernah terjadi kerang jenis Conus
gloria-marischemmits (yang diceriterakan Slamet Suseno tersebut
di (atas) mencapai harga sampai AS$ 1.250 di tahun 1957.
Kebetulan kerang berbentuk kerucut dengan dasar putih dan garis
simpang siur kuning ini adalah hasil curian dari sebuah museum
kerang! Dan dari jenis yang jarang didapat.
Semakin jarang dan sulit kerang itu didapat, harganya tentu saja
semakin tinggi. Sehingga kerang bagi nelayan Jepang yang
berlayar ke mana-mana, merupakan pendapatan tambahan yang
lumayan buat kantongnya. Kerang yang berada di laut dalam,
harganya tinggi. Maklumlah, mengambilnya juga nyawa taruhannya.
Kemungkinan besar, ketika ada gempa laut bulan lalu, pantai
pulau-pulau sebelah timur Bali banyak terdapat kerang yang
berasal dari laut dalam. Misalnya kerang jenis Nautilus
scrobiculatus (putih dengan loreng coklat dan bentuknya bungkuk
udang) sering terbawa ombak ke tepi pantai. Siapa yang dapat,
rejekinya berlipat.
Tentu saja kerang biasa yang warnanya hitam berbentuk kipas (dan
banyak terdapat di sepanjang jalan Pecenongan di malam hari)
adalah termasuk kasta sudra yang tidak bisa diikutkan dalam
koleksi. Atau escargot Janthina yang banyak dimakan orang-orang
Perancis, rumah kerangnya bahkan dijual di toko serba ada bukan
untuk koleksi tapi untuk wadah, kalau anda masak kerang dari
kaleng. Biar tampak asli, nah rumah kerang itu bisa dibeli untuk
kemudian disimpan lagi.
Pokoknya, dunia kerang dan siput di Tndonesia rupanya berhawa
cerah. Apalagi dikabarkan bahwa Nyonya Tien Suharto sudah
menyanggupi untuk mendirikan museum jenis beginian. Belum jelas
memang, apakah jenisjenis kerang dari seluruh dunia yang akan
disimpan sebagai museum ilmiah atau kumpulan dari kera :nan
tangan dari kulit kerang, siput dan keong. Tapi beberapa orang
telah mengusahakan ubin dengan campurandari kerang. Biasanya
diambil dari jenis kerang mutiara Pinctada vulgaris atau
Anctada margaritifera) yang banyak berserakan di lautan sekitar
pulau Banda. Ubin macam ini cukup indah. Apalagi kilatan ubin
dan biangnya mutiara ini memancar dengan bersih. Lumayan, sebab
kalau anda tak kesampaian memiliki satu kobokan mutiara,
kulitnya sajalah yang anda sebarkan sepanjang lantai.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini