NASHAR, orang Pariaman yang kini berusia 49 tahun, melejit lagi
dari arah Balai Budaya - di mana ia tinggal. 40 buah lukisannya
dengan ukuran besar-besar menyengat-nyengat di Ruang Pameran TIM
10 s/d 15 Oktober. Sejak pameran Kesan Dalam beberapa waktu
berselang, motif figuratif pelukis ini berubah menjadi non
figuratif. Kesan ilustratif yang pernah muncul dalam pameran
tunggalnya yang didominir sosok-sosok perempuan, sudah terkikis.
Salah satu lukisannya yang bermaterial akrilik berjudul:
Tercabut Dari Akar. Agak pucak, timbang lukisan-lukisan yang
lain. Sesuatu melayang dalam kanvas itu. Sesuatu lepas dari
kaitan, memulai pengembaraan baru dengan kemungkinan-kemungkinan
baru. Mungkin bukan itu benar yang dimaksud sang pelukis, tapi
paling sedikit ada idiom baru yang kini sedang mengamuk dalam
diri Nashar.
Nashar bekerja malam hari, sambil duduk di tikar. Ia seperti
penyair menterjemahkan suara-suara larut malam. Sendirian, hidup
dengan cara-caranya sendiri, dalam dunia yang bagi orang lain
mungkin kersang dan edan. Tapi ia dengan rajin menyusun
fikiran-fikirannya terhadap segala sesuatu, terutama konsep
estetiknya. Jadi jelaslah ia tidak bekerja membabi buta tanpa
pandangan dan sikap. Sebagaimana ditulisnya dalam katalogus, ia
mengaku dengan sadar tidak lagi melukis konsep seperti pernah
dikerjakannya dahulu.
Nashar sekarang adalah garis-garis lengkung, patah,
gapai-menggapai. Ia merentang meliuk pada bidang-bidang yang
kadangkala berwarna amat berani. Suasana primitif, kepercayaan
pada alam, masih lekat pada kanvasnya. Warna-warnanya mengepul
dari lubang yang pedih, tetapi tidak menyerang siapa-siapa. Ia
hanya menuturkan kekerasan hidup. Pada lukisan Kuning Lembab,
Alam Dua dan Larut Malam Tiga, tercium bau apak seorang
pengembara yang terpental ke sana ke mari. Kemudian menemukan
tempa pada alam, mencintainya dengan bebas. Citarasa Nashar
bukanlah usaha membuat lebih indah, bukan usaha untuk
mendramatisir. Ia seorang yang lugu.
Nashar juga bergelora seperti muncul dari A1am Merah yang merah
menyala. Hidupnya meluapluap untuk bekerja-apalagi sedan
menemukan perbendaharaan baru. Ia bisa manis dan lembut dalam
lukisan Alam Enam, Dunia Binatang Lima. Manis akibat ada
perhitungan lebih cermat pada komposisi, seperti muncul pada
Ketidakbulatan Merah dan Biru. Lukisan yang disebut terakhir ini
jauh dari rasa pedih, rasa terpencil dan pribumi yang meruap
dari kanvas-kanvasnya yang lalu.
Watak akrilik yang cepat kering, banyak mempengaruhi jiwa
lukisan Nashar kali ini. Ia tak sempat menekuni bidangbidangnya
njelimet. Tetapi sebagai imbalan, muncul variasi yang kaya.
Nashar membuka tangan lebih lebar untuk lingkungan penyaksi yang
lebih luas. Sesuatu yang atraktif sekarang menempel tidak begitu
misterius lagi seperti dahulu. Mungkin pembebasannya pada ikatan
bentuk, membuat ia berjalan lebih garang dan bebas. Ia tidak
berjalan menyeruduk lagi. Tapi yakin dan gagah.
PW
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini