Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Sukses tante soen

Kesuksesan tante soen dikritik lewat lagu dgn lirik yang kocak. tante soen menyadari yang dihadapi sebagai lawannya adalah masyarakat. dengan kelihaiannya lagu itu menghilang dari peredaran.

22 Oktober 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TANTE Soen ternyata bukan perempuan biasa. Senyumnya murah, otaknya cerdas, hidupnya penuh gairah. Bahasa asing lancar ia kuasai, imajinasinya kuat, pergaulannya luas dan bisnisnya lugas. Bakat sudah dianugerahkan sejak lahir, ditambah dengan keuletan yang tertempa sejak ia mengenal hidup. Dengan demikian semua persyaratan untuk hidup sukses sudah lengkap dipenuhi. Lewat dedikasinya dalam bidang bisnis, ia muncul sebagai tokoh yang tidak cengeng, dan tidak mengidap sentimen-sentimen melankolis. Meskipun pendidikannya rada kurang. Hari-hari hidupnya penuh dengan rancangan ke depan dan evaluasi ke belakang, semuanya sungguh memuaskan. Gairah hidupnya semakin hari semakin bertambah-tambah. Bertahun-tahun ia tinggal di Jakarta sebagai warga kota terhormat. Amat tahu menghargai waktu serta hemat dengan hal-hal yang tak langsung memberikan perolehan bagi bisnisnya. Tante Soen pun pintar memilih kesibukan sosial yang dianggapnya perlu. Ia tidak pernah tunduk kepada siapapun sampai dicapainya keuntungan yang memadai dengan pengeluarannya. Kelasnya dalam masyarakat terus-menerus naik, namun puncak yang dikehendaki itu belum juga nampak tanda-tandanya. Maklum, berhubung masa depan masih benar-benar panjahg. Tante Soen tetap glat berusaha. CEMOOH Tapi entahlah, mungkin sudah nasib. Sukses seseorang belum tentu melegakan orang lain. Dimulai oleh sekelompok anak muda yang bakatnya nyanyi. Sukses Tante Soen dijadikan tema senandung mereka. Dibawakan dengan cara yang sungguh memenuhi selera. Liriknya perih-perih kocak, dan lagunya amat menawan SeIlingga sekali ia mengisi pita suara, maka segera menjadi top hit kesayangan banyak orang. Tante Soen dikritik, suksesnya dicemooh dengan gaya yang kelewat lucu. Akan halnya Tante Soen sendiri, pada mulanya ia toleran. Mendengar lagu tentang dirinya sambil tersenyum, seperti kebiasaannya. Ia berusaha membatasi diri pada hal-hal yang dianggapnya perlu. Sebuah sukses, begitu prinsip hidupnya, adalah sebuah ketentuan eksklusif. Sukses tidak diperuntukkan massa yang malas dan ogah-ogahan. Bukan bagi orang yang imajinasinya mampat. Setiap sukses yang asli, eksklusif untuk jenis burung garuda, makhluk yang gagah perkasa. Sukses bukan untuk potongan bebek, kadal dan kerbau. Selanjutnya Tante Soen menganggap masyarakat sebagai kumpulan butiran pasir yang lepas-lepas. Bukannya suatu adonan yang diikat oleh sentimen-sentimen kental yang menyatukan. Bahkan kekentalan masyarakat itulah yang dianggapnya menjadi rintangan bagi kemajuan serta penyebab kesengsaraan masyarakat. BEBEK, KADAL, KERBAU Pendeknya, setelah lagu itu makin lama makin terkenal ia mulai insyaf bahwa rupanya ia hendak dikambing-hitamkan oleh karena kegagalan orang lain. Oleh golongan yang disebutnya sebagai golongan bebek, kadal dan kerbau. Tante Soen toh akhirnya terjebak dalam lilitan soal yang tak ada dalam buku pintarnya. Ia menghadapi soal baru yang menyimpang dari dalil-dalil yang menyebabkan suksesnya. Dalam pengalaman bisnisnya ia memang mengenal apa yang disebut hubungan antar manusia. Namun perolehan yang ia harapkan dari hubungan itu adalah eksklusif hagi dirinya sendiri sebagai individu yang bebas merdeka. Suksesnya dengan demikian memang tak ada hubungannya dengan kesejahteraan masyarakat seluruhnya. Dan lagu jenaka yang cepat terkenal itu setiap kali membuatnya tertegun. Lagu itu memberi dilema bagi suksesnya Bukan hanya di radio, teve dan di tempat-tempat umum lagu itu dinyanyikan orang bahkan sampai-sampai di lapangan olahraga ketika satu kali ia menjadi tamu terhormat dalam pembukaan pesta olahraga, lagu cemooh anak-anak muda sampai pula di telinganya. Ini sudah keterlaluan. Ini suatu bentuk paksaan. Menyaksikan betapa senangnya orang terhadap lagu itu iapun terpancing untuk menarik garis kawan dan lawan. Namun, Tante Soen segera pula sadar bahwa lawan yang muncul di hadapannya kali ini adalah lawan anonim yang bernama masyarakat. Lawan seperti ini tak mungkin dapat dikalahkan dengan penjelasan-penjelasan yang lugas. Lalu ia untuk memutar otaknya yang cerdas seperti biasa. Bagaimana harus menghadapi orang-orang yang dirasuk irasionalisme semacam ini. Bagaimana cara terbaik untuk menahan sedikit kebodohan orang-orang ini? Atau, apakah ini semacam sentimen sex? Bahwa perempuan tak pantas sukses tak pantas main golf, tak pantas pintar? Apakah suksesbagi perempuan sama dengan onar? Ide-ide Kartini mengenai emansipasi wanita tak mereka percayai? Ini amat menyakitkan hati. Nah, kalau begitu soalnya, maka masalahnya menjadi lain sama sekali. Penjelasan macam apapun tak akan ada gunanya. Tante Soen yang berprihadi tak sampai meminta pertolongan suami. Ia terang bukan jenis perempuan 'suarga turut neraka turut '. Lagipula suaminya pun orang sibuk. Meminta pertolongan pemerintah? Apakah ini sudah menyangkut soal politik? Alangkah sepelenya. Alangkah gampangnya untuk menarik persoalannya ke sila kelima dari Pancasila. Akhirnya, otaknya yang cerdas sampai kada kesimpulan bahwa lawan anonim itu toh sudah mewujud dalam pita, pabrik rekaman dan jalur pemasaran. Hal-hal semacam ini amat ia kenal. Akhirnya ia pun mendapatkan akal. Dan sambil senyum simpul ia pun melangkahkan kakinya dengan ringan. Alhasil, lagu itu sekarang tak pernah kedengaran lagi. Ia terkubur bersama kejengkelan Tante Soen. Orang banyak hanya bisa menduga, mungkin lagu itu berbau kritik, berbau politik. Bau politik untuk masa sekarang ini memang dianggap bau yang tak sedap. Nenek tua yang saban hari merenda pun tahu hal itu. Dengan suksesnya yang terakhir ini, Tante Soen dengan sendirinya menanjak. Dan mana ia mau peduli pada orang banyak yang kehilangan lagu enak yang liriknya kocak. Yah, masih tersedia segudang 'apa boleh buat untuk menantikan sukses-suksesnya yang berikut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus