Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Kejutan Yap

Dalam sidang perkara sawito kartowibowo, dengan pembela yap thiam hien, minta agar saksi diperiksa lagi dulu sebelum dikorek keterangan dari tertuduh langsung. hal ini dianggap sebagai kejutan.

22 Oktober 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

GANJELAN hati antara advokat Mr. Yap Thiam Hien dengan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, HM. Soemadijono SH, tampaknya tak mudah dijernihkan. Apalagi sikap Soemadijono terakhir ini, ketika memulai sidang perkara Sawito 6 Oktober lalu di luar kebiasaan yang berlaku di pengadilan mana pun juga. Ia berkata tentang kepembelaan tertuduh Sawito Kartowibowo: "Menurut undang-undang, pembela hanya seorang saja." Dengan begitu ketua pengadilan ini telah menolak permintaan tertuduh yang ingin didampingi oleh sebuah tim pembela yang terdiri dari 5 orang ahli hukum. Permintaan tertuduh, yang menunjuk Yap, Soenarto, A. Rachman Saleh A. Tamrella dan Haji Nurbani Yusuf, sebenarnya tidak berlebih-lebihan. Bukankah di pengadilan mana pun, termasuk tempat Soemadijono berpraktek dan mengetuai pengadilan, biasa menerima pembela lebih dari seorang untuk seorang tertuduh? Apakah selama ini hakim-hakim, yang mengizinkan lebih dari seorang pembela mendampingi kliennya itu, telah melanggar hukum? Lalu 'kebijaksanaan' Soemadijono yang mengizinkan dua advokat, Yap dan Soenarto, sebagai pembela Sawito -- seraya menganggap pembela yang lain sebagai pembantu saja, karena bukan gembong (TEMPO, Pokok & Tokoh, 15 Oktober) -- adakah ini juga suatu pelanggaran hukum? Dasarnya memang sudah ruwet. Sikap Soemadijono, agaknya, kelanjutan dari sikap-sikap sebelumnya dalam menghadapi Yap. Mula-mula ia menganggap Sawito belum berpembela untuk menghadapi sidang pengadilan. Pernyataan Yap sebagai kuasa tertuduh ditolak. Alasannya: pernyataan Yap itu tak disertai surat kuasa asli dari Sawito. Hanya fotokopi saja sebagai buktinya. Yap ngotot. Ia teguh berpendapat, fotokopi surat kuasa sudah lebih dari cukup. Sebab undang-undang pun membenarkan kuasa lisan. Apa keberatan Yap dkk menyerahkan surat kuasa asli, agar semuanya beres? "Ah, buat saya persoalan ini sangat prinsipiil," kata Yap. "Saya telah memenuhi persyaratan dan Soemadijono telah menolaknya secara semenamena." Sesuatu & Seseorang Agaknya polemik bakal sampai juga di ruang sidang, yang akan melanjutkan pemeriksaan Sawito 27 Oktober mendatang. Tapi, sebenarnya, berapakah jumlah pembela yang dibenarkan oleh undang-undang untuk mendampingi tertuduh? Soemadijono menafsirkan hukum acara pidana (HIR), yang berbahasa Belanda tentunya, cukup "seorang pembela" saja. Ini dari kata asli een raadsman. Yap bilang, "penafsiran begitu keliru." Yang benar, "bukan seorang pembela tapi 'sesuatu pembela'." Jadi tak begitu pasti, 'sesuatu' itu bisa berarti hanya 'seorang' saja. Tidak hanya Yap. Ketua DPP Peradin S. Tasrif juga berpendapat demikian. "Tidak seharusnya menafsirkan demikian." Menurut Tasrif, kalau mau kakukakuan menafsirkan undang-undang ("yang sayang, memang, belum ada terjemahan HIR secara nasional") bisa repot. Soal istilah saja: Dalam HIR tak disebutkan adanya pencuri wanita. Semua pencuri disebut dengan kata ganti ketiganya (ia, laki-laki). Begitu juga untuk hakimnya. Pembela disebutnya raadsman dan "bukan raadsvrouw," kata Tasrif. Jadi, "apakah pencuri wanita tak dapat dihukum dan hakim & pembela wanita tak diperbolehkan praktek?" "Bagaimanapun saya tak dapat menerima begitu saja sikap Soemadijono," kata Yap. Apa sikap Yap selanjutnya belum dijelaskan. "Saya akan membuat kejutan lagi," katanya. Ia akan tetap bersikeras mempertahankan pendiriannya, "tapi tak akan sampai mengenyampingkan kepentingan Sawito." Ia juga tak akan menginstruksikan Sawito agar membisu dalam sidang -- seperti yang telah dilakukannya terhadap terdakwa Asep Suriaman dalam mahmilub beberapa waktu yang lalu. "Saya hanya akan menjelaskan kepada klien saya, bahwa sikap pengadilan terhadapnya tak benar -- kemudian terserah sikap tertuduh sendiri: tetap minta 5 orang pembela, jika tak dipenuhi mau membisu atau menerima begitu saja sikap pengadilan." Atau Yap juga akan bersikap di luar kebiasaan: minta supaya saksi diperiksa lebih dulu sebelum dikorek keterangan dari tertuduh langsung (seperti HIR juga menghendaki begitu) "Lihat saja kejutan saya nanti," kata Yap.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus