WARTAWAN mestinya bukan diibaratkan nyamuk, tapi semut. Ingat pepatah "ada gula ada semut". Coba lihat di KTT Nonblok di Jakarta Convention Centre (dahulu Balai Sidang), pekan lalu. Selain dihadiri 106 kepala negara dan pemerintahan, lebih dari 2.000 wartawan dari berbagai penjuru tumplek di situ. Bukankah lalu bisa dibilang bahwa ada peristiwa ada wartawan? TEMPO pun tak mau ketinggalan. Sebelum KTT dimulai, kami sudah menyiapkan "pasukan semut", lebih dari sepuluh orang. Yuli Ismartono dicabut dari posnya di Bangkok. Ini diperlukan, karena dalam KTT hadir juga Pangeran Sihanouk, ketua pemerintahan sementara Kamboja, dan Khieu Samphan, salah seorang pemimpin Khmer Merah. Yuli, wartawati yang tak asing dengan masalah Kamboja dan kedua tokoh itu, akhirnya memang bisa mewawancarai keduanya. Pewawancara lain adalah Leila S. Chudori, yang pernah mewawancarai Menteri Luar Negeri Palestina. Mungkin karena ini, setelah menunggu beberapa kali dan gagal, akhirnya suatu malam Leila berhasil mewawancarai Ketua PLO Yasser Arafat. Mengapa Sihanouk, Samphan, dan Arafat? Mereka tokoh yang sedang jadi berita. Kelanjutan perdamaian di Kamboja masih terhalang oleh sikap Khmer Merah. Dan Konperensi Damai Timur Tengah masih berlangsung di Washington. Itulah kenapa kami juga berusaha mewawancarai PM Mahathir Mohamad menjelang KTT dibuka isu Yugoslavia demikian santer, dan negeri tetangga itulah yang paling mempersoalkannya. Dan akhirnya, setelah Leila berhasil mewawancarainya, Mahathir dan Malaysia kami pilih sebagai Laporan Utama nomor ini. Adapun peliputan peristiwa di KTT sendiri terutama dibebankan pada Liston Siregar, orang Biro Jakarta. Dia yang melaporkan pidato para ketua delegasi, dan diminta terus awas dan nguping selama persidangan. Selain mereka, penanggung jawab rubrik Nasional dan Luar Negeri pun diwajibkan menengok suasana sidang, agar mereka mencium sendiri bau kesibukan. Inilah salah satu cara agar Toriq Hadad dan Didi Prambadi bisa menuliskan soal KTT ini -- sebagaimana dalam Laporan Utama TEMPO nomor yang lalu -- lebih hangat. Tentu saja TEMPO butuh foto. Itulah tugas Rini P.W.I. dan Anizar M. Jasmin untuk memotret suasana KTT dan tokoh-tokohnya. Lalu, Linda Djalil, wartawati Biro Jakarta, yang sejak Balai Sidang tengah direnovasi, dipersiapkan untuk KTT ini, sudah ke sana ke mari. Tugas Linda kemudian, mencari anekdot para tokoh, untuk rubrik yang paling digemari pembaca, Pokok dan Tokoh. Masih ada lagi Lisa Salluto, koresponden di Italia, yang kami hadirkan di Jakarta. Soalnya, kemampuan bahasa Spanyol Lisa diperlukan untuk meliput tokoh-tokoh dari Amerika Latin. Akhirnya, prinsip TEMPO diberlakukan juga kali ini: bahwa dari reporter yang baru masuk sampai pemimpin redaksi adalah wartawan yang bisa ditugasi. Maka, Wakil Pemimpin Redaksi Fikri Jufri pun sering tampak di antara pasukan TEMPO di KTT. Semua ini dikoordinasikan oleh Kepala Biro Jakarta Ahmed Kurnia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini