Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Surat Pembaca

TNI Telah Mereformasi Diri?

10 Oktober 1999 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menghadapi gerakan reformasi yang menuntut pencabutan dwifungsi ABRI, Panglima TNI Jenderal Wiranto dalam berbagai kesempatan selalu mengatakan bahwa TNI sekarang telah mereformasi diri. Melalui beberapa pernyataan/tulisannya di media massa, Wiranto menjelaskan paradigma baru TNI. Beberapa bukti gerak reformasi internal yang dilakukan TNI adalah pengembalian nama dari ABRI menjadi TNI, pengurangan anggota TNI yang dikaryakan dengan menawarkan pilihan tetap berkarir di TNI atau di lingkungan sipil, dan pemisahan Polri dari TNI.

Sepintas langkah-langkah yang diambil oleh Wiranto itu kelihatan reformis. Paling tidak mengesankan bahwa TNI cukup aspiratif terhadap tuntutan para aktivis prodemokrasi, khususnya mahasiswa. Tapi betulkah bahwa TNI sudah mereformasi diri?

Jika mengamati sikap dan cara kerja TNI terhadap kasus kerusuhan 13-15 Mei, Sidang Istimewa November 1998, kasus Ambon, Sambas, Aceh, Timor Timur, dan kasus nasional lainnya, sampai sekarang tidak terjadi perubahan apa-apa di tubuh TNI. Pimpinan TNI tidak mengedepankan penyelesaian masalah secara damai, tapi dalam istilah Hasnan Habib (wawancara dengan SCTV, 6 September) selalu mencari gampangnya saja, misalnya tiba-tiba didirikan kodam baru.

Dalam bidang sosial politik TNI juga belum melakukan perubahan apa-apa. Penelitian khusus (litsus) tentang bersih lingkungan untuk calon pegawai negeri sipil (PNS) atau PNS yang mau naik pangkat tetap dilakukan, pendataan kembali terhadap orang-orang yang dulu dicurigai tersangkut G30S, dan masih dilestarikannya lembaga perizinan untuk mengemukakan pendapat di depan umum.

Munculnya berita di Siar (11 Agustus) dan Republika (29 Agustus), yang menyatakan bahwa pengiriman Mayjen Sjafrie Sjamsoedin ke Aceh dan Timor Timur adalah sebagai ujian Wiranto kepada Sjafrie sebelum dipasrahi jabatan Kepala Staf Teritorial (Kaster), semakin memperkuat kesangsian kita terhadap proses reformasi internal yang dilakukan oleh TNI. Jika kedua berita itu benar, bagaimana penjelasannya TNI dapat disebut telah mereformasi diri? Bukankah Sjafrie Sjamsoedin sebagai Pangdam Jaya pada waktu itu adalah orang yang bertanggung jawab atas terjadinya kerusuhan 13-15 Mei di Jakarta? Sungguh ironis bila orang yang sudah terbukti bersalah (karena tidak mampu menjaga keamanan wilayahnya) tidak dihukum, tapi justru akan diberi ganjaran jabatan yang lebih tinggi dan strategis. Bagaimana pertanggungjawaban Jenderal Wiranto terhadap publik atas pernyataannya bahwa TNI telah mereformasi diri?

Saya kira sangat keliru bila para pimpinan TNI, termasuk Wiranto, sering mengatakan bahwa mutasi di lingkungan TNI adalah masalah internal TNI. Seandainya saja TNI itu merupakan organisasi swasta yang tidak mempunyai kaitan langsung dengan kepentingan publik, tentu saja pernyataan itu dapat diterima. Tapi, mengingat TNI merupakan representasi dari kekuatan atau bahkan kekuasaan negara, tidak bisa mengelak bahwa siapa pun yang akan menduduki jabatan (tinggi) di jajaran TNI harus dapat diterima oleh rakyat banyak.

Darmaningtyas,
[email protected]

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus