Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kartun

Tritura Baru 1974

13 Januari 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tak hanya di era reformasi ini mahasiswa rajin berdemonstrasi, 40 tahun lalu anak-anak kampus sudah turun ke jalan. Saat itu, dalam rangkaian peristiwa yang berpuncak pada 15 Januari-hingga dikenal sebagai Malari atau Malapetaka 15 Januari-mahasiswa berteriak menentang investor asing yang direpresentasikan dalam rupa Perdana Menteri Jepang dan Ketua Inter-Government Group on Indonesia. Para mahasiswa menuntut tiga hal: bubarkan aspri (asisten pribadi Presiden), turunkan harga, dan berantas korupsi.

Majalah ini mengangkat cerita para mahasiswa dan tuntutannya itu dalam edisi 19 Januari 1974. Saat itu hampir secara langsung Ali Moertopo, aspri Presiden, menjawab dari Yogyakarta. "Perlu atau tidaknya aspri terserah Presiden."

Berbicara di hadapan para mahasiswa IAIN Sunan Kali­jaga, Ali Moertopo menyebut hak prerogatif Presiden dan Ketetapan MPR sebagai dasar hukum adanya lembaga pembantu pribadi kepala negara itu. Dan tentu saja jawaban ini ditujukan terutama terhadap aksi mahasiswa dan pelajar di Jakarta dan Bandung yang hampir secara menyeluruh menyerang dan menuntut pembubaran aspri Presiden melalui berbagai demonstrasi, pernyataan, dan apel sepanjang pekan sebelumnya. Termasuk pula pembakaran patung kertas Soedjono Hoemardani, asisten pribadi Presiden bidang ekonomi, oleh mahasiswa Bandung.

Aksi mahasiswa, pelajar, dan pemuda agak meningkat selama beberapa hari menjelang kunjungan Perdana Menteri Jepang Kakuei Tanaka. Meskipun demikian, sasaran pokok tidak semata-mata tertuju pada kedatangan pembesar Jepang itu beserta penanam modalnya di sini-walau mahasiswa di Bandung membakar patung kertas Tanaka-tapi sebagian masih mengarah kepada tuntutan perbaikan ekonomi, sementara soal lembaga aspri tidak pula ditinggalkan.

Kunjungan sekitar 200 pelajar yang menamakan diri Pembela Tanah Air (Peta) ke kantor pusat Golkar bahkan secara terus terang menuding Ali Moertopo sebagai "calo politik" dan Soedjono Hoemardani sebagai "calo Jepang". Dan tentang Golkar sendiri, seorang pemimpin demonstran yang berbicara menganggapnya sebagai "markas orang-orang Indonesia yang menjadi cukong dan bekerja sama dengan Jepang". Dalam waktu bersamaan, mahasiswa Bandung yang mengadakan "apel berkabung" di kampus Universitas Padjadjaran menuduh aspri bidang ekonomi tadi "telah menjual Indonesia kepada Jepang".

Lebih dari itu, sementara beberapa orang eks tokoh Laskar Ampera Arif Rahman Hakim melakukan ziarah ke makam pahlawan Ampera di Blok P, Kebayoran Baru, apel memperingati delapan tahun Tritura oleh BKS-IKIP Jakarta pada 10 Januari lalu di terminal bus Lapangan Banteng bahkan telah mencantumkan pembubaran aspri sebagai tuntutan pertama dari Tritura Baru 1974 yang mereka cetuskan. Tuntutan berikutnya "turunkan harga" dan "berantas korupsi".

Di tengah kesibukan penumpang bus kota, para pelajar terutama yang meneriakkan Tritura pertama, tak ubahnya seperti pada 1966, ketika para pelajar dan mahasiswa menyerukan pembubaran PKI. Tapi dari kejadian inilah penangkapan terhadap beberapa orang demonstran "dari luar kampus" mulai dilakukan. Hal itu sekaligus memperkuat kabar angin di Jakarta bahwa menjelang kedatangan Tanaka akan ada penahanan terhadap beberapa demonstran untuk mengamankan kunjungan tamu dari Jepang itu.

Berbeda dengan di Bandung dan Jakarta, mahasiswa di Surabaya-seperti yang pernah mereka ungkapkan melalui pernyataan sebelumnya-tidak berminat turun ke jalan kecuali dengan memorandum dan undangan berdialog. Dalam "Maklumat 74", enam elemen Dewan Mahasiswa Jawa Timur mengungkapkan soal pembangunan. Tidak ada yang baru dalam maklumat itu, tapi "maklumat ini merupakan tekad para mahasiswa untuk mengubah keadaan yang tidak konsisten dengan konstitusi", sebagaimana dikatakan Syamsul Bahri, juru bicara Dewan-Dewan Mahasiswa Jawa Timur.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus