Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Surat Pembaca

Untuk O.C. Kaligis dan Para Pengacara

10 Mei 1999 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KRITIK O.C. Kaligis di Majalah TEMPO, edisi 6-12 April 1999, terasa ada yang kurang dalam membandingkan kondisi peradilan dan sistem hukum di Indonesia dengan di negara lain. Perbandingan antara kasus Nurdin Halid dan O.J. Simpson, walaupun persis, tidak sama. Simpson memang divonis bebas di tengah keraguan, karena kurangnya bukti dan saksi serta ada kontroversi dan isu-isu rasialisme. Menurut sebuah polling pendapat, 60 persen masyarakat AS percaya bahwa Simpson bersalah atau setidaknya harus bertanggung jawab terhadap kematian mantan istri dan teman prianya, tapi karena mereka menjunjung supremasi hukum, mereka tetap menghormati vonis itu. Namun, di mata masyarakat, Simpson tetap dianggap bersalah.

Demikian juga dengan kasus Nurdin Halid, walaupun ia divonis bebas murni oleh jaksa, di mata masyarakat ia tetap dianggap bersalah. Sebab, masyarakat berpendapat bahwa "tak semua orang yang bersalah masuk penjara". Hal itu ditambah lagi dengan sistem hukum dan peradilan kita yang tidak transparan. Demikian juga dengan kasus lain yang menimpa tersangka korupsi dan kolusi Soeharto. Walaupun keluarga dan kroninya nanti divonis bebas, percayalah, masyarakat tetap akan menganggap mereka bersalah.

Adalah mengherankan jika Nurdin Halid dan pengacaranya menyalahkan bahkan menuntut media massa dan mahasiswa atas pencemaran nama baik dan jatuhnya citra Nurdin Halid. Seharusnya para pengacara berterima kasih kepada mahasiswa dan media massa yang telah menggulirkan reformasi. Era reformasi adalah booming bagi para pengacara karena banyak skandal korupsi, kolusi, dan manipulasi yang terbongkar, sehingga ratusan tersangka korupsi, para bankir nakal, serta para pengusaha, dituntut pailit.

Maukah mereka membela secara prodeo atau membela rakyat kecil yang tidak populer? Bagaimanakah dengan jaksa atau hakim? Sebandingkah penghasilan mereka dengan penghasilan pengacara? Jadi, tidak heran kalau jaksa cenderung payah dan malas dalam menggali informasi, bukti, dan saksi. Gawatnya, jaksa sering merasa rendah diri, kalah tenar, atau kalah wibawa jika berhadapan dengan pengacara top. Karena itu, jaksa menjadi tidak mandiri, ada bayang-bayang jaksa agung muda bidang pengawasan, ada rencana putusan, ada petunjuk pelaksanaan, surat, intervensi dari atasannya, belum lagi isu-isu suap yang sering dialamatkan ke jaksa.

Di Amerika Serikat jabatan jaksa adalah jabatan "kering" tapi seorang jaksa tetap loyal atas tegaknya keadilan. Jabatan jaksa adalah jabatan terhormat dan penting, jika seorang bisa sukses dalam karir kejaksaannya ia bisa mencapai jenjang karir lebih tinggi lagi. Di AS para anggota senat, wali kota, gubernur, hingga presiden, kebanyakan berasal dari mantan jaksa atau setidaknya orang yang pernah berkecimpung dalam dunia hukum.

Sedangkan di mata masyarakat Amerika, mereka selalu menilai "miring" pengacara dengan memberikan julukan dari criminal defender, the great pretender, hingga devil’s advocate, bahkan lawyer dipelesetkan menjadi liar (pembohong). Mudah-mudahan pada era reformasi ini dengan semakin larisnya para pengacara, mereka tidak menjual hati nurani, kebenaran, dan keadilan.

FADIL ABIDIN
Jalan Sumber Amal 229
Medan 20147

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus