MENUGASI wartawan ke luar negeri boleh dibilang, bukan hal baru untuk suatu penerbitan pers, misalnya majalah TEMPO. Kami pernah mengirimkan wartawan untuk melakukan wawancara langsung dengan, antara lain, Ferdinand Marcos, Norodom Sihanouk, Khomeini, Indira Gandhi, Lech Walesa, Menachem Begin. Tetapi mengirim wartawan untuk meliput peristiwa yang gawat atau mewawancarai tokoh kaliber dunia yang sulit ditemui, mungkin, di sini bisa dihitung dengan jari. Salah satu di antaranya, yaitu Praginanto. Reporter dari Jakarta itu kami kirim ke Timur Tengah untuk mengadakan wawancara dengan Yasser Arafat, pemimpin Organisasi Pembebasan Palestina (PLO). Keberangkatannya dari Jakarta, awal bulan lalu, sambil memenuhi undangan Negeri Oman. Ia lebih dahulu meliput Konperensi Puncak Negara-Negara Teluk di Muscat. Kami di Jakarta mengajukan permohonan wawancara dengan orang nomor satu PLO itu lewat perwakilannya yang terdekat dengan Jakarta yaitu di Kuala Lumpur dan Tokyo. Ternyata, tidak gampang ia masuk ke markas Arafat dan wawancara. Abu Gigin demikian panggilan akrabnya kini - mesti melewati berbagai lapis pejabat yang mengelilingi pucuk pimpinan PLO itu, untuk memastikan bisa tidaknya wawancara dengan Arafat. Untuk memudahkan komunikasi sembari menunggu kepastian itu, ia memilih tinggal beberapa saat di Kairo. Pertimbangannya: bila permohonan itu dikabulkan, ia bisa lebih cepat terbang ke markas PLO di Tunis. Rupanya, prosedur masih cukup panjang. Perwakilan Al-Fatah di Kairo dan PLO Amman meminta TEMPO di Jakarta secara resmi - sekali lagi - mengajukan permohonan resmi ke kedua jaringan Arafat itu. Setelah kami memenuhi permintaan itu lewat teleks, wartawan kami juga masih diharuskan menunggu tanpa ada kepastian kapan. Akhirnya, untuk segera mendapat jawaban bisa atau tidaknya diterima Arafat mengingat sudah sebulan lebih menunggu maka ia menuju Yordania. Lampu hijau mulai nyala setelah perwakilan PLO di Amman meminta wartawan kami bertolak menuju Tunis. Ia diminta menunggu di sebuah hotel setelah memberitahukan kehadirannya di negeri itu kepada seseorang pembantu Arafat yang ditunjuk dari Amman. Ia masih menunggu beberapa hari lagi. Sampai akhirnya, ia ditelepon untuk siap sedia di kamar hotelnya menunggu jam pertemuan. Sehari semalam lebih ia menunggu sampai tiba saatnya, suatu tengah malam, 9 Desember lalu. Ia ditelepon untuk dijemput dan dibawa ke tempat Arafat. Sekitar 40 menit ia berhasil wawancara dengan pemimpin PLO itu di suatu rumah yang agak tersembunyi di Tunis. Di tempat itu Arafat dengan ramah masih sempat memasangkan kafiyeh di kepala Praginanto. Hasil wawancaranya kemudian diturunkan dalam bagian kedua Laporan Utama kali ini. Sementara itu, bagian pertama ditulis oleh Isma Sawitri di Jakarta. Inilah tulisan mengenai PLO yang kelima tampil di majalah TEMPO sebagai Laporan Utama sejak 1982. Kami pun tidak sendirian bisa bertemu dan mewawancarai orang yang terkenal "sulit dicari" itu. Kecuali perwakilan PLO seperti kami sebut di atas, kami juga berterima kasih kepada Dubes RI untuk Tunis Abdulkadir Alaydrus dan untuk Amman Dubes Zainul Yasni. Juga beberapa pihak yang dengan sukarela telah membantu wartawan kami. Sekali lagi, terima kasih.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini