Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Fajar hampir menyingsing. Satu per satu waria berdatangan ke serambi Pondok Pesantren Waria Al-Fatah, Kotagede, Yogyakarta. Lantunan ayat suci Al-Quran terdengar bersahutan. Pemimpin pesantren itu, Shinta Ratri, khusyuk mendaras Al-Quran. Mengenakan gamis dan kerudung berkelir merah, Shinta duduk bersila membaca Surat As-Sajdah ayat 1 hingga 11 menjelang waktu berbuka puasa Ramadan pada pekan kedua.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Waria berusia 57 tahun ini khidmat mendengarkan ustazah Masthuriyah Sa’dan. Masthuriyah mengoreksi makhrijul huruf dan tajwid melalui contoh bacaan ayat Surat As-Sajdah. Surat ini berbicara tentang Allah yang menciptakan alam semesta dan kematian.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Masthuriyah, alumnus program Pascasarjana Filsafat Islam Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, rutin datang ke pesantren ini sepekan sekali setiap Ahad. Pesantren waria menambah jadwal mengaji selama bulan puasa. Setiap pekan, waria mengaji selama dua kali, Ahad dan Rabu sore.
Pada hari biasa, mereka mengaji satu kali setiap pekan, yakni Ahad. Ada 30 waria yang ikut mengaji pada bulan puasa tahun ini. "Bu Shinta sudah bagus mengajinya, untuk ukuran orang tua yang sedang belajar Al-Quran," kata Masthuriyah, Ahad lalu.
Selain mengaji, mereka menjalankan salat tarawih, salat tahajud, sahur bersama, dan tadarus Al-Quran. Jumlah santri waria pada Ramadan tahun ini lebih banyak ketimbang tahun lalu yang hanya sepuluh orang. Pesantren waria menambah jumlah ustad yang mengajari mereka mengaji.
Ustad yang mendampingi mereka berasal dari UIN Sunan Kalijaga dan Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta. Pesantren ini merupakan satu-satunya pesantren waria di Indonesia yang aktif menjalankan kegiatan belajar agama Islam.
Selain memberi pelajaran mengaji, pesantren punya kegiatan pelatihan pijat refleksi, merias artis, kreasi hijab, dan menata rambut. Kegiatan ini bertujuan melatih keterampilan waria sebagai bekal untuk menjalankan usaha. Shinta berharap waria terus berdaya dan mengurangi aktivitas mengamen di jalanan.
Ketua Ikatan Waria Yogyakarta, Kusuma Ayu, mengatakan yang paling dibutuhkan waria adalah penerimaan dari masyarakat. Mereka punya kemampuan dan keterampilan yang sama. SHINTA MAHARANI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo