Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ramadhan

Menepis Isu Radikalisme Kalangan Mahasiswa

Lembaga dakwah kampus aktif mengadakan kajian dan sekolah kebangsaan.

6 Mei 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Aksi teatrikal ‘Damai Sepanjang Hari’ di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA – Isu radikalisme selalu dikaitkan dengan kaum muslim. Tahun lalu, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) melansir data sekitar 39 persen mahasiswa dari tujuh perguruan tinggi negeri di Indonesia bersimpati terhadap gerakan radikalisme.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ketua Komisi Isu dan Keumatan Forum Silaturahmi Lembaga Dakwah Kampus (FSLDK) Indonesia, Rangga Kusumo, mengatakan FSLDK bersama pemerintah aktif menentang radikalisme. "Jika maknanya adalah perlawanan terhadap tindakan kekerasan, tindakan penyimpangan, menjauhkan dari nilai Pancasila, dan mengancam keutuhan NKRI," ujarnya, akhir pekan lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Rangga menjelaskan, FSLDK Indonesia membantu negara dalam menguatkan nilai-nilai kebangsaan. "Kami sudah mengadakan sekolah kebangsaan bersama lembaga dakwah kampus seluruh Indonesia bertema menguatkan peran kebangsaan pemuda dalam membangun Indonesia dan menjaga keutuhan NKRI," kata dia.

FSLDK juga mempererat relasi dengan rekan nonmuslim melalui kegiatan kolaborasi sosial dan kemanusiaan. Karena itu, Rangga menegaskan, tuduhan radikalisme perlu dibuktikan lebih mendalam. "Kami sikapi dengan tenang dan bijak, kami fokus bekerja untuk memberikan manfaat kepada banyak orang, bangsa, dan agama," tuturnya.

Selama Ramadan, FSLDK Indonesia membuat program berbagi paket Lebaran kepada pemangku kepentingan kampus. "Juga syiar-syiar Islam seperti Quran," kata Rangga.

Ketua Nuansa Islam Mahasiswa (Salam) Universitas Indonesia (UI), Ahmad Safei Ridwan, mengatakan organisasinya menentang perilaku radikalisme, kekerasan, penyimpangan akidah, dan intoleransi. "Kami akan sangat menentang perilaku demikian," ujarnya.

Kegiatan Salam UI tidak hanya dakwah dan mensyiarkan Islam, tapi juga kegiatan yang memberikan manfaat kepada masyarakat sekitar. "Bahkan berkontribusi untuk bangsa dan negara," kata Safei.

Beragam kegiatan digelar Salam UI d memerangi radikalisme. Di antaranya, membangun hubungan erat dengan teman-teman kerohanian agama lain di UI, membuat pernyataan sikap dan doa bersama dalam kaitan kasus penembakan dua masjid di Selandia Baru, dan kasus bom di gereja Sri Lanka.

"Kami juga memberikan bantuan sosial kepada karyawan UI yang membutuhkan, dan membuat sekolah kebangsaan untuk mencerdaskan pemuda akan nilai-nilai kebangsaan," kata Safei.

Di Yogyakarta, Jamaah Shalahuddin, yang merupakan Unit Kegiatan Mahasiswa Kerohanian Islam dan Lembaga Dakwah Kampus Universitas Gadjah Mada (UGM), mempertanyakan cap radikalisme yang dilansir BNPT. "Radikalisme itu apa, sih? BNPT tidak memberikan rinciannya. Dan kami tidak fokus dalam persoalan itu," kata Ketua Jamaah Shalahuddin UGM, Fadhlurrahman Yusuf Fardan, kemarin.

Yusuf menjelaskan, meski para anggota Jamaah Shalahuddin berasal dari beragam latar belakang dan pemikiran, mereka tidak mengalami stigma radikal. Namun Yusuf pernah mendengar stigma radikal secara umum disematkan terhadap masjid-masjid kampus.

Jamaah Shalahuddin aktif dalam kegiatan Masjid Kampus UGM. Karena itu, Yusuf punya cara menangkal stigma radikal dengan melakukan kegiatan-kegiatan lembaga dakwahnya secara terbuka. "Seperti menggelar kajian terbuka, forum terbuka, dan membuka ruang diskusi," ujarnya.

Yusuf mengajak masyarakat untuk datang dalam berbagai forum kegiatan yang diadakan Jamaah Shalahuddin. "Datang saja, silakan buktikan. Kami terbuka," kata Yusuf. Keterbukaan ini telah dilakukan sejak Jamaah Shalahuddin berdiri pada 1976.

Berawal dari sejumlah mahasiswa yang menggelar acara peringatan Maulud Nabi Muhammad SAW dan Ramadan di Kampus, 43 tahun silam. Kegiatan tersebut berlanjut dengan dibentuknya Lembaga Dakwah Jamaah Shalahuddin. Para mahasiswa dalam unit kegiatan ini juga menginisiasi berdirinya Masjid Kampus UGM. "Kami berdiri sebelum masjid kampus ada," ujar Yusuf.

PITO AGUSTIN RUDIANA | AFRILIA SURYANIS

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus