TIBA-TIBA pesawat jet raksasa itu merosot ketinggiannya, lantas
menabrak serumpun pohon. Seketika pesawat itu -- Boeing 727
milik Panam -- meledak, menjelma jadi gumpalan api yang kemudian
menimpa wilayah pemukiman Kenner, 3 km sebelah timur pelabuhan
udara internasional New Orleans, AS.
Sejumlah 138 penumpang dan 7 awak pesawat itu mati seketika,
sementara 9 warga pemukiman Kenner pun mati, tertimpa atau
terbakar dalam rumah mereka. Bencana yang terjadi awal Juli lalu
itu terbesar dalam sejarah penerbangan sipil di AS setelah
kecelakaan DC-10 di Chicago, 3 tahun lalu. Pesawat itu jatuh
hanya beberapa saat setelah tinggal landas dari New Orleans. Ia
singgah di sana dalam penerbangannya dari Miami, Florida menuju
San Diego, Texas.
Kini api di pemukiman Kenner sudah padam, semua korban sudah
dikubur dan reruntuhan pesawat sudah dibenahi. Tapi bau hangus
yang memualkan belum lenyap dan banyak warga Kenner mengajukan
tuntutan ganti rugi -- berjumlah jutaan dollar. Tapi apa yang
menyebabkan Boeing 727 itu menimpa rumah dan sanak keluarga
mereka belum lagi jelas.
Salah satu dugaan ialah bahwa pesawat itu disambar petir ketika
tinggal landas dalam cuaca buruk hari Jumat naas itu. Tapi para
ahli berpendapat bahwa tak mungkin petir mencelakakannya.
"Pesawat itu meletup-letup seperti tak bisa menyalakan
mesinnya," ujar Evelyn Pourchi yang menyaksikan kejatuhan itu
dari samping tumahnya di Kenner. Menurut saksl lain mesin
pesawat itu mati sebelum menimpa bumi. Ini, menurut para
penyelidik, bisa saja terjadi jika pesawat itu melewati daerah
hujan yang lebat. Tapi apa pun yang menjadi sebab, pesawat itu
seolah tak berdaya mengangkat dirinya. Ketinggian yang
dicapainya kurang dari 40 meter.
Para ahli dari NTSB (Badan Keselamatan Transportasi Nasional)
cenderung melihat penyebab yang sangat layak ialah wind sbear
atau "angin potong." Gejala cuaca seperti itu sering timbul di
saat berkecamuk angin ribut dan hujan. Arah dan kecepatan angin
menjadi kacau balau, mengakibatkan pula kacaunya perbedaan
tekanan udara yang menghasilkan daya angkat atau lift bagi
sebuah pesawat udara.
Kondisi "angin potong" itu sangat berbahaya bagi penerbangan
karena ia merusak pola arus udara yang melalui sayap pesawat.
Arus udara itu terbentuk karena pesawat itu ditarik oleh
mesinnya. Sayap pesawat membelah arus, udara itu menjadi dua
komponen yang melalui atas dan yang melalui bawah sayap itu.
Karena bentuk penampang sayap itu berlainan -- lebih melengkung
di bagian atas dibanding bagian bawah -- kedua arus itu berbeda
kecepatannya dan karenanya berbeda pula tekanannya. Di bagian
atas sayap itu tekanannya lebih rendah. Perbedaan tekanan itulah
yang menghasilkan daya angkat.
Tapi kalau perbedaan tekanan itu rusak karena ada "angin
potong", daya angkat itu berkurang atau bahkan lenyap. Akibatnya
tentu fatal. Lebih lagi ika kondisi cuaca itu menimpa pesawat
terbang di saat tinggal landas. Selain terbangnya masih rendah
hingga tak ada kesempatan memulihkan posisinya, juga karena
justru di saat itu sebuah pesawat diusahakan menanjak dan sudut
serang sayap lebih besar. Tapi ini mengakibatkan daya menghambat
juga lebih besar, kondisi yang diimbangi dengan memperbesar daya
dorong mesin.
Tuduhan "angin potong" itu, sebagai biang keladi kece!akaan
Boeing 727 itu, diperkuat oleh kenyataan bahwa radio pelabuhan
udara New Orleans -- beberapa menit sebelum pesawat itu tinggal
landas -- memberitakan dua kali tentang perubahan poia angin
yang cukup gawat. Juga rekaman percakapan di dalam cockpit --
dari "Black Box" yang ditemukan -- membuktikan awak pesawat itu
mengetahui pemberitaan itu.
Menurut Patricia Goldman, Wakil Ketua NTSB, awak pesawat itu
sedang mendiskusikan berbagai tindakan darurat. Bahkan Kapten
Kenneth L. McCullars menyarankan untuk menaikkan daya mesin
untuk mengatasi efek angin potong itu. "Kapten itu menyatakan
pesawatnya merosot dan ia membahas tindakan untuk mengatasinya,"
ujar Nona Goldman.
BAGI para ahli sifat gejala "angin potong" itu masih kabur. Tapi
gejala itu diduga menimbulkan sekurangnya 12 kecelakaan pesawat
terbang selama dasawarsa terakhir ini. Antara lain kecelakaan
pesawat jet milik Air Florida yang menubruk jembatan di Sungai
Potomac, Washington, sesaat setelah tinggal landas Januari lalu.
Dan hanya 3 hari sebelum kecelakaan Boeing 727 itu, di Uni
Soviet sebuah jet Ilyushin 62 milik Aeroflot jatuh sesaat
setelah tinggal landas dari pelabuhan udara Moskow Sheremetyevo.
Gejala ini tidak selalu terjadi pada saat hujan dengan angin
ribut. Bahkan geala ini pernah juga teradi di saat udara
tampak tenang. Masih dalam Juli lalu 57 penumpang DC-10 milik
United Airlines mengalami cedera berat akibat guncangan mendadak
pesawat itu yang terbang pada ketinggian hampir 12 km di atas
Wyoming, AS. Akhirnya pesawat itu masih bisa selamat mendarat.
Gejala semacam itu bisa saja terjadi hanya beberapa detik hingga
sering tak tercatat oleh alat pengamat cuaca seperti di
pelabuhan udara New Orleans. Sa-lah satu riset tentang gejala
"angin potong" itu sedang dilakukan proyek Penelitian Cuaca
Pelabuhan Udara Bersama (JAWS) di Denver, Colorado, AS.
Mungkin masih beberapa bulan lagi sebab kecelakaan itu akan
terungkap secara tuntas. Salah satu hambatan mungkin ialah
kualitas rekaman percakapan dalam cockpit. Peralatan yang
dipakainya ternyata Sundstramd V-557, jenis yang oleh Badan
Keselamatan Penerbangan di AS dinyatakan usang bahkan sejak
1967. Toh 18 perusahaan penerbangan di AS masih menggunakan
model alat perekam itu.
Meski dugaan kuat mengarah pada "angin potong" itu sebagai sebab
kemungkinan mesin pesawat itu mogok karena kemasukan air hujan
juga diselidiki. Tentu ada pula penelitian akan kelaikan
struktural pesawat itu, bahkan sampai kepada kondisi kesehatan
para awak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini