PARA pekerja kelihatan meratakan butiran-butiran aspal yang
dituang dari sebuah truk hidraulik. Kerja mereka cepat. Dengan
garu, mereka meratakan tumpukan aspal itu. Kemudian mesin giling
menderu maju. Dua tiga kali ulang-alik, aspal pun telah keras,
menyatu di permukaan jalan. Sekian meter jalan pun telah
rampung.
Mereka kemudian menyingkirkan jidar (pembatas dan tanda yang
bertuliskan maaf perjalanan anda terganggu. Dan lalu lintas
lancar kembali.
Perbaikan jalan seperti di atas mungkin dianggap sudah biasa,
tapi Direktorat Penyelidikan Masalah Jalan (DPMJ), Direktorat
Jenderal Bina Marga di Bandung ternyata terus-menerus melakukan
penelitian laboratorium dan percobaan lapangan. Persoalannya
ialah bagaimana membuat jalan raya yang tahan lama, tidak cepat
berlubang.
DPMJ berpendapat bahwa salah satu penyebab utama kerusakan jalan
adalah tidak stabilnya lapisan tanah dan karena merembesnya air.
Air yang menggenangi permukaan jalan menimbulkan tekanan pori
yang tinggi. Akibatnya, lama-kelamaan lapisan atas pecah. Lewat
celah-celah pecahan itu, air terus merembes ke bagian bawah. Dan
ini mempengaruhi lapisan tanah. Jalan yang mempunyai lapisan
labil, tentu saja cepat bergelombang permukaannya. Atau menjadi
"keriting".
Jadi, setibanya musim hujan, ratusan kilometer jalan raya di
Indonesia sering hancur. Apalagi kalau dilewati oleh kendaraan
yang mempunyai tonage lebih besar daripada kapasitas jalan.
Karena itu DPMJ mencari akal. "Dan kami telah menemukan nacas,"
ujar Ir. Soedarmanto Darmonegoro, Ka Sub Dit Teknik Jalan. Nacas
adalah singkatan dari non-agregated cold asbuton sheet, pelapis
yang berfungsi sebagai lapis penutup bagian permukaan jalan.
Dengan lapisan ini -- yang dipercaya bisa kedap air --
perembesan air tak akan terjadi. "Sehingga usia jalan bisa lebih
panjang," tambah Soedarmanto.
Bahan baku nacas adalah aspal alam yang banyak terdapat di
Buton, Sulawesi Tenggara. Aspal dari pulau itu terbentuk melalui
proses geologi alami ratusan tahun lamanya. Akibatnya, bitumen
(aspal) telah menyatu dengan butir mineral. Keunggulan aspal
alam inilah yang dimanfaatkan oleh DPMJ. Untuk mendapatkan
lenturan sesuai dengan yang dikehendaki, asbuton dicampur dengan
minyak bumi jenis flux oil atau fuel oil yang memang biasa
dijadikan pencampur aspal. Pencampuran itu memang "meremajakan"
sifat asbuton.
Pada dasarnya, kondisi alamiah bitumen sangat keras. Bitumen,
supaya bisa dipakai, harus dilunakkan (fiskositas) melalui
penetrasi flux oil sampai ke suatu ukuran lentur yang
dikehendaki. Takaran pencampuran tergantung pada jenis asbuton
yang akan dipakai. "Misalnya B-20," kata Soedarmanto, "mempunyai
kandungan aspal 18% sampai 22,5% " Menurut dia, jenis B-20
memerlukan campuran flux oil 3% saja. Untuk Jenis B-16
diperlukan flux oil 4% dari berat asbuton.
Sebelum diaduk dengan flux oil asbuton harus dihancurkan sampai
sehalus menir (beras yang telah hancur), misalnya lewat stone
crusher. Kemudian asbuton dan bahan pencampur dimasukkan dalam
mesin pengaduk (beton molen). "Harus betul-betul kering,"
sambung Soedarmanto, "dan kadar air tidak boleh lebih dari 10%."
Kalau basah campurannya, air akan menguap dan lapisan nacas akan
mudah retak, waktu terkena panas.
NACAS juga mempunyai sifat yang serba praktis. Dia tidak panas
seperti halnya aspal beton yang biasa disebut hotmix. Bahkan
pekerja tidak perlu lagi dilengkapi dengan alat pelindung
seperti sarung tangan atau sepatu bot. Dengan pelapis nacas,
begitu mesin giling selesai bekerja, jalanan sudah bisa langsung
dilewati mobil.
"Jadi nacas memiliki banyak keuntungan," kata Soedarmanto lagi,
"dia mudah diolah dan murah." Dalam penelitian, "kerusakan
lapisan nacas selama lebih dari 2 tahun cuma 0,3%," ujar Ir.
Soegito, Pimpinan Proyek Pembangunan Jalan Arteri Bandung Raya,
Ditjen Bina Marga.
Beberapa jalan di Bandung sudah diuji-coba dengan nacas. Antara
lain Jalan Juanda, Jalan Siliwangi, dan Ciumbuleuit. Bina Marga
merencanakan melapis berbagai jalan di Bandung (yang terkenal
selalu tidak rata) sepanjang 50 km dalam tahun anggaran 82/83.
Selama ini, baru 34,3 km jalan yang dilapis nacas.
Biaya pelapisan jalan dengan nacas diperkirakan Rp 3 juta/km
untuk yang mempunyai kelebaran 7 meter. Kalau dipakai aspal
beton, untuk ukuran yang sama, biayanya mencapai Rp 20 juta. Di
masa mendatang, diduga banyak jalan di Indonesia akan memakai
sistem pelapisan nacas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini