Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Agrowbot, robot pertanian ramah lingkungan yang diciptakan kolaborasi mahasiswa Fakultas Teknik dan Pertanian Universitas Brawijaya (UB) Malang, Jawa Timur, mampu meningkatkan produksi cabai merah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Candra Sabdana Nugroho, mahasiswa Prodi Teknik Elektro UB Malang di Malang, Senin, 18 Februari 2019, mengatakan, hasil kolaborasi itu berhasil meraih medali perak pada ajang Bangkok International Intellectual Property, Invention, Innovation and Technology Exposition in Thailand Inventor s Day di Bangkok, 2-6 Februari.
"Kami berlaga di bidang teknologi agrokultur," kata Candra Sabdana Nugroho.
Selain Candra Sabdana Nugroho, anggota tim yang memperkuat Agrowbot dari Fakultas Pertanian, yakni Alvan Fajarudin, Kris Wahyuningsih, Iklillah Maulidiyah Warda dari Prodi Agroekoteknologi dan Alwan Afif Fadhillah dari Prodi Agribisnis. Kelima mahasiswa beda program studi itu dibimbing oleh dosen Eka Maulana dan Deffi Armita.
"Kami memilih ini karena ketersediaan cabai merah di Indonesia masih sangat minim (kurang). Sementara kebutuhannya cukup tinggi. Minimnya produksi cabai merah di Tanah Air bisa karena serangan hama atau kena penyakit," katanya.
Menyinggung cara kerja Agrowbot, Candra menerangkan untuk sistem kerjanya, robot itu bisa membangkitkan medan elektromagnetik pada tanah yang bisa memicu imun atau ketahanan tanaman cabai sehingga lebih tahan penyakit dan bisa memicu percepatan fotosintesis.
Selain itu, robot juga bisa memantau suhu, kelembaban dan intensitas cahaya. Robot akan berjalan otomatis di areal pertanian dan pemilik lahan bisa memantaunya dari jauh misalkan lewat telepon genggam (HP). "Robotnya otomatis, tinggal dinyalakan saja," kata dia.
Menurut Candra, robot perlu diaktifkan antara 4-5 jam per minggu. Itu rata-rata akumulasi per minggu, artinya tidak terus menerus. Sedangkan untuk efektivitas produksi, tidak otomatis, namun untuk jangka panjang.
Candra menerangkan sebelum mengikuti lomba di Bangkok, tim telah mengujinya, namun tidak memakai robot, medianya beda namun sama memakai elektromagnetik. Jika memakai elektromagnetik, lebih cepat hasilnya. Namun, tak dipungkiri masih ada kekurangannya.
"Ini masih penelitian awal. Masih belum bisa diaplikasikan karena perlu pengembangan lagi, termasuk metodenya agar bisa efektif dan efisien. Jika nanti bisa diterapkan teknologi ini diharapkan mampu untuk memenuhi kebutuhan konsumsi cabai merah di Indonesia dan menjadi solusi teknik budi daya yang ramah lingkungan," ucapnya.
Agrowbot ini menggunakan akrilik 3 mm dan menggunakan 4 roda dan 4 Motor DC 12V dengan kontrol 1 buah Driver Motor L298N. Sedang sensor Ultrasonik HC-SR04 terpasang 3 buah dan depan samping kiri dan samping kanan dengan sudut 45 derajat dua buah.
Selanjutnya, mikrokontroler Arduino Nano dan Modul GPRS SIM9000 satu buah, Push-Button terpasang tiga buah beserta LCD dipasang pada bagian atas robot. Sedang sumber dayanya memakai baterai 12V 5Ah.
"Harapan kami apa yang kami ciptakan ini bisa diterapkan di kalangan petani dan mampu meningkatkan produktivitas cabai merah petani agar bisa memenuhi kebutuhan masyarakat di Tanah Air," kata mahasiswa Universitas Brawijaya ini.