Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Airnya Diolah, Biayanya Murah

Direktorat penyelidikan masalah air di bandung, berhasil mengembangkan cara pengolahan air limbah industri untuk keperluan pertanian. (ilt)

2 Oktober 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUDAH lama sumber pengairan sawah lan tambak petani di Cimahi, Jawa Barat, tercemar oleh limbah industri. Biiit padi Bengawan yang banyak ditanam di sana masih menghasilkan 4 ton gabah kering giling per hektar--tergolong normal. Tapi ikan sudah tidak bisa hidup lagi di perairan daerah itu. Untunglah Direktorat Penyelidikan Masalah Air yang berlokasi di Bandung itu sudah mengembangkan suatu cara penolahan air limbah industri itu agar diembali bermanfaat bagi pertanian. Usahanya itu antara lain menghasilkan Pilot Plant Penanggulangan Pencemaran Air di Cimahi. Pertengahan September lalu instalasi itu dikunjungi oleh Menteri Negara PPLH Emil Salim dan Menteri PU Poernomosidi Hajisarosa. Kedua pejabat tlnggi itu merasa cukup puas dengan hasilnya. Bahkan Emil Salim mencicipi rasa air yang sudah diolah itu. "Baik," katanya. Saat ini biaya pilot plant itu sekitar Rp 5 juta, tidak termasuk harga tanah buat lokasinya. Biaya pengolahan per meter kubik air Rp 55. "Cukup murah," ujar Ka-Sub-Dit Hidrokimia DPMA, Ir. Badruddin Mahbub, Dipl.S.E. "Apalagi tidak sampai 2% dari biaya operasi pabrik tekstil!" Instalasi itu tampak sederhana saja. Sistemnya terdiri dari parit beton diseiingi beberapa bak dangkal bersegi enam dan bersegi empat. Tapi yang terpenting seluruh proses pengolahan air limbah itu tak menggunakan energi, misalnya untuk menjalankan. pompa atau peralatan lainnya. Proses itu berlangsung karena gaya gravitasi, artinya air mengalir dari atas ke bawah. "Atas" itu tempat pemasukan air yang disadap dari saluran pembuangan air limbah industri dan diatur melalui sebuah pintu air. Di sini juga terdapat saringan yang menggunakan jeriji besi, mencegah sampah dan kotoran kasar lainnya ikut masuk. Kemudian air limbah itu mengalir ke dalam sebuah bak berbentuk segi enam. Bentuk ini menyebabkan arus air menjadi berputar. Hingga partikel berat seperti pasir cepat mengendap dalam bak ini. Tahap selanjutnya ialah penggumpalan berbagai zat pencemar. Untuk ini digunakan beberapa bihan kimia seperti kapur, tawas, ferrosulfat atau kaolin. Ada beberapa kemungkinan kombinasi zat kimia itu, tapi sampai saat ini kedua petugas DPMA itu menemukan larutan kapur, ferrosulfat dan kaolin, masing-masing sebanyak 150 mg per liter, memberikan hasil yang baik. Cara mencampurkan larutan zat kimia dengan air yang juga menggunakan bak berbentuk segi enam. Perputaran arus air yang dihasilkan di sini berguna untuk pencampuran sempurna. Terdapat dua bak. Yang pertama untuk pencampuran larutan kapur dan yang kedua untuk larutan ferrosulfat dan kaolin. Larutan zat kimia itu berada dalam dua tangki plastik yang ditempatkan dengan keranka besi di atas kedua bak itu. Melalui pipa yang ujungnya diberi sumbat berlubang-lubang hingga peneluarannya bisa diatur, zat kimia itu dialirkan ke dalam kedua bak itu. Agar gumpalan yang terbentuk menjadi lebih besar, air dari kedua bak tadi dialirkan lai ke dalam bak segi empat yang bersekat-sekat papan. Letak sekat papan ini berselang-seling hingga saluran yang terbentuk cukup panjang dan gumpalan besar sempat terbentuk. Dari bak ini air mengalir lagi ke dalam bak pengendap gumpalan. Juga di sini terdapat sekat-sekat papan. Tapi air hanya bisa melewati bagian atas sekat-sekat itu dan gumpalannya mengendap di dasar. Sewaktu-waktu gumpalan itu bisa dibuang melalui saluran di dasar bak itu. Sementara air yang sudah melewati sekat yang terakhir, memasuki sebuah pipa pralon yang letaknya juga tinggi hingga hanya air permukaan saja yang masuk. Di sini air telah bersih. Tapi masih kekurangan oksigen. Dan biasanya airnya bersifat sedikit basa. Untuk menetralkan kembali air itu biasanya diberikan asam sulfat antara 0-0,7 mg per liter. Tahap terakhir ialah air dialirkan ke dalam bak dangkal yang luas. Di sini selama 34 hari air kembali menerima oksigen secara alamiah, dan selanjutnya alr itu sudah memenuhi syarat untuk pengairan pertanian. Sistem pengolahan di Cimahi itu masih punya kelemahan, yaitu untuk mengatasi perubahan kadar atau jenis pencemaran itu sendiri. Sebab perubahan itu menghendaki juga perubahan kadar atau jenis zat kimia yang ditambahkan. Menurut Badruddin, paling ideal jika air limbah industri itu sebelum diolah bisa ditampung dulu hingga kadar pencemaran bisa merata dalam "semacam kolam equalizer." Kini yang penting pengawasan terhadap kadar dan jenis pencemaran harus tetap berlangsung. "Saya sendiri masih mencari kombinasi campuran zat kimia yang mungkin bisa lebih baik lagi," ujar Badruddin lagi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus