SUDAH lama sumber pengairan sawah lan tambak petani di Cimahi,
Jawa Barat, tercemar oleh limbah industri. Biiit padi Bengawan
yang banyak ditanam di sana masih menghasilkan 4 ton gabah
kering giling per hektar--tergolong normal. Tapi ikan sudah
tidak bisa hidup lagi di perairan daerah itu.
Untunglah Direktorat Penyelidikan Masalah Air yang berlokasi di
Bandung itu sudah mengembangkan suatu cara penolahan air limbah
industri itu agar diembali bermanfaat bagi pertanian. Usahanya
itu antara lain menghasilkan Pilot Plant Penanggulangan
Pencemaran Air di Cimahi. Pertengahan September lalu instalasi
itu dikunjungi oleh Menteri Negara PPLH Emil Salim dan Menteri
PU Poernomosidi Hajisarosa. Kedua pejabat tlnggi itu merasa
cukup puas dengan hasilnya. Bahkan Emil Salim mencicipi rasa air
yang sudah diolah itu. "Baik," katanya.
Saat ini biaya pilot plant itu sekitar Rp 5 juta, tidak termasuk
harga tanah buat lokasinya. Biaya pengolahan per meter kubik air
Rp 55. "Cukup murah," ujar Ka-Sub-Dit Hidrokimia DPMA, Ir.
Badruddin Mahbub, Dipl.S.E. "Apalagi tidak sampai 2% dari biaya
operasi pabrik tekstil!"
Instalasi itu tampak sederhana saja. Sistemnya terdiri dari
parit beton diseiingi beberapa bak dangkal bersegi enam dan
bersegi empat. Tapi yang terpenting seluruh proses pengolahan
air limbah itu tak menggunakan energi, misalnya untuk
menjalankan. pompa atau peralatan lainnya. Proses itu
berlangsung karena gaya gravitasi, artinya air mengalir dari
atas ke bawah.
"Atas" itu tempat pemasukan air yang disadap dari saluran
pembuangan air limbah industri dan diatur melalui sebuah pintu
air. Di sini juga terdapat saringan yang menggunakan jeriji
besi, mencegah sampah dan kotoran kasar lainnya ikut masuk.
Kemudian air limbah itu mengalir ke dalam sebuah bak berbentuk
segi enam. Bentuk ini menyebabkan arus air menjadi berputar.
Hingga partikel berat seperti pasir cepat mengendap dalam bak
ini.
Tahap selanjutnya ialah penggumpalan berbagai zat pencemar.
Untuk ini digunakan beberapa bihan kimia seperti kapur, tawas,
ferrosulfat atau kaolin. Ada beberapa kemungkinan kombinasi zat
kimia itu, tapi sampai saat ini kedua petugas DPMA itu menemukan
larutan kapur, ferrosulfat dan kaolin, masing-masing sebanyak
150 mg per liter, memberikan hasil yang baik.
Cara mencampurkan larutan zat kimia dengan air yang juga
menggunakan bak berbentuk segi enam. Perputaran arus air yang
dihasilkan di sini berguna untuk pencampuran sempurna. Terdapat
dua bak. Yang pertama untuk pencampuran larutan kapur dan yang
kedua untuk larutan ferrosulfat dan kaolin. Larutan zat kimia
itu berada dalam dua tangki plastik yang ditempatkan dengan
keranka besi di atas kedua bak itu. Melalui pipa yang ujungnya
diberi sumbat berlubang-lubang hingga peneluarannya bisa
diatur, zat kimia itu dialirkan ke dalam kedua bak itu.
Agar gumpalan yang terbentuk menjadi lebih besar, air dari kedua
bak tadi dialirkan lai ke dalam bak segi empat yang
bersekat-sekat papan. Letak sekat papan ini berselang-seling
hingga saluran yang terbentuk cukup panjang dan gumpalan besar
sempat terbentuk. Dari bak ini air mengalir lagi ke dalam bak
pengendap gumpalan. Juga di sini terdapat sekat-sekat papan.
Tapi air hanya bisa melewati bagian atas sekat-sekat itu dan
gumpalannya mengendap di dasar.
Sewaktu-waktu gumpalan itu bisa dibuang melalui saluran di dasar
bak itu. Sementara air yang sudah melewati sekat yang terakhir,
memasuki sebuah pipa pralon yang letaknya juga tinggi hingga
hanya air permukaan saja yang masuk. Di sini air telah bersih.
Tapi masih kekurangan oksigen. Dan biasanya airnya bersifat
sedikit basa. Untuk menetralkan kembali air itu biasanya
diberikan asam sulfat antara 0-0,7 mg per liter.
Tahap terakhir ialah air dialirkan ke dalam bak dangkal yang
luas. Di sini selama 34 hari air kembali menerima oksigen secara
alamiah, dan selanjutnya alr itu sudah memenuhi syarat untuk
pengairan pertanian.
Sistem pengolahan di Cimahi itu masih punya kelemahan, yaitu
untuk mengatasi perubahan kadar atau jenis pencemaran itu
sendiri. Sebab perubahan itu menghendaki juga perubahan kadar
atau jenis zat kimia yang ditambahkan. Menurut Badruddin, paling
ideal jika air limbah industri itu sebelum diolah bisa ditampung
dulu hingga kadar pencemaran bisa merata dalam "semacam kolam
equalizer." Kini yang penting pengawasan terhadap kadar dan
jenis pencemaran harus tetap berlangsung. "Saya sendiri masih
mencari kombinasi campuran zat kimia yang mungkin bisa lebih
baik lagi," ujar Badruddin lagi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini