MUSIM dingin tahun lalu tercatat sebagai peristiwa tidak biasa. Di Eropa dan Amerika Serikat, salju turun sangat tebal. Di Florida dan Niza, tempat yang sering dikunjungi orang Utara untuk melarikan diri dari hawa dingin, salju juga datang berkunjung. Demikian pula di Brazil. Selama ini, tempat dengan suhu paling rendah adalah Werchojansk, dengan -54C. Kini, di Siberia suhu bisa mencapai -60C. Sementara itu, di Selandia Baru, Australia, bahkan beberapa tempat di Indonesia, turun hujan badai yang sempat menimbulkan bencana. Lalu muncul olok-olok, "Matahari lebih banyak bersinar di masa lampau." Mungkin juga ada benarnya. Tetapi apakah kita kini memang sedang menyaksikan proses perubahan iklim jangka panjang, atau sekadar sesuatu yang dengan sendirinya muncul setiap tiga dasawarsa? Apakah hal ini bersifat alamiah, atau karena ulah manusia? Di samping musim dingin yang begitu hebat, kita tahu, kekeringan yang dahsyat melanda Afrika, misalnya di Etiopia dan Sudan. Belum ada ilmuwan Yane berani menjawab gejala alam ini dengan pasti. Yang bisa dikonstatasi hanyalah, dalam dua atau tiga dasawarsa terlihat pengulangan periode cuaca yang tidak stabil, dalam arti kata eratic - tidak keruan. Perhatikan apa yang terjadi di Florida. Pada 21 Januari lalu, suhu turun hingga jauh di bawah nol, sehingga tanaman membeku. Daerah dingin mencapai Palm Beach. Tetapi, dalam seminggu, suhu naik sampai 80F, dan buah-buahan pecah, mekar dari kulitnya. Suhu rendah bergerak ke barat, dan di Colorado ia mencapai -61F. Demikian pula di Eropa. Tidak kurang dari 300 orang meninggal kedinginan. Tetapi, pada bulan Februari, suhu di Inggris naik lagi hingga 50F. Dalam pada itu, kota-kota di Swiss masih ditutupi salju amat tebal. Menghadapi musim dingin yang demikian hebat, orang seakan-akan lupa, bulan Juli-Agustus 1983 merupakan dua bulan paling panas di Amerika, sejak 1955. Setelah itu tibalah musim dingin yang paling panjang dalam 40 tahun terakhir, kecuali 1975. Dua musim panas terakhir di Inggris sebetulnya panas sekali, tetapi, pada 1981, Inggris berubah menjadi Siberia. Menurut Dr. Thomas Karl dan Dr. Robert Livezey dari Lembaga Oseanik Nasional AS (NOA), enam musim dingin terakhir di Amerika merupakan musim dingin yang sangat dingin. Tepatnya, selama tiga dari 10 bulan musim dingin delapan tahun terakhir ini, suhu rata-rata di Benua Amerika sekurang-kurangnya 1,5C di atas atau di bawah suhu rata-rata selama 89 tahun terakhir. Selama 20 tahun terakhir ini, hanya satu dari sepuluh bulan musim dingin menyimpang jauh dari keadaan normal. Sedangkan periode yang dianggap stabil itu masih dapat digolongkan normal (lihat: diagram). Dalam abad ini, rata-rata tercatat satu dari lima bulan musim dingin merupakan musim dingin dengan suhu amat rendah. Apa yang menyebabkan ini semua? Suatu keterangan yang diberikan oleh para ahli meteorologi ialah, adanya arus jet, angin yang berputar di atmosfer pada ketinggian sekitar 7.000 meter. Angin inilah yang memandu cuaca di permukaan bumi. Ia beredar mengitari bumi dari barat ke timur tetapi, dalam menempuh jalur itu, ia berkelok (meander) dalam suatu laras Utara-Selatan yang amat lebar. Selama delapan tahun terakhir, laras itu sangat lebar, sehingga arus jet di atas Eropa itu sebenarnya, juga berembus lebih dari arah utara ke selatan daripada dari arah barat ke timur. Bila peristiwa ini terjadi, ia mengembuskan udara dingin ke selatan. Itulah yang menyebabkan Eropa baru-baru ini menjadi sangat dingin. Sedangkan Islandia, yang berada tepat di bawah arus jet itu ketika ia kembali ke tempat asal, menjadi tempat paling panas. Belum bisa dijawab mengapa arus jet itu berpisah arah. Anggapan mengenai efek rumah kaca (green house), atau kemungkinan kita memasuki musim es yang kecil, juga tidak menjawab semua pertanyaan. Musim terus berubah. Sementara itu, penjelasan yang memuaskan belum juga kunjung tiba. M.T. Zen
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini