UBAR konon pernah jadi surga dunia. Segala macam kenikmatan dan keindahan duniawi gampang diperoleh di kota yang sarat dengan bangunan-bangunan berpilar tinggi itu. Ubar menjadi kota idaman bagi para kafilah di jazirah Arab, nun empat atau lima ribu tahun silam. Namun, seperti disebut dalam Al Quran, Allah murka menyaksikan kemaksiatan di kota itu. Ubar, yang disebut sebagai Iram dalam Quran, dijatuhi-Nya azabcemeti. Dan kota ini pun hancur lenyap ditelan padang pasir. Setelah berabad-abad terkubur dan hampir tak meninggalkan bekas, Ubar kini ditemukan kembali. Sebuah tim yang dipandu oleh Prof. Juris Zarin, arkeolog dari Southwest Missouri State University, Amerika, dan didukung jasa satelit, telah berhasil menguak reruntuhan kota itu. Letaknya di daerah Ghofar, bagian selatan Kerajaan Oman. "Penemuan ini berharga untuk merekonstruksikan sejarah," kata Zarin. Misi penggalian arkeologis itu dimulai November 1991 lalu. Setelah hampir tiga bulan menggaruk tanah di sana-sini, tim Zarin ini mendapatkan hadiah istimewa. Februari lalu mereka menemukan tembok dari batu bersusun berbentuk segi delapan yang diyakini sebagai menara kastil. "Pada zamannya dulu, Ubar memang dikenal sebagai kota yang memiliki menaramenara tinggi," kata Zarin. Di sekeliling tembok itu juga ditemukan pelbagai macam keramik berornamen Romawi, Yunani, Suriah, Mesir, bahkan Cina. Barang-barang itu, dilihat dari bentuk dan ornamennya, diduga berasal dari zaman 2.800 tahun sebelum Masehi. Di antara barang keramik itu dijumpai pula 40 blok tanah datar yang mungkin saja dijadikan "tempat parkir" untaunta karavan. Menurut catatan yang ditulis sejarawan Arab Al Hamdani sekitar abad VI-VII Masehi, Kota Ubar didirikan Shaddad Ibnu Ad. Hamdani tak menyebut angka tahunnya. Yang terang, dalam catatan Hamdani ditulis bahwa pada zaman keemasannya Kota Ubar terkenal hampir di seluruh pelosok jazirah Arab, bahkan sampai ke Romawi dan Mesir, sebagai kota yang memiliki menara-menara dan bangunan tinggi. Catatan Hamdani ini memang sejalan dengan keterangan Quran. Dalam Surat Al-Fajr Ayat 6 dikatakan bahwa Iram dihuni oleh kaum Ad, sesuai dengan nama Shahad Ibnu Ad versi Hamdani. Pada ayat berikutnya Quran menulis pula tentang bangunan-bangunan tinggi itu. Dan Allah pun menimpakan siksa (Ayat 13) karena kaum Ad serakah dalam soal harta benda. Para ahli tafsir menyimpulkan Iram itu sebagai Ubar. Ubar dibangun di tepi sebuah oasis dengan air yang berlimpah. Tak mengherankan bila di kota ini terdapat banyak kebun buah-buahan yang hasilnya cukup meruah. Di sebelah selatan Ubar terdapat lembah yang cukup subur. Di situ terdapat hutan yang tak lebat tapi bisa menghasilkan resin dan kayu. Sebagian penduduk Ubar mengolah resin ini. Produknya adalah obat, bahan wewangian, kemenyan, serta zat lilin untuk membalsam jenazah. Kemenyan konon banyak dijual ke Yerusalem, dan balsam diekspor ke Mesir. Sebagian lain, penduduk kota ini jadi perajin emas atau membuat pelana untuk unta-unta karavan. Sejauh ini, masih sulit diketahui kapan Ubar itu terkubur. Boleh jadi, kota ini masih bertahan sampai sekitar awal tahun Masehi. Sebab, Claudius Ptolemeus, seorang ahli astronomi dan geografi dari Alexandria, Mesir, yang hidup di abad kedua Masehi, membuat peta Jazirah Arab lengkap dengan jalur karavan ke Kota Ubar. Sayangnya, tak ada penjelasan apakah gambar itu dimaksudkan sebagai peta sejarah ataukah peta yang fungsional pada zamannya. Namun, lantaran peta itu pula Nicholas Clapp, sutradara film dokumenter yang banyak berkeliaran di Timur Tengah, jatuh hati pada Ubar. Clapp menemukan peta itu sepuluh tahun lalu pada sebuah buku tua yang ditulis oleh seorang petualang Inggris, Bertram Thomas, 60 tahun lalu. Dalam bukunya itu Thomas bercerita tentang pelbagai mitos Ubar dan petualangannya mencari kota itu dengan berbekalkan peta Ptolemeus. Tapi misinya gagal total. Clapp ingin mengikuti jejak Thomas. Tapi Clapp tak mau mengulang kesalahan pendahulunya. Seperti dikisahkan di New York Times Februari lalu, dia mengajak sobatnya George Hedges, seorang pengacara di California. Mereka kemudian membuat tim dengan merekrut arkeolog Prof. Juris Zarin, ahli geologi, dan penginderaan jarak jauh (remote sensing) Ronald G. Bloom, serta Sir Ranulph Fienes, warga Inggris yang pernah jadi orang dekat Sultan Oman, Qaboos Ibnu Said. Izin penelitian mudah keluar karena jasa Ranulph Fienes yang pernah jadi penasihat militer di Oman. Lantas tim ini mempelajari hasil-hasil foto satelit Landsat milik Amerika dan sebuah satelit lain milik Prancis. Peta kuno Ptolemeus itu rupanya ada juga gunanya. Berkat informasi dari peta itu tim ini langsung membidikkan perhatiannya ke wilayah Oman Selatan. Tak sia-sia. Foto-foto yang dibangun dari pancahayaan sinar inframerah itu memperlihatkan adanya bekas-bekas rute karavan yang menuju Ubar. Panjangnya ratusan kilometer. Tapi foto-foto itu kurang lengkap. Maka, Clapp dan kawan-kawannya mengajukan permohonan ke Nasa agar diizinkan mempelajari foto-foto hasil bidikan pesawat ulang-alik Challenger, yang pernah melintasi udara Oman. Dengan foto-foto baru itu, profil terinci tentang kondisi geologi Oman makin terlihat. Rute karavan itu makin jelas terlihat dan garisgarisnya lebih kontinyu. Jalur itu menuju satu titik, sebuah bekas oasis besar yang kini terbenam pasir. Namun, tak mudah menelusuri jalan unta itu karena sudah tertimbun pasir setinggi 180 meter. Akhirnya mereka menggunakan radar penetrasi tanah. Maka Ubar pun terkuak. Sebab-musabab kota tua ini hancur sedang dipelajari. Namun, ada yang bisa digali dari penemuan itu. Ubar, seperti dikatakan Al-Fajr Ayat 20, hancur karena penduduknya tamak dan serakah dengan harta benda. Putut Trihusodo
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini