Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Batu Baterai Buah Pare

1 Februari 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BERAWAL dari tugas mata pelajaran fisika, tiga siswa kelas IX SMP Negeri 2 Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan, berhasil membuat baterai dari buah pare. Izza Fajriani, Akmal, dan Nurul Wahyuningsih menemukan fakta penting, parutan buah pare (Momordica charantia L) ternyata bisa menggantikan serbuk karbon pada baterai. Inovasi mereka berhasil meraih penghargaan USAID Prioritas pada Oktober lalu.

"Saat saya sedang menjelaskan baterai dan bagian-bagiannya, siswa bertanya apakah karbon bisa diganti dengan bahan lain yang ramah lingkungan," cerita Mukhlis Mustaqim, guru ilmu pengetahuan alam ketiga siswa itu, kepada Tempo pekan lalu. Ketika itu, akhir Desember 2014, dia sedang menjelaskan soal arus listrik. Mereka lalu sepakat untuk melakukan penelian.

Mula-mula mereka mendata berbagai bahan alami yang bersifat asam dan dapat menghantarkan arus listrik. Soalnya, elektrolit dalam batu baterai bersifat asam. Mereka mencoba apel, kulit pisang, jeruk, bahkan pasta gigi. Baterai yang mereka pakai berukuran AAA, 1,5 volt. Namun listrik yang dihasilkan sangat kecil.

Ide menggunakan buah pare muncul tatkala Izza menyantap paria kambu saat makan siang. Paria kambu adalah makanan khas Makassar yang berbahan dasar buah pare. "Awalnya saya tidak yakin karena buah pare itu bersifat basa. Tidak mungkin zat basa bisa menghasilkan muatan listrik," kata Mukhlis.

Tapi percobaan tetap mereka lakukan. Setelah dua pekan, pada percobaan ketujuh, baterai pare buatan Izza, Akmal, dan Nurul akhirnya mengalirkan listrik. Awalnya daya yang dihasilkan amat kecil, cuma 0,8 volt dan hanya bertahan selama 15 menit. Batu baterai yang ada di pasaran mampu menyimpan tenaga hingga 1,5 volt. Setelah tiga bulan eksperimen, daya listrik meningkat mencapai 1,2 volt.

Cara membuat baterai pare ini mudah. Alat yang diperlukan hanya pisau, tang, lidi, pemarut, kabel, dan volt meter, ditambah baterai bekas dan buah pare. Selain ramah lingkungan, sisa parutan buah pare di batu baterai yang sudah habis daya listriknya dapat digunakan sebagai tinta spidol.

Karya tiga siswa SMP ini belum dipatenkan. Kini mereka mencari perguruan tinggi yang mau bekerja sama menyempurnakan baterai pare tersebut. Dari segi penampilan, batu baterai ini masih butuh dipoles agar menarik. Kualitasnya juga perlu diperbaiki agar dayanya meningkat dan stabil serta tahan lama seperti baterai lain. "Kami yakin batu baterai buah pare ini bisa diproduksi massal," kata Mukhlis.


  • Baterai bekas 1,5 volt,
  • Pare
  • Pisau
  • Tang
  • Lidi
  • Pemarut
  • Sarung tangan
  • Kabel
  • Volt meter
    1. Buka baterai bekas dan buang serbuk karbonnya. Batang karbonnya jangan sampai patah.
    2. Potong buah pare, buang bijinya, lalu parut sampai halus. Hasil parutannya diperas tapi jangan terlalu kering.
    3. Parutan pare dimasukkan ke penampang bateri dan masukkan kembali batang karbon dan dites dengan volt meter. Baterai ditutup kembali dan siap digunakan.
  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    >
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus