Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Seiring dengan Joe Biden diambil sumpahnya sebagai Presiden Amerika Serikat ke-46 di tangga Capitol Hill, pada Rabu 20 Januari 2021, para staf Gedung Putih sibuk men-setting ulang Ruang Oval di Gedung Putih. Di antara yang mereka tambahkan di sana adalah sebuah artefak batuan dari Bulan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut laporan dari Washington Post, Biden memintanya ada di ruangannya itu dengan harapan, 'selalu mengingatkan bangsa Amerika akan ambisi dan pencapaian dari generasi sebelumnya'. Sampel batuan itu disebut dipinjamkan dari Johnson Space Center, NASA, di Houston, Texas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Saya sangat antusias, seperti halnya banyak kolega saya,” kata Noah Petro, anggota tim ilmuwan di proyek Lunar Reconnaissance Orbiter di Goddard Space Flight Center, NASA. “Yang ingin diketahui setiap orang pada waktu itu pertama-tama adalah, 'Sampel mana yang akan terpilih?'" Jawabnya kini telah diketahui: Sampel Bulan 76015.143.
Astronot Harrison 'Jack' Schmitt (satu-satunya geolog yang sudah pernah sampai ke Bulan) dan Eugene Cernan yang membawa pulang sampel itu ke Bumi dalam misi Apollo 17--misi berawak terakhir NASA ke Bulan--pada Desember 1972. Sebelumnya, sepanjang 1969 sampai 1972, para astronot Apollo mengumpulkan 842 pounds atau hampir 382 kilogram sampel dari permukaan Bulan.
“Setiap bongkah batuan Bulan yang telah dikumpulkan memberi informasi penting kepada kita tentang sejarah Bulan," kata Petro.
Schmitt mencongkel sampel 76015.143 itu dari sebuah batuan besar di Station 6, sebuah situs di dasar North Massif, pegunungan di sisi utara Taurus-Littrow Valley. Sampel yang belakangan diketahui berusia 3,9 miliar tahun itu menguak riwayat bencana benturan Bulan dengan asteroid besar yang terakhir.
Ketika sebuah meteor atau asteroid menghantam permukaan Bulan, benturan itu mentransfer sejumlah besar energi ke seluruh permukaaan Bulan, yang kemudian bisa mematahkan atau melelehkan batuan di kerak Bulan. "Batuan itu, ketika meleleh, terbentuk kembali dalam sebuah proses geologi yang instan," kata Petro.
Menurut NASA, sampel 76015.143 dapat dilacak ke riwayat hantaman asteroid yang menciptakan Imbrium Impact Basin, sebuah kawah berdiameter 711,5 mil. Itu sebabnya, Michelle Thompson, ilmuwan sistem planet di Purdue University menyebut sampel seperti 76015.143 bak kapsul waktu.
"Sejak peristiwa tumbukan besar 'mengatur ulang' umur batuan, setiap umur yang kita ukur dari sampel dapat menginformasikan kapan tumbukan itu terjadi," katanya. "Dengan menghitungnya di banyak sampel batuan, kita dapat memahami sejarah tabrakan-tabrakan yang dialami Bulan."
Kebanyakan sampel Bulan yang dikumpulkan selama enam misi Apollo tersegel dalam kontainer di Lunar Sample Laboratory Facility di Johnson Space Center, NASA, di Houston, Texas. Beberapa dipisahkan ke dalam potongan-potongan kecil dan sudah diuji segera setelah mereka tiba di Bumi. Beberapa lainnya tetap tak tersentuh, dijaga sampai kemajuan teknologi bisa mengupas asal usulnya.
Ilmuwan NASA, misalnya, baru aja membuka satu sampel, juga dari Apollo 17, dua tahun lalu, atau beberapa bulan setelah perayaan 50 tahun misi Apollo 11. "Apa yang kami pelajari sama seperti kami meneliti sampel batuan dari Bumi. Bagaimana proses pembentukannya? Terbuat dari apa? Jenis batuan apa ini?" kata Petro.
Tapi, tidak seperti batuan Bumi, sampel batuan Bulan berusia sangat tua. Bulan, yang diperkirakan sudah ada setidaknya sejak 4,5 miliar tahun lalu, tidak memiliki siklus lempeng tektonik batuan seperti halnya Bumi. Begitu juga dengan peristiwa erosif yang disebut sangat berbeda dari di Bumi. Itu artinya permukaan Bulan adalah rumah untuk jenis-jenis batuan tertua yang pernah diteliti ilmuwan di atau dari Bumi.
Sampel-sampel itu juga membantu para peneliti memahami lebih baik lingkungan antariksa yang keras. "Jika Anda mengamati permukaan batuan itu dengan mikroskop, Anda dapat melihat seluruhnya memiliki bopeng-bopeng yang disebabkan partikel debu hypervelocity," kata Thompson. "Kalau Bumi memiliki atmosfer yang melindungi kita, Bulan tidak. Jadi, dia terus dibombardir dengan partikel debu itu."
Sementara itu, sampel 76015.143 bukanlah batuan Bulan pertama yang sampai ke Ruang Oval, Gedung Putih. Pada 20 Juli 1999, astronot Neil Armstrong, Buzz Aldrin, dan Michael Collins menghadiahi Presiden Bill Clinton dengan sampel batu 10057.30. Sampel itu diambil dari potongan sampel batuan induknya, 10057.
Keberadaan sampel 76015.143 dalam Ruang Oval juga bisa memberi makna atas komitmen kebijakan Joe Biden terhadap sains dan teknologi. Ini juga bisa menjadi petunjuk ke mana dia akan mengarahkan eksplorasi NASA di masa pemerintahannya nanti.
Pada 2019, di masa pemerintahan Presiden Donald Trump, NASA mengungkap Program Artemis yang bertujuan mengirim perempuan pertama dan pria berikutnya ke Bulan pada 2024. Ini tenggat yang ketat, dan program itu telah mengalami beberapa kali penundaan. Banyak yang bertanya-tanya apakah pemerintahan Biden nanti akan melakukan refokus ke hal lain di sistem tata surya?
Jadi, seperti halnya dia menjadi jendela atas sejarah di Bulan, sampel 76015.143 pun menjadi menjadi jendela untuk melihat masa depan bagi NASA. Badan Antariksa itu dalam pernyataan resminya saat mengumumkan penempatan sampel 76015.143, mencoba menjawab sendiri perihal pertanyaan masa depan itu dengan mengklaim Presiden Joe Biden menunjukkan, "dukungan untuk pendekatan eksplorasi Amerika ke Bulan hingga Mars."
POPULAR MECHANICS