Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sains

Belum Ada Vaksin HMPV, Peneliti BRIN Dorong Pengembangan Tes Diagnostik Cepat

Peneliti BRIN menekankan perlunya pengembangan tes diagnosis cepat untuk virus HMPV.

16 Januari 2025 | 19.18 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Peneliti Ahli Madya Pusat Riset Kedokteran Preklinis dan Klinis BRIN Telly Purnamasari Agus dalam acara diskusi terkait virus HMPV di Gedung B.J. Habibie BRIN, Jakarta, 16 Januari 2025. TEMPO/Defara

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Ahli Madya Pusat Riset Kedokteran Preklinis dan Klinis Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Telly Purnamasari mengungkapkan bahwa hingga saat ini Indonesia belum mengembangkan vaksin untuk Human Metapneumovirus (HMPV).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Jadi kalau di Indonesia pengembangan vaksin untuk HMPV sendiri belum ada,” ujar Telly dalam acara diskusi terkait virus HMPV di Gedung B.J. Habibie BRIN, Jakarta Pusat, Kamis, 16 Januari 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Telly mengatakan bahwa salah satu langkah yang bisa dilakukan oleh BRIN adalah mengembangkan vaksin untuk HMPV. Namun, dia menambahkan bahwa mengembangkan vaksin dalam waktu singkat, seperti yang terjadi pada pandemi Covid-19, bukanlah hal yang mudah. “Kalau belajar dari pelajaran Covid yang lalu, rasanya mustahil kita mengembangkan vaksin dalam waktu satu tahun, dua tahun,” tuturnya.

Telly menekankan bahwa pengembangan vaksin memerlukan waktu yang sangat lama. “Butuh puluhan tahun untuk pengembangan vaksin,” ujarnya. Meskipun demikian, kata dia, bukan tidak mungkin bagi Indonesia mengembangkan vaksin seperti halnya saat Covid-19 karena waktu yang mendesak.

Di BRIN, tambah Telly, terdapat pusat riset yang fokus pada pengembangan vaksin dan obat. Dia menjelaskan bahwa pusat riset tersebut juga dapat melakukan penelitian terkait pengembangan vaksin, meskipun tidak hanya terbatas pada vaksin saja. Dia juga mengaitkan pengembangan vaksin dengan kebutuhan pengembangan alat diagnostik, termasuk tes cepat untuk mendeteksi HMPV.

Telly mengatakan saat ini diagnosis HMPV umumnya menggunakan PCR yang memerlukan SDM dengan keahlian khusus serta biaya dan waktu yang cukup besar. Oleh karenanya, peneliti BRIN itu menekankan perlunya pengembangan tes diagnosis cepat atau rapid diagnostic test (RDT), yang diharapkan dapat digunakan di daerah-daerah dengan keterbatasan fasilitas kesehatan.

“Tes cepat diagnosis ini bisa diaplikasikan, bisa digunakan untuk daerah-daerah dengan keterbatasan fasilitas kesehatan. Di daerah terpencil, sangat terpencil, tidak ada PCR begitu misalnya ya, kita bisa menggunakan RDT,” ujar Telly. Harapannya, dengan tes cepat ini, deteksi HMPV dapat dilakukan dengan lebih mudah dan efisien.

Meski demikian, Telly mengingatkan bahwa HMPV adalah penyakit dengan gejala mirip flu yang dapat berkembang menjadi penyakit berat jika tidak segera diobati. “Jangan dianggap ini cuma flu biasa,” kata dia menegaskan. Gejalanya bisa dimulai dengan sakit tenggorokan, pilek, dan batuk, yang kemudian dapat berkembang ke saluran pernapasan bawah, menyebabkan peradangan paru (pneumonia) atau bronchiolitis.

Jika tidak segera ditangani dengan tepat, lanjut Telly, penyakit ini dapat berakibat fatal, seperti sepsis atau kematian. “Kalau tidak terus diobati, perjalanan alamiah penyakitnya bisa menjadi ke arah penyakit berat,” kata dia. “Ini akan berakibat fatal, bisa sampai pada mengancam jiwa hingga kematian.”

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus