Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Beton Plus buat Anak-Cucu

Sebagian semen dalam beton bisa diganti limbah. Tiga pekan lalu, seminar tentang semen ramah lingkungan digelar di ITB. Bagaimana prospeknya?

31 Desember 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Inilah prinsip yang telah dipercaya bertahun-tahun oleh para ahli bangunan: "Beton terbaik menggunakan semen sebanyak-banyaknya". Namun F.X. Supartono menyangsikannya. Tapi dia juga penasaran. Maka pemilik PT Partono Fondas Engineering Consultant ini bereksperimen mencari bahan pengganti semen atau mengurangi proporsi semen, tanpa mengganggu kualitas beton.

Hasilnya? Jembatan layang Grand Wisata Bekasi adalah buah ikhtiarnya berbulan-bulan "mengulik" bahan alternatif beton. Berwarna kuning mencolok, jembatan itu memiliki struktur beton berbentuk huruf U terbalik. Tingginya 40 meter, panjang 81 meter. Kadar semen di jembatan yang membelah jalan tol Jakarta-Bandung itu dikurangi hingga 110 kilogram per meter kubik. "Kekuatannya sama, bahkan bisa lebih dari beton biasa," ujar Supartono.

Jembatan yang dibangun tahun lalu itu memiliki kekuatan beton 60 megapascal. Angka itu jauh di atas kategori beton antigempa, 20 megapascal. Dalam hitungan klasik, beton dengan kekuatan sebesar itu memerlukan semen 610 kilogram per kubik. Tapi jembatan tersebut hanya menggunakan 500 kilogram per kubik. Pengurangan diganti dengan limbah pembakaran batu bara (abu terbang) serta limbah mikrosilika (silicafume).

Menurut Supartono, jembatan Grand Wisata telah menghemat energi 16,8 persen. Dosen Universitas Indonesia ini mengatakan, penghematan energi baru dihitung dari materi beton saja, belum termasuk energi pembuatan hingga pengadukan semen.

Dengan mengurangi semen, berarti emisi karbon dioksida bisa ditekan. Satu ton semen biasanya mengeluarkan satu ton karbon. Pabrik semen di dunia menyumbangkan 930 juta ton gas karbon per tahun. Intergovernmental Panel on Climate Change menempatkan semen pada urutan kedua setelah pembangkit listrik sebagai pelepas karbon terbesar.

Pabrik semen masuk daftar industri yang berpotensi menekan emisi gas rumah kaca. Misalnya dengan memakai mesin hemat energi dan mengganti bahan bakar fosil dengan biofuel. "Dari sisi beton, caranya, ya itu, mengurangi pemakaian semen," ujarnya. Pengurangan proporsi semen, menurut dia, juga terkait dengan cadangan batu kapur yang terbatas dan tak bisa diperbarui.

Institut Teknologi Bandung baru saja menggelar seminar tentang semen ramah lingkungan. Tujuannya mencari alternatif teknologi hemat energi, mengurangi emisi karbon dioksida, dan mendukung konservasi sumber daya alam. "Apa yang kita lakukan sekarang ini harus bisa dinikmati anak-cucu," kata Wakil Presiden Himpunan Ahli Konstruksi Indonesia ini.

Imbauan menjaga lingkungan itu sebenarnya sudah tertuang dalam pertemuan para praktisi teknik sipil se-Asia di Taiwan, Juni lalu. Deklarasi Taiwan mengamanatkan agar pembangunan dan usaha pelestarian lingkungan dapat berjalan berdampingan secara harmonis.

Menurut Supartono, mengurangi kadar semen dengan menambahkan limbah yang memiliki perilaku seperti semen tak mengurangi kekuatan beton. Selain mikrosilika dan abu terbang, terak metal bisa menjadi alternatif. "Atau tambahkan abu gosok, asal bukan dengan sembarang mencampur," katanya.

Beton dengan limbah kinerjanya jauh lebih baik ketimbang yang berjenis konvensional. Panas hidrasinya lebih rendah, sehingga risiko retak termal berkurang. Risiko susut juga menurun. Keuntungan lain: lebih tahan terhadap korosi sulfat, khususnya untuk konstruksi di laut atau pantai.

Indonesia memiliki potensi yang amat besar dalam pemakaian abu terbang sebagai bahan beton. Produksi abu terbang kini telah mencapai 4 juta ton per tahun. Pasokan terbesar biasanya berasal dari pembangkit listrik tenaga uap.

Sisa pembakaran batu bara ini tak bernilai ekonomis sehingga bisa didapat cuma-cuma. Abu terbang dapat menggantikan 20 atau 25 persen semen dalam beton. Pemakaian limbah ini memangkas 15 persen biaya materi. "Selama ini kita selalu bingung membuang sampah," kata Supartono. "Limbah yang keleleran itu sekarang amat berguna."

Limbah pabrik baja dan tembaga juga lumayan melimpah di Indonesia. Produksi terak baja dan tembaga diperkirakan mencapai 1,5 juta ton per tahun. Sedangkan limbah silika harus didatangkan dari Australia. Terak baja dan silika bisa mengurangi dua pertiga materi semen dalam beton.

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia memperkirakan potensi silika di Indonesia hingga miliaran ton. Peneliti LIPI Nurul Taufiqu Rochman telah mematenkan ramuan beton dengan tambahan 10 persen silika. Menurut dia, kekuatan beton bertambah dua kali lipat jika ditambah silika. Ketua Masyarakat Nanoteknologi Indonesia ini pun menciptakan alat penghancur silika, ball mill, hingga berukuran nanometer.

Selain dari Nurul, LIPI mematenkan beton keramik atas nama Herry Prijatama, yang menggunakan tambahan abu terbang dari PLTU Suralaya. Menurut Herry, beton keramik jauh lebih kuat, tahan asam, dan lebih ringan daripada beton biasa.

Keunggulan beton plus ini sudah teruji di beberapa bangunan luar negeri. Misalnya jembatan Great Belt East Denmark. Jembatan sepanjang 1.624 meter dengan menara beton setinggi 254 meter ini hanya memakai semen 300 kilogram per kubik. Selebihnya abu terbang dan silika.

Semen plus limbah bahkan sudah menghasilkan beton berkinerja tinggi, di atas 100 megapascal. Kekuatan beton campuran silika dan terak hampir mendekati baja. Misalnya, jembatan Prince Edward Kanada, jembatan Akibahara, atau jembatan Sakata Mirai, Jepang.

Di negara maju, beton hijau atau green concrete menjadi prioritas karena persediaan batu kapur sebagai bahan utama semen semakin tipis dan tak bisa diperbarui. Dosen teknik sipil Universitas Gadjah Mada, Iman Satyarno, mengatakan materi limbah dalam beton akan menjadi tren dunia pada masa mendatang.

Iman, yang pernah memperkenalkan Styrofoam sebagai campuran beton, mengatakan bahwa beton ramah lingkungan bisa berawal dari konsep daur ulang. Misalnya puing bangunan dipakai kembali menjadi tembok. Ia sudah mencoba menerapkan konsep ini setelah terjadi gempa di Yogyakarta tahun lalu.

Iming-iming harga hemat dan daya tahan lebih awet bisa menjadi daya pikat untuk mengembangkan beton ramah lingkungan. Iswadi Imran, Ketua Kelompok Rekayasa Struktur Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan ITB, menyebut beberapa perusahaan sudah membuat semen campuran dengan tambahan 25 persen abu terbang. Namun harganya masih sama dengan semen konvensional. "Di beberapa negara, perusahaan konstruksi yang memanfaatkan green concrete akan mendapat insentif dari pemerintah," ujar Iswadi.

Toh, pendekatan baru dalam ilmu perbetonan ini belum populer di Indonesia. Supartono mengatakan, saat ini hampir semua bangunan menggunakan beton berkadar semen amat tinggi. Standar nasional tentang tata cara perancangan campuran beton masih berorientasi pada semen sepenuhnya. "Sebuah departemen, misalnya, meminta semen sesuai dengan hitungan konvensional. Supaya dikira tak ada pengurangan bahan," ucapnya.

Yandi M.R., Ahmad Fikri (Bandung)

JUMLAH ENERGI/m3 BETON (kekuatan 60 megapascal)Beton biasa5.255 MegajouleBeton Plus4.371 MegajoulePenghematan 16,8%

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus