SISA 232 jenasah korban kecelakaan pesawat DC-10 awal tahun lalu
dikumpulkan dalam sebuah hanggar di Pelabuhan Udara O'Hare,
Chicago. Ketika itu Robert Stein memimpin tim yang bertugas
mengidentifikasi kepingan daging dan tulang itu. Penyidikannya
terutama mengandalkan ilmu kedokteran gigi forensik. Dr. Stein
membandingkan 99 ciri gigi dan rahang dengan foto sinar-X dan
catatan susunan gigi sebelum dan sesudah kematian. Sekalipun
gigi itu sudah hancur, bentuk rahang, posisi akar dan ciri lain
bisa mengungkapkan identifikasi mayat itu.
Tahun 1978, penyidikan atas 140 jenasah korban kecelakaan
pesawat terbang di San Diego, California, memerlukan waktu 5
minggu. Sebanyak 50 jenasah diidentifikasikan secara positif
hanya dengan bantuan foto sinar-X gigi.
Ilmu ini di Indonesia juga sudah dikenal. Misalnya, Lembaga
Kriminologi Universitas Indonesia (LKUI) tahun 1974 diminta
mengidentifikasi jenasah pilot dan ko-pilot sebuah pesawat yang
terbakar. "Kedua jenasah itu bisa dikenal melalui giginya,"
cerita dr. Abdul Mun'im, dari lembaga itu.
Kepala Jawatan Identifikasi Mabak, Kol. Pol. Sunardi dalam ilmu
ini, khususnya di kalangan Polri, teringat pada jasa Letkol. Pol
Drg. Suprapto. Karena jasanya itu, "banyak pihak lalu terbuka
mata," tutur Sunardi. Polri sendiri kini sedang mendata gigi
anggotanya.
Ikatan Peminat Odontologi Forensik Indonesia (IPOFI) yang tidak
terdiri dokter gigi saja sudah terbentuk. Dan dalam suatu Kursus
Penyegar Odontologi Forensik di Jakarta Februari lalu, dr. Arif
Budijanto dari FK-UI mengusulkan agar identifikasi gigi mulai
diterapkan pada calon haji. Dokter ini pernah menggunakan metode
ini untuk kasus Ir. Nurdin Koto yang terbunuh tahun 1978. Dari
mengetahui ciri teknik penambalan beberapa gigi, yang hanya
dipakai di Eropa Tengah, dr. Arif membantu polisi menentukan
identitas mayat itu sebagai Ir. Nurdin Koto.
Bahwa ilmu identifikasi gigi perlu dikembangkan di Indonesia,
dr. Abdul Mun'im mengingatkan kembali peristiwa kecelakaan
pesawat jamaah haji di Kolombo akhir tahun 1978. "Dari sekian
korban, hampir tak ada yang bisa dikenal secara jelas,"
tuturnya. "Cukup memalukan sebenarnya."
Kol. Pol. Sunardi mengemukakan mayat yang sudah membusuk atau
terbakar hangus, tak mungkin dikenali lewat sidik jarinya.
Alternatif yang ampuh adalah identifikasi melalui gigi. Seperti
halnya sidik jari, katanya, penelitian melalui komputer
menunjukkan "kemungkinan persamaan sidik gigi 1 banding 2
milyar."
Tebal tipisnya gigi bisa dijadikan indikasi umur seseorang.
Kalau giginya tipis dan renggang, berarti orangnya sudah tua. Di
Kantor Dinas Kesehatan Polri, Letkol. dr. Agung Legowo
Tjiptomartono menjelaskan bahwa selain usia seseorang bisa
ditentukan dari giginya, bisa juga diketahui orang itu perokok,
dan merokoknya dengan pipa atau tidak. Lekukan di gigi akibat
pipa, misalnya, bisa dibedakan dengan gigi seseorang penjahit
yang suka menggigit jarum.
Belum Mendesak
Selain Ir. Nurdin Koto, menurut dr. Agung, juga terungkap
melalui ilmu ini identitas Kartika yang dibunuh suaminya, Bob
Liem di Hongkong. Juga ilmu ini memberi bukti dalam kasus
penipuan asuransi di Surabaya. Ada seorang dikabarkan mati, tapi
ternyata masih hidup. Penyidikan terhadap giginya membuktikan
dialah orang yang tadinya dikabarkan mati. Uang asuransi jiwa
sebanyak Rp 50 juta sempat ia gaet.
Iapi usul untuk mendata gigi calon haji, jika dilaksanakan,
mungkin akan mengakibatkan ONH makin tinggi. Menurut dr. W.
Bahwawi MD MPH, Koordinator Tim Kesehatan Haji Indonesia (TKHI),
pendataan gigi bagi calon haji belum mendesak betul. Masalahnya,
seperti dikemukakan juga oleh Letkol. Pol. Drg. Lessang, Kepala
Lembaga Kesehatan Khusus, Dinas Kesehatan Polri, ialah metode
sebagai pelengkap saja.
Jika secara sukarela, pendataan gigi masyarakat memang akan
sukar dicapai. Walaupun seseorang pergi ke dokter gigi, biasanya
tercatat keadaan giginya yang diobati saja, tidak secara
keseluruhan. Jarang pula dokter gigi yang menyimpan file gigi
pasiennya.
Namun setiap dokter gigi bisa diminta, tentu dengan ongkos
seperlunya, untuk mendata gigi. Sederhana prosesnya. Untuk ini,
dokter gigi mencatat keadaan gigi pada sehelai kartu data.
Informasi ini ditulis dengan kode angka atau kode huruf. Bagian
yang spesifik seperti gigi berlubang, ada tambalan atau tumbuh
tidak teratur, dicatat khusus. "Kalau mau lebih afdol, dibuatkan
foto rontgen," nasihat dr. Agung. "Untuk itu semua, biayanya
paling tinggi Rp 10.000. "
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini