Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Bila Gigi Calon Haji Dicatat

Banyak penyidik tentang indentitas terungkap dengan ilmu kedokteran gigi forensik. ilmu ini di indonesia sudah dikenal yang bisa membantu mengenal korban.

12 April 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SISA 232 jenasah korban kecelakaan pesawat DC-10 awal tahun lalu dikumpulkan dalam sebuah hanggar di Pelabuhan Udara O'Hare, Chicago. Ketika itu Robert Stein memimpin tim yang bertugas mengidentifikasi kepingan daging dan tulang itu. Penyidikannya terutama mengandalkan ilmu kedokteran gigi forensik. Dr. Stein membandingkan 99 ciri gigi dan rahang dengan foto sinar-X dan catatan susunan gigi sebelum dan sesudah kematian. Sekalipun gigi itu sudah hancur, bentuk rahang, posisi akar dan ciri lain bisa mengungkapkan identifikasi mayat itu. Tahun 1978, penyidikan atas 140 jenasah korban kecelakaan pesawat terbang di San Diego, California, memerlukan waktu 5 minggu. Sebanyak 50 jenasah diidentifikasikan secara positif hanya dengan bantuan foto sinar-X gigi. Ilmu ini di Indonesia juga sudah dikenal. Misalnya, Lembaga Kriminologi Universitas Indonesia (LKUI) tahun 1974 diminta mengidentifikasi jenasah pilot dan ko-pilot sebuah pesawat yang terbakar. "Kedua jenasah itu bisa dikenal melalui giginya," cerita dr. Abdul Mun'im, dari lembaga itu. Kepala Jawatan Identifikasi Mabak, Kol. Pol. Sunardi dalam ilmu ini, khususnya di kalangan Polri, teringat pada jasa Letkol. Pol Drg. Suprapto. Karena jasanya itu, "banyak pihak lalu terbuka mata," tutur Sunardi. Polri sendiri kini sedang mendata gigi anggotanya. Ikatan Peminat Odontologi Forensik Indonesia (IPOFI) yang tidak terdiri dokter gigi saja sudah terbentuk. Dan dalam suatu Kursus Penyegar Odontologi Forensik di Jakarta Februari lalu, dr. Arif Budijanto dari FK-UI mengusulkan agar identifikasi gigi mulai diterapkan pada calon haji. Dokter ini pernah menggunakan metode ini untuk kasus Ir. Nurdin Koto yang terbunuh tahun 1978. Dari mengetahui ciri teknik penambalan beberapa gigi, yang hanya dipakai di Eropa Tengah, dr. Arif membantu polisi menentukan identitas mayat itu sebagai Ir. Nurdin Koto. Bahwa ilmu identifikasi gigi perlu dikembangkan di Indonesia, dr. Abdul Mun'im mengingatkan kembali peristiwa kecelakaan pesawat jamaah haji di Kolombo akhir tahun 1978. "Dari sekian korban, hampir tak ada yang bisa dikenal secara jelas," tuturnya. "Cukup memalukan sebenarnya." Kol. Pol. Sunardi mengemukakan mayat yang sudah membusuk atau terbakar hangus, tak mungkin dikenali lewat sidik jarinya. Alternatif yang ampuh adalah identifikasi melalui gigi. Seperti halnya sidik jari, katanya, penelitian melalui komputer menunjukkan "kemungkinan persamaan sidik gigi 1 banding 2 milyar." Tebal tipisnya gigi bisa dijadikan indikasi umur seseorang. Kalau giginya tipis dan renggang, berarti orangnya sudah tua. Di Kantor Dinas Kesehatan Polri, Letkol. dr. Agung Legowo Tjiptomartono menjelaskan bahwa selain usia seseorang bisa ditentukan dari giginya, bisa juga diketahui orang itu perokok, dan merokoknya dengan pipa atau tidak. Lekukan di gigi akibat pipa, misalnya, bisa dibedakan dengan gigi seseorang penjahit yang suka menggigit jarum. Belum Mendesak Selain Ir. Nurdin Koto, menurut dr. Agung, juga terungkap melalui ilmu ini identitas Kartika yang dibunuh suaminya, Bob Liem di Hongkong. Juga ilmu ini memberi bukti dalam kasus penipuan asuransi di Surabaya. Ada seorang dikabarkan mati, tapi ternyata masih hidup. Penyidikan terhadap giginya membuktikan dialah orang yang tadinya dikabarkan mati. Uang asuransi jiwa sebanyak Rp 50 juta sempat ia gaet. Iapi usul untuk mendata gigi calon haji, jika dilaksanakan, mungkin akan mengakibatkan ONH makin tinggi. Menurut dr. W. Bahwawi MD MPH, Koordinator Tim Kesehatan Haji Indonesia (TKHI), pendataan gigi bagi calon haji belum mendesak betul. Masalahnya, seperti dikemukakan juga oleh Letkol. Pol. Drg. Lessang, Kepala Lembaga Kesehatan Khusus, Dinas Kesehatan Polri, ialah metode sebagai pelengkap saja. Jika secara sukarela, pendataan gigi masyarakat memang akan sukar dicapai. Walaupun seseorang pergi ke dokter gigi, biasanya tercatat keadaan giginya yang diobati saja, tidak secara keseluruhan. Jarang pula dokter gigi yang menyimpan file gigi pasiennya. Namun setiap dokter gigi bisa diminta, tentu dengan ongkos seperlunya, untuk mendata gigi. Sederhana prosesnya. Untuk ini, dokter gigi mencatat keadaan gigi pada sehelai kartu data. Informasi ini ditulis dengan kode angka atau kode huruf. Bagian yang spesifik seperti gigi berlubang, ada tambalan atau tumbuh tidak teratur, dicatat khusus. "Kalau mau lebih afdol, dibuatkan foto rontgen," nasihat dr. Agung. "Untuk itu semua, biayanya paling tinggi Rp 10.000. "

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus