Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Balai Pengawas Obat dan Makanan atau BPOM Kalimantan Tengah melarang pelabelan bajakah sebagai obat penyakit kanker karena belum diuji secara klinis.
"Menjual bajakah sebagai obat tradisional boleh saja tetapi yang tidak boleh ketika memberinya klaim dengan berlebihan," kata Kepala BPOM Kalteng Trikoranti Mustikawati di Palangka Raya, Kamis, 22 Agustus 2019.
Dia mengatakan, di antara klaim yang dinilainya berlebihan itu seperti pernyataan "bajakah bisa mengobati penyakit kanker". Padahal hal itu belum dilakukan penelitian secara mendalam.
Dengan adanya pelabelan itu warga yang benar-benar memerlukan obat kanker akan tergiur dengan klaim dapat mengobati penyakit tersebut.
"Ini bisa jadi bentuk pembohongan publik. Apakah yang dijual itu betul-betul berisi bajakah, bajakah jenis apa atau ada campuran dengan bahan lain sehingga bisa diklaim dapat menyembuhkan kanker," katanya.
Pernyataan itu diungkapkan Trikoranti saat dikonfirmasi terkait pengawasan peredaran salah satu tumbuhan di Kalimantan Tengah yang saat ini tengah menjadi perbincangan publik itu.
Dia mengungkapkan bahwa pihaknya bersama Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Tengah pada Rabu (21/8) datang ke lokasi penjualan obat tradisional yang ada di Kota Palangka Raya.
Dalam kesempatan itu pihaknya menemukan banyak penjual bajakah yang mencantumkan klaim berlebihan. Selain itu juga ditemukan penjualan obat tradisional yang tidak mencantumkan label izin edar.
"Jadi para pedagang itu kita lakukan pembinaan. Kita ingatkan tidak boleh gunakan penanda yang berlebihan dan untuk segera ajukan izin edar jika ingin memproduksi dan menjual jamu atau obat tradisional itu," katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berita lain terkait bajakah, bisa Anda simak di Tempo.co.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini