Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Bunga Penyerap Limbah

6 Maret 2017 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tim peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia berhasil memanfaatkan bunga matahari (Helianthus annuus L.) sebagai penyerap limbah penambangan emas (tailing). Riset dilakukan di lokasi penambangan masyarakat di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, sejak Februari 2015.

Emas didapatkan dari batuan yang digali para penambang menggunakan teknik amalgamasi atau gelundung. Caranya, mencampur bijih emas dengan cairan merkuri (air raksa). Hanya, limbah yang dihasilkan berupa logam berat berbahaya karena beracun.

Meski telah mengalami proses amalgamasi, sisa batuan yang dibuang ternyata masih menyimpan kandungan emas dalam jumlah kecil, tembaga, dan perak. Warga yang mengetahui hal itu biasanya mengolah kembali tailing dengan cara sama seperti para penambang. "Tailing itu biasanya masih mengandung emas 40 persen," kata ketua tim riset dari Unit Pelaksana Teknis Loka Uji Teknik Penambangan Jampang Kulon LIPI, Rhazista Noviardi, dua pekan lalu. Anggota tim riset terdiri atas Aryo Dwi Handoko, Ratih Nurjayati, dan Lyza Primadona.

Pemakaian gelundung dan larutan merkuri meningkatkan pencemaran limbah berbahaya. Dampaknya, limbah meresap ke tanah atau mengalir bersama air sungai yang dipakai menambang. Sedangkan batuan yang menjadi limbah dibuang ke sungai dan sebagian ada yang disimpan dalam karung.

Untuk mengurangi dampak bahan berbahaya itu, tim LIPI memanfaatkan tanaman untuk menyerap logam berat yang ada dalam limbah penambangan emas. Secara alami, menurut Rhazista, setiap tanaman mengandung logam dan unsur lain dalam tanah tempatnya tumbuh. Tanaman memerlukan unsur hara, seperti tanah, media tanam, dan kompos. "Di dalam tanah, logam berikatan dengan logam atau unsur lain," ucap Rhazista. Selain emas, tembaga berikatan dengan unsur sulfur, yang menjadi zat hara bagi tanaman. Ketika tanaman menyerap sulfur, tembaga juga terbawa dan akhirnya terakumulasi.

Untuk menyerap emas, yang tergolong logam berat, alam menyediakan jenis tanaman tipe hiperakumulator. Karakter tanaman ini toleran terhadap kandungan logam berat. Di area pertambangan, lazim ditanami rumput gajah dan kiswa. "Biasanya fitomining itu jenis rumput-rumputan, termasuk bunga matahari," katanya.

Tim lantas memutuskan menggunakan bunga matahari. Alasannya, faktor keindahan bunga itu diharapkan bisa diterima warga sebagai alat mengurangi pencemaran limbah penambangan emas. Selain itu, bunga matahari cepat tumbuh. Dalam dua-tiga bulan dapat dipanen.

Uji coba dilakukan di laboratorium rumah kaca. Bahan utama yang disiapkan antara lain kompos, limbah penambangan, dan EDTA, bahan kimia untuk mengikat logam. EDTA digunakan agar tanaman mudah menyerap logam seperti emas. "EDTA hanya sebagai pembantu. Kalau di tubuh manusia disebut katalis," kata Rhazista.

Dilakukan empat metode penanaman dalam percobaan ini. Pot pertama diisi batuan limbah penambangan. Pot kedua hanya berisi kompos. Pot ketiga diisi 25 persen limbah penambangan dan 75 persen kompos. Komposisi pot keempat sebaliknya. Menurut Rhazista, tailing akan mengeras bila terkena air. "Kalau keras, tanaman susah tumbuh. Kasih kompos supaya tailing lebih gembur dan akar tanaman mudah tembus," ujarnya.

Berat isi tiap pot sama, yaitu empat kilogram. Setelah dua setengah bulan, hingga bunga matahari mekar, tanaman dipanen lalu dikeringkan. Semua bagian dari tanaman, seperti akar, batang, dan bunga, dibakar hingga menjadi abu. Semua bahan kemudian dianalisis.

Awalnya limbah penambangan mengandung 4 miligram emas per kilogram. "Setelah diberi perlakuan, sebanyak 0,3 miligram per kilogram dapat diserap bunga matahari," katanya. Hasil berskala laboratorium rumah kaca itu membuktikan bunga matahari sanggup menyerap sisa emas dari limbah penambangan.

Sisa limbah penambangan setelah unsur logamnya terserap bunga matahari bisa dibuang atau dimanfaatkan sebagai batuan untuk paving block, dengan campuran semen dan pasir. "Masyarakat sebaiknya tidak memakai merkuri lagi. Arahnya ke sana," ujar Rhazista.


1. Pot pertama diisi batuan limbah penambangan.
2. Pot kedua hanya berisi kompos.
3. Pot ketiga diisi 25 persen limbah penambangan dan 75 persen kompos.
4. Pot keempat diisi 75 persen limbah penambangan dan 25 persen kompos.

1. Dilakukan empat metode penanaman dalam percobaan ini.
2. Berat isi tiap pot sama, yaitu empat kilogram. Setelah dua setengah bulan, hingga bunga matahari mekar, tanaman dipanen, lalu dikeringkan.
3. Awalnya limbah penambangan mengandung 4 miligram emas per kilogram. “Setelah diberi perlakuan, sebanyak 0,3 miligram per kilogram dapat diserap bunga matahari.”
4. Sisa limbah penambangan setelah unsur logamnya terserap bunga matahari bisa dibuang atau dimanfaatkan sebagai batuan untuk paving block, dengan campuran semen dan pasir.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus