Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Bandung - Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla menceritakan 50 tahun lebih perjalanan hidupnya sebagai pengusaha hingga negarawan saat menerima gelar Doktor Kehormatan atau Honoris Causa di Aula Barat Institut Teknologi Bandung (ITB) Senin 13 Januari 2020.
Kisah lelaki kelahiran Watampone, Sulawesi Selatan, 15 Mei 1942 itu kadang diselingi tawa. Di antaranya soal awal perjalanan karirnya yang dirintis bersama lima insinyur muda dari ITB di awal 1980-an yang tergabung dalam PT Bukaka Teknik Utama.
Pada 1990-an saat pembangunan tahap dua bandara Soekarno-Hatta, mereka membuat garbarata yaitu jembatan akses penumpang dari terminal ke pesawat.
Sebelum pembuatan, kata Kalla, perusahaan mengirimkan para insinyur terbaiknya untuk mempelajari garbarata ke berbagai bandara terbaik di dunia.
Selain mengamati dan memotret, tim berdiskusi informal dengan para teknisi dan operator sekaligus mendata komponen, merk, dan taksiran harga garbarata. “Tanpa disadari sebenarnya saat itu Bukaka sedang melakukan apa yang para pakar sebut sebagai reverse engineering,” katanya.
Ikut tender dengan modal desain sendiri, JK meyakinkan beberapa menteri termasuk BJ Habibie yang menjadi Menteri Riset dan Teknologi. “Saya sampaikan bahwa beliau bisa membangun pesawat terbang, masa jembatannya saja kami tidak mampu bangun,” katanya. Habibie mendukung rencana mereka.
Setelah masuk dalam daftar dengan harga penawaran terendah, Bukaka dikalahkan oleh perusahaan yang dekat dengan pusat kekuasaan, yaitu keluarga Suharto. Perusahaan itu, kata Kalla, hanya berperan sebagai agen dari produsen garbarata luar negeri. “Nuansa KKN (kolusi, korupsi, dan nepotisme) memang sangat kental saat itu,” kata Kalla dalam pidatonya.
Dia lantas mendatangi pengusaha yang menang tender itu. Kalla mengatakan perusahaannya menawarkan produk dalam negeri seperti anjuran Presiden Suharto. Dia juga katakan proyek itu kecil bagi mereka tapi adalah hidup-mati bagi ribuan karyawan dan puluhan ribu keluarganya. “Saya juga sampaikan bahwa saya orang Bugis yang lebih baik mati berdarah daripada mati kelaparan. Dia pun terkejut lalu mundur,” ujar Kalla.
Akhirnya Bukaka yang mendapatkan proyek itu. Suharto, kata Kalla, kemudian menamakan produk jembatan penumpang ke pesawat itu sebagai garbarata. Dari momen itu produksi nasional garbarata telah dipakai tersebar di berbagai bandara dunia seperti Singapura, Jepang, Thailand, India, Malaysia, Myanmar, Hongkong, serta Chile.
ANWAR SISWADI
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini