Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sebuah studi multinasional mengungkap bahwa Covid-19 memiliki pengaruh pada penderita penyakit saluran cerna fungsional (Irritable Bowel Syndrome/ IBS).
Baca:
Klaster Covid-19 dari Klub Senam di Tasikmalaya, 47 Orang Tertular
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penelitian itu menemukan pasien dengan IBS cenderung mengalami kualitas hidup yang lebih buruk, bahkan enggan mengikuti pembatasan sosial selama pandemi dibandingkan yang tidak mengalami IBS.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penelitian melibatkan peneliti dari berbagai negara di Asia, seperti Singapura, Bangladesh, China, Hong Kong, Indonesia, Jepang, Malaysia, Filipina, Korea Selatan, dan Taiwan. Dari Indonesia, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Ari Fahrial Syam terlibat dalam studi itu.
Menurutnya, sebagian pasien IBS mengalami perburukan gejala. “Yang membuatnya berisiko terkena Covid-19 dengan gejala yang lebih berat,” ujar dia dalam keterangan tertulis Jumat, 12 Maret 2021.
Pasien-pasien IBS biasanya datang dengan keluhan nyeri perut, kembung, serta diare atau konstipasi. Namun, pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan anatomi pada pasien-pasien IBS.
Pada populasi global, IBS merupakan gangguan sistem pencernaan yang cukup sering dialami. Menurut survei internet yang dilakukan secara global, dilaporkan bahwa prevalensi IBS di seluruh dunia berkisar antara 3-5 persen populasi dunia.
Dalam penelitian yang diterbitkan dalam jurnal internasional Journal of Gastroenterology and Hepatology pada 21 Februari 2021 itu juga mempengaruhi responden yang melaporkan belum pernah mengalami IBS. Ada sebesar 4,7 persen partisipan mengalami gejala menyerupai IBS dalam tiga bulan pertama pandemi Covid-19.
“Studi yang telah dilakukan akan membantu pengelolaan pasien IBS selama masa sulit ini,” tutur Ari yang merupakan Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam FKUI itu.
IBS diduga merupakan penyakit yang sensitif dengan stres. Tekanan psikososial akan berakibat negatif pada sistem pencernaan sehingga menyebabkan orang-orang semakin rentan terkena IBS, atau gejala IBS yang akan memburuk.
Kondisi pandemi yang menyebabkan perubahan signifikan bagi gaya hidup sebagian besar orang di dunia, dikhawatirkan bisa berdampak pada pasien-pasien IBS ataupun meningkatkan jumlah kasus baru IBS.
Data penelitian diperoleh dari survei daring selama Mei-Juni 2020. Studi menggunakan kuesioner untuk menilai pengetahuan, sikap, dan perilaku partisipan terhadap kebersihan pribadi/personal hygiene dan pembatasan sosial/social distancing selama pandemi ini.
Beberapa pertanyaan juga ditujukan untuk menilai efek psikologis dari Covid-19 bagi responden. Survei disebar melalui media sosial seperti Facebook, WhatsApp, dan Instagram, yang menargetkan responden dari 33 negara di Asia.
“Semoga dari studi yang telah dilakukan ini, tenaga kesehatan turut memperhatikan kualitas hidup pasien-pasien IBS. Tidak hanya dari penyakitnya saja, tapi memperhatikan kualitas hidup pasien,” tutur Ari.
Hasil survei itu berhasil mengumpulkan 2.704 responden mengungkapkan 11,5 persen responden melaporkan mengalami IBS. Responden yang mengaku memiliki IBS memiliki kualitas hidup yang lebih rendah dari segi emosional, sosial, dan psikologis.
Sementara, 11,6 persen pasien IBS melaporkan gejala IBS yang memburuk. Sedangkan 26,6 persen melaporkan gejala IBS yang membaik dan 61,6 persen melaporkan tidak ada perubahan dari gejala IBS.
Pada subjek yang dalam penelitian ini mengalami perbaikan pada gejala IBS, salah satu kemungkinan penjelasan terjadinya perbaikan gejala, karena selama pandemi Covid-19 pasien IBS ini memiliki kendali yang lebih baik dalam hidupnya. Dengan durasi kerja yang lebih fleksibel, bekerja dari rumah, serta dukungan sosial saat awal pandemi, stres yang dialami akan berkurang dan gejalanya akan membaik.