Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Dengan sayap delta menembus mach 25

Nasa bersama 5 perusahaan pesawat terbang as, merancang proyek pembuatan pesawat hipersonik dengan 25 kali kecepatan suara. rancangan mesin pendorong & bahan kulit hidung pesawat telah ditemukan.

21 Oktober 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BILA kelak tiba saatnya pesawat ulang-alik dari generasi Discovery dan Atlantis harus memasuki masa pensiun, agaknya NASA tak perlu kebingungan. Setidaknya, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Amerika itu telah menemukan calon penggantinya: sebuah pesawat jet pipih bersayap delta, yang sanggup melesat ke langit dengan kecepatan 27.200 km per jam. Uniknya, pesawat itu tak membutuhkan bantuan roket raksasa sebagaimana Discovery atau Atlantis. Dia sederhana, mirip pesawat konvensional, dengan tanki bahan bakar dan mesin scramjet yang tersembunyi di dalam tubuhnya. Namun, berkat kecepatan hipersonik itu, dia sanggup meninggalkan lengkung atmosfer dan membebaskan diri dari gravitasi bumi dalam tempo 90 menit. Hingga saat ini, NASA belum memberikan nama khusus untuk rancang bangun pesawat ulang-alik generasi pertama untuk abad ke-21 itu. Dan itu memang soal gampang Yang jelas, soal pelik, yang menyangkut kebutuhan material untuk kulit hidung dan mesin pendorongnya, setahap demi setahap telah mulai bisa diatasi. Selama dua tahun belakangan, proyek orbiter itu memang berkonsentrasi mengatasi kedua hambatan tadi. Alhasil, seperti dilaporkan oleh Science Times edisi dua pekan lalu, NASA bisa mendapatkan bahan pelat karbon yang tahan panas. Pun mereka telah menemukan rancangan mesin yang bisa menyala di ujung atmosfer yang miskin oksigen. Pada mulanya, proyek NASA berangkat dari gagasan bekas Presiden Ronald Reagan, pada awal 1980-an. Ketika itu Reagan punya rencana besar, menjadikan Amerika sebagai negara pertama yang menerbangkan pesawat hipersonik yang sanggup melaju pada 8 kali kecepatan suara (8 mach). Proyek ini dimulai pada 1985, dengan biaya patungan dari NASA dan Departemen Pertahanan. Rupanya, rencana Reagan dengan pesawat X-30 itu menggugah minat negara-negara superkaya lain seperti Inggris, Jerman Barat, Prancis, dan Jepang. Inggris, misalnya, kini berupaya membangun pesawat Hotol (Horizontal Take-off and Landing Vehicle), yang bisa menembus batas kecepatan 8,7 mach. Kecepatan setinggi itu juga hendak dicoba dicapai oleh Hermes, pesawat hipersonik yang kini tengah dirancang Prancis. Jerman Barat dan Jepang pun tak mau ketinggalan. Mereka mencoba membuat pesawat serupa yang masing-masing diberi nama Sanger dan Hope. Barangkali lantaran tak mau jejaknya diikuti oleh negara lain, AS ingin melompat lebih jauh lagi. Proyek pesawat X-30 itu dievaluasi ulang. Lantas lahirlah proyek baru, yang sekarang digarap NASA bersama lima perusahaan pesawat terbang Amerika itu. Target kecepatannya pun dikerek naik, hingga menjadi 25 mach atau sekitar 17.000 mil per jam. Sasaran operasi pesawat itu pun dibikin lebih jelas. Dia akan berperan sebagai pesawat ulang-alik, yang sanggup keluar dari orbit bumi dan masuk kembali, setelah melempar satelit ke angkasa. Lebih dari itu dia juga bisa berperan sebagai pesawat militer: menyusup ke wilayah udara musuh sembari menenteng bom atau peluru kendali. Sebagai pengangkut satelit, pengoperasian pesawat ini akan lebih murah. Sebab, dia tak memerlukan roket pendorong berisi hidrogen cair, yang pada generasi Atlantis atau Discovery beratnya mencapai lebih dari 1.700 ton. Orbiter model mutakhir ini pun nantinya bisa take-off dan melandas kembali di berbagai bandar udara internasional. Menurut rancangan, wahana baru itu bakal seukuran dengan Atlantis atau Discovery. Tapi bentuk yang pipih itu membuat bobotnya hanya sepersepuluh berat Atlantis. Pengoperasiannya pun sederhana. Dia hanya perlu melibatkan 100 tenaga kerja selama lepas landas dan mendarat. Sedangkan Discovery atau Atlantis minta dilayani oleh 1.500 pekerja. Proyek ini dikerjakan oleh NASA dengan dukungan dari lima industri pesawat udara Amerika. Tapi sejumlah ganjalan menghadang. Dalam uji coba secara simulasi lewat komputer, disimpulkan bahwa berbagai material yang dipersiapkan tak akan sanggup menahan panas sampai 1.700 C selama berjam-jam, ketika pesawat itu masih berada di lingkungan atmosfer. Kalaupun ada, seperti bahan dipakai pada Atlantis, material itu dianggap terlalu berat. Tapi riset mahal itu akhirnya menemukan material yang dicari-cari, dari komposit karbon yang ringan dan tahan panas. Bahan itu kelak bakal dipasang di hidung pesawat, bagian yang akan mengalami gesekan paling besar dengan atmosfer. Tapi problem kulit itu tak muncul pada sayap atau bagian lain. Bahan bakar hidrogen cair yang bersuhu -250 C itu, sebelum dibakar, digunakan untuk mendinginkan kulit pesawat. Untuk proses pendinginan itu, dibuatlah jaringan pipa besar-kecil, mirip pembbtuh darah, yang mengalirkan bahan bakar dari tanki ke mesin pembakar. Dengan cara ini, dua sasaran tercapai sekaligus. Selain berguna untuk mendinginkan suhu badan pesawat, bahan bakar itu juga bisa dipanaskan hingga mencapai suhu sekitar 800 C, temperatur ideal untuk pembakaran. Mesin pesawat itu kini sedang dirancang oleh para ahli dari Pratt and Whitney, sebuah industri mesin pesawat di Amerika. Lewat serangkaian uji simulasi diketahui bahwa mesin itu baru sanggup melayani kerja sebatas kecepatan 16 mach. Namun, dengan perbaikan desain pada saluran pemasukan udara, mesin itu bisa dikatrol efisiensinya hingga mencapai 97,5 persen. Dengan efisiensi setinggi itu, berarti tanki bahan bakar bisa dikempiskan sampai 25%. Para ahli mesin Pratt and Whitney pada musim semi ini akan mencoba memperlebar skala saluran gas bakar dan gas buang, agar mesin bisa mencapai kecepatan 18 mach. Sayang, proyek yang sedang naik daun ini kini tengah terancam kekurangan dana. Para pejabat Pentagon menunjukkan gelagat ingin memangkas dana untuk proyek itu. Alasannya, "Teknologi yang tersedia belum matang." Pentagon akan meneruskan pembiayaannya jika proyek itu kembali direstui oleh Dewan Antariksa Nasional, yang diketuai oleh Wakil Presiden Dan Quayle . Kongres AS pun kini mulai meributkan alokasi dana US$ 4 milyar untuk proyek itu. Kelanjutan pembiayaan proyek ini, apa boleh buat, kembali bergantung pada Gedung Putih. Putut Tri Husodo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus