Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Dosen Institut Teknologi Bandung (ITB) Yuli Setyo Indartono menanggapi pernyataan Dahlan Iskan soal ultraviolet (UV) yang terkait dengan varian baru Covid-19 Omicron.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut pengajar Teknologi Energi Surya di Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara itu, ultraviolet terbagi tiga jenis berdasarkan panjang gelombangnya. Satu jenis di antaranya dinilai efektif untuk melawan bakteri dan virus.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sekitar empat hari lalu Dahlan Iskan mengunggah rekaman videonya di akun media sosial Instagram. Pada bagian awal video berdurasi 2 menit 11 detik itu, Dahlan menjelaskan soal asal usul nama Omicron. “Tapi itu kan nggak penting, yang penting adalah mengapa di Indonesia Omicron tidak separah di negara lain,” kata mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara itu.
Mengutip seorang dokter yang disebut ahli virus, Dahlan mengatakan alasannya. “Ternyata karena sinar UV yang menyinari Indonesia, itu lebih tinggi dibanding sinar UV yang menyinari negara lain,” katanya.
Dahlan membandingkan dengan negara bagian Texas, Amerika Serikat, yang panasnya disebut setara dengan Indonesia tapi kasus Covid-19 tinggi. Meskipun panas sekali, kata dia, sinar UV Texas hanya 4, sementara di Indonesia antara 8-10. Tingkat sinar UV tertinggi di Indonesia, yaitu 12, berada di Papua.
Menurut Yuli, ultraviolet adalah pancaran sinar dari matahari yang terbagi menjadi tiga jenis berdasarkan panjang gelombangnya dalam satuan nanometer. Ultraviolet A berpanjang gelombang 315–400, Ultraviolet B antara 280–314, dan Ultraviolet C yang terpendek yaitu 100–279. “Ultraviolet C memiliki energi yang paling tinggi,” kata dia kepada Tempo, Selasa, 21 Desember 2021.
Namun, semua ultraviolet C itu diserap oleh atmosfer atau molekul ozon sehingga makhluk di permukaan bumi tidak terpapar. Sementara mayoritas sinar ultraviolet B atau sekitar 90 persen diserap oleh molekul ozon di atmosfer. Hanya sekitar 10 persen yang lolos ke permukaan bumi.
Adapun ultraviolet A, tidak diserap oleh molekul ozon sehingga lolos sampai permukaan bumi. “Jenis ultraviolet yang digunakan untuk membunuh bakteri dan merusak virus adalah ultraviolet C,” kata Yuli.
Keampuhannya itu disebut sebagai germicidal UV. “Apakah UVA & UVB tidak bisa membunuh bakteri dan merusak virus? Mungkin bisa, namun tidak seefektif UVC.”
Dari laman BMKG dijelaskan, sinar ultraviolet merupakan bagian gelombang elektromagnetik dari energi radiasi matahari pada pita 100-400 nanometer. Radiasi matahari yang menjangkau permukaan bumi berada pada sekitar panjang gelombang 100 nanometer sampai 1 milimeter. Berdasarkan indeks ultraviolet, ada lima tingkat paparan radiasi sinar ultraviolet yang berkaitan dengan kesehatan manusia.
Tingkat pertama yang tergolong rendah risiko bahaya diberi warna skala hijau dengan skor 0-2. Warna kuning skor 3-5 menandakan risiko sedang, jingga skor 6-7 risiko tinggi, merah skor 8-10 berisiko sangat tinggi, lalu ungu tergolong ekstrem dengan skor indeks lebih dari 11.
Di laman BMKG, kondisi paparan ultraviolet di wilayah Indonesia itu ditampilkan pada gambar peta. Perubahan warna skala indeksnya dari hijau hingga ungu berlangsung per satu jam selama tiga hari, misalnya dari 21-23 Desember 2021.
Baca:
Penyebaran Omicron Tak Terbendung, Ini Saran Guru Besar FKUI
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.