SEBERAPA jauh sebetulnya ramalan cuaca bisa dipercaya,
jawabannya mungkin simpang siur. Tetapi belakangan ini, lembaga
dan perorangan yang membutuhkan jasa meteorologi, agaknya boleh
berharap banyak. Dengan masuknya dua teknologi -- komputer dan
satelit cuaca -- keterampilan peramalan cuaca mengalami kemajuan
besar. Terutama sejak 25 tahun terakhir.
Ramalan yang menyangkut perubahan besar, misalnya badai, kini
telah berkembang menjadi ilmu yang sesungguhnya. Ramalan seperti
itu, meliputi jangka waktu dua sampai sepuluh hari ke depan,
yang biasanya digolongkan pada "ramalan jangka menengah".
Sejak komputer dilibatkan, peramalan cuaca jangka menengah --
disebut juga klimatologi -- maju dua langkah ketimbang masa
sebelumnya. Kini, ramalan cuaca empat hari ke depan, sama
kuatnya dengan proyeksi dua hari pada sekitar 15 tahun lampau.
Di Eropa dan Amerika Serikat, komputerisasi pendataan
meteorologi menjadi perhatian yang sungguh-sungguh selama tahun
terakhir. Pusat Meteorologi Nasional Amerika, misalnya, memasuki
babak baru dengan menggunakan Control Data Cyber 205. Jenis ini
sama dengan yang dibeli Dinas Meteorologi Inggris tahun lalu.
Cyber 205 diandalkan mampu menyelesaikan ramalan menyeluruh 10
hari hanya dalam 15 menit. Dengan pesawat sebelumnya, IBM
360/195, pekerjaan itu memakan waktu lima jam. Tetapi Pusat
Klimatologi Eropa di Reading, Inggris, melangkah lebih maju.
Akhir tahun ini lembaga tersebut akan menggunakan Cray XMP.
Mesin ini bekerja tiga sampai lima kali lebih cepat ketimbang
Cray-1 A -- dan mungkin lebih cepat daripada Cyber. Perlombaan
di bidang komputerisasi ini tampaknya berlangsung cukup seru.
Tetapi, komputerisasi saja ternyata tidak lantas menjawab semua
persoalan. Buktinya, para ahli meteorologi AS pernah kecolongan,
Februari 1979. Di luarpelacakan, mendadak sontak taufan mengamuk
dan menimbuni Kota Washington dengan salju setebal dua kaki. Di
mana letak kesalahan?
Peralatan di kantor cuaca memang 'mencium' gelombang badai yang
sedang meluncur dari Pantai Atlantik. Tetapi tidak ada 'laporan'
lebih jauh tentang intensitas dan arah malapetaka itu. Ternyata
komputer yang dipergunakan tidak diprogram untuk mencatat
berbagai efek sampingan yang justru mungkin menimbulkan bahaya
besar. Dengan Cray-XMP konon kelemahan itu sudah teratasi.
Karena itu, untuk mendapat keterangan yang lebih lengkap di
bidang klimatologi, apalagi peramalan jangka pendek, komputer
saja tidak cukup. Para meteorolog harus dibantu jaringan
observasi yang lebih luas dan lebih baik. Sebagian besar
keterangan mengenai angin, suhu, kelembaban, dan tekanan di
atmosfer tinggi, datang dari balon-balon yang diluncurkan tiap
12 jam sekali dari 750 stasiun di berbagai penjuru dunia. AS
masih dibantu dua satelit polar. Di samping itu,
pesawat-pesawat terbang komersial juga memberikan sumbangan
yang tidak bisa diremehkan dalam melaporkan data-data angin.
Sistem balon juga masih mengandung kelemahan. Dengan laporan
yang masuk tiap 12 jam, tidak bisa diadakan persiapan untuk,
misalnya, menyongsong badai yang akan mengamuk dalam tiga jam
mendatang. Di AS, masing-masing stasiun observasi terpisah 350
km. Sebagai akibatnya, cuaca buruk yang terjadi di sekitar 50
km2 di anatara dua stasiun bisa luput dari pendataan.
Dengan peralatan yang semakin modern, toh masih banyak yang
belum diketahui dengan pasti mengenai keadaan dan perubahan
cuaca. Sebagai contoh, belum seluruhnya diketahui tentang
pembentukan awan berhujan, sampai pada proses pencurahannya.
Juga belum semua detil mengenai interaksi samudra dan atmosfer
dapat diungkapkan.
Para peramal cuaca memang mengharapkan satelit yang khusus
melacak angin. Di laboratorium Lembaga Atmosfer dan Samudra
Nasional di Boulder, Colorado, AS, para ilmuwan memang tengah
mempersiapkan pesawat semacam itu. Diberi nama Windsat, satelit
ini akan memantulkan kembali getaran-getaran infralaser aerosol,
misalnya, dari partikel debu tipis, di atmosfer. Dengan mengukur
frekuensi cahaya yang dipantulkan, sebuah instrumen menghitung
kecepatan dan arah aerosol, dan dengan demikian kecepatan angin
yang menerbangkannya. Teknik ini dinamakan lidar (light radar)
radar ringan. Windsat diharapkan meluncur sebelum 1990. Untuk
dekade mendatang, AS diperkirakan menghabiskan US$ 60 juta
sampai US$ 120 juta untuk teknologi observasi cuaca.
Di Indonesia, "alat otomatis justru sering salah," ujar Waan
Tarmin, peramal cuaca pada subbidang ramalan jasa meteorologi,
Pusat Analisa dan Pengolahan, Badan Meteorologi dan Geofisika.
Mengapa? "Kepekaan alat elektronis itu terlalu tinggi,"
jawabnya.
Waan mengaku, kantornya paling sering menerima umpat caci
masyarakat. "Masyarakat kurang memahami arti ramalan kami. Hujan
tak merata, misalnya, sering diartikan semua tempat akan
kebagian hujan." Padahal, hujan tak merata maksudnya "41% sampai
70% daerah yang diramalkan akan diguyur hujan."
Di Indonesia terdapat 118 stasiun pengamat cuaca, yang mencatat
suhu, kelembaban dan tekanan udara, arah dan kecepatan angin,
tinggi dan jenis awan, serta curah hujan. Catatan dibuat tiap
jam, dan dikirim ke Pusat setiap 3 jam. Data itu masih ditambah
dengan keterangan yang dikumpulkan 20 balon-radiosonde, yang
diluncurkan tiga jam sekali. Juga hasil pemotretan satelit GMS
(Geo Meteorological Satelite) milik Jepang.
Untuk mengumpulkan data sekian banyaknya, Badan Meteorologi dan
Geofisika mendirikan sub collecting centre di Medan,
Ujungpandang, Biak, Denpasar, dan Kemayoran, Jakarta.
Kantor-kantor inilah yang mengumpulkan data dari stasiun di
sekitarnya, kemudian mengirimkannya ke Pusat. "Cara dan alat
pengirimannya masih sederhana," kata Sawito, kepala subbidang
pengumpulan dan penyebaran, BMG. Informasi ini kemudian
dimanfaatkan di bidang perhubungan industri, hankam, pertanian,
pertambangan -- terutama lepas pantai. Dalam tahun 1982 tidak
kurang dari 713.794 data informasi yang dikeluarkan badan ini.
Dari April 1982 sampai Januari 1983 lembaga ini menghabiskan Rp
1,6 milyar untuk pembelian peralatan dan pemeliharaan. Anggaran
untuk tahun berikutnya direncanakan Rp 5,24 milyar. Baru
sebagian alat yang otomatis. Sebagian lagi peralatan manual,
buatan 1973. Bahkan ada alat buatan 1960. "Tapi semua nasih
jalan," ujar Sawito.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini