KETIKA gemuruh ledakannya mereda, terdengar sorak gembira dan
pekikan Banzai! Maka mereka menyaksikan suatu impian
Jepangmenjadi kenyataan: Sebuah terowongan di bawah Selat
Tsuragu menghubungkan dua pulau, Honshu dan Hokkaido.
Ledakan itu menghancurkan sisa batuan sepanjang 3 m, antara
kedua ujung terowongan pelopor (pilot tunnel) yang mulai digali
dari dua arah sejak April 1971. Pagi itu, 27 Januari, di
kediaman resminya di Tokyo, PM Yasuhiro Nakasone menekan sebuah
tombol, mengempas isyarat yang menempuh jarak lebih 700 km,
hingga memeratuk ledakan tadi, 100 m di bawah dasar Selat
Tsuragu.
Syahdan nama Selat Tsuragu semula bermakna 'perbatasan' antara
Honshu (daratan) dan Ezo. Baru tahun 1869 Jepang mendaulat Ezo
itu dan mengubah namanya menjadi 'Hokkaido' (Pulau Utara) Selama
ini puluhan kapalferry melintasl selat itu, mengangkut penumpang
dan barang antara Kota Aomori di Honshu dan Kota Hakodate di
Hokkaido.
Tapi cuaca di sana sering berubah buruk. Akibatnya setiap tahun
rata-rata 80 pelayaran kapal ferry dibatalkan. Pernah melapetaka
besar terjadi, September 1954. Toya Maru terbalik di selat itu
akibat angin topan, menyebabkan 1.442 orang tewas. Peristiwa itu
mendorong rencana terowongan yang dirintis mulai tahun 1964.
Terowongan pelopor setinggi 4 m dengan lebar 5 m itu merupakan
bagian darisistem tiga terowongan proyek Seikan. Terowongan
utama sistem itu, denn tinggi 9 m dan lebar 11 m, akan dilalui
dua jalur kereta api. Masih ada hampir 3 km sisa yang harus
digali untuk menghubungkan ke dua ujung terowongan utama itu.
Sedang yang ketiga, terowongan pelayanan, seukuran dengan
terowongan pelopor, juga sudah selesai.
Terowongan utama itu sepanjang 53,85 km, diantaranya 23 km lebih
berada di bawah permukaan laut. Ini menjadi terpanjang di dunia,
mengalahkan terowongan Shin Kanmon (19 km) yang menghubungkan
Pulau Honshu dengan Pulau Kyushu, juga di Jepang. Bahkan ia
mengalahkan rencana terowongan di bawan Selat Dover yang
diharapkan menghubungkan daratan Inggris dengan Eropa sepanjang
52 km. Proyek itu kini terhenti.
Saat ini orang membutuhkan waktu 41/2 jam naik feny dari Aomori
di Honshu ke Hakodateti Hokkaido. Jika menggunakan KA super
ekspres Shinkansen yang melaju dengan kecepatan 200 km per jam,
melalui terowongan Seikan, jarak itu bisa ditempuh dalam waktu
kurang dari 50 menit.
Terowongan Seikan memang semula direncanakan untuk menyalurkan
Shinkansen, menyambung jaur kereta api "peluru" itu dari
Morioka, tempat ia kini berakhir dari Tokyo. Jalur Shinkansen
baru itu akan mencapai Sapporo di Hokkaido. Dan jarak
Tokyo-Sapporo, yang sekarang masih menyita waktu hampir 17 jam,
kelak menjadi kurang dari 6 jam.
Tapi pamor proyek Seikan, yang pernah disanjung sebagai "Fajar
Teknologi Asia", semakin redup. Sebab JNR (Perusahaan KA
Nasional Jepang) selalu mengalami defisit, terutama dalam
pengoperasian Shinkansen. Bahkan kini JNR terlibat utang sampai
USS 78 milyar (Rp 54,6 trilyun). Perusahaan semi pemerintah itu,
yang memiliki terowongan Seikan, enggan memperluas jaringan
Shinkansen itu. Jumlah orang yang pulang- pergi antara Honshu
dan Hokkaido tahun lalu ternyata hanya 2,4 juta - jauh di bawah
harapan semula.
Kini rencana jalur itu hanya akan dilalui kereta api biasa.
Sementara gairah nasional terhadap proyek Seikan itu menjadi
surut, surat kabar di Tokyo, Yoimun Sbimbun menamakannya proyek
"Gajah Putih' (proyek mercu suar).
PM Nakasone masih melihat manfaat terowongan itu bagi pertahanan
Jepang. Hokkaido mempunyai nilai strategis yang besar,
berbatasan dengan wilayah Uni Soviet, termasuk beberapa pulau di
Kurilen yang diklaim kembali oleh Jepang. Hokkaido juga
menyimpan cadanan batu bara terbesar di Jepang, suatu sumber
day? penganti minyak.
Kalaupun kelayakan ekonomisnya suram, proyek itu jelas
memantapkan keunggulan teknalogi Jepang di bidang pembuatan
terowongan. Pengakuan internasional sudah datang. Dan tahun
1980, kontraktor Jepang, Obayashi Gumi, untuk pertama kali
dipercayakan membuat terowongan di Amerika Serikat.
Terowongan itu, bagian dari jaringan saluran pembuangan di bawah
Kota San Francisco, menembus tanah lembek di bawah permukaan
laut sepanjang 1 km dengan garis tengah 4 m. Pekerjaan ini lebi
sulit daripada menembus batu keras. Obayashi Gumi menggunakan
mesin penggali yang secara otomatis menyesuaikan kecepatan pisau
penggali untuk mengimbangi perbedaan tekanan tanah di atasnya.
Menurut taksiran Obayashi Gumi, mesin itu akan menggali
terowongan dengan kecepatan 10 m sehari. Dalam praktek ternyata
bisa dicapainya 20 m sehari, bahkan pernah 90 m. Menurut Jeffrey
Lee, direktur DPU San Francisco, kerjasama dengan perusahaan
Jepang itu menghasilkan penghematan sekitar US$ 1 juta (Rp 700
juta).
Di Bordeaux, kontraktor Prancis, Soletanche, menggunakan pula
mesin penggali yang dirancang dan dibikin Iseki Polytech di
Jepang. Mesin itu ternyata mampu menggali rata-rata 15 m sehari,
menembus tanah liat yang sangat lengket. Andre Baeza dari
Soletanche yang sudah berpengalaman 20 tahun membuat terowongan,
berkata, "Saya puas sekali denean mesin ini dan bakal memakainya
daiam proyek lain kelak."
Pembuatan terowongan punya sejarah panjang di Jepang. Yang
pertama dibuat pada jalur kereta api pertama antara Tokyo dan
Yokohama. Sejak itu dibuat ratusan lainnya, besar maupun kecil,
untuk berbagai keperluan seperti kereta api, lalan raya, saluran
air dan pembuangan. Tahun 1980 saja di seluruh Jepang
berlangsung konstruksi atas 1.700 lebih terowongan dengan
panjang total 1.420 km.
Pembuatan terowongan Seikan khususnya merupakan tantangan
teknologis yang luar biasa. Berbagai lapisan jenis batuan. dari
yang keras sampai yang empuk, harus dlterobos. Perembesan air
laut melalui rekahan dan sela dalam batuan itu selalu mengancam.
Sukses pembuatan terowongan Seikan itu terutama karena insinyur
Jepang mengembangkan dua inovasi teknik. Yaitu pengeboran uji
secara horisontal dan teknik pengisian rekahan dalam lapisan
batuan sebagai cara memperkuat dinding terowongan.
Pengeboran uji mengambil contoh batuan untuk penelitian
eologis, biasanya dilakukan secara vertika. Tapi mengebor
secara horisontal sangat su it, terutama karena menghadapi
tekanan besar dari masa batuan di atas. Semua kesulitan akhirnya
bisa diatasi hingga berkembang suatu teknik yang mampu mengambil
contoh lapisan batuan antara I sampai 2 km di aepan muka
terowongan yang sedang digali.
Teknik baru ini tak ternilai harganya untuk menguji perkiraan
data geologis sebelumnya dan mengetahui secara tepat kondisi
batuan dan sifat rembesan air. Khususnya rembesan air ini
merupakan problem teknologis yang cukup pelik dan mahal.
Biasanya harus dibuat dinding beton setebal 5 m untuk mengatasi
tekanan air yang besar di bawah Selat Tsuragu itu. Tapi ini
tentu tak mungkin.
Dari penelitian pengeboran horisontal tadi bisa diketahui bagian
lapisan batuan mana yang lemah karena berbagai rekahan. Ini
kemudian diisi dengan adukan cair semen bercampur bahan kimia
khusus hingga menghasilkan batuan bikinan yang keras dan padat.
Penggalian bisa berlangsung dengan aman dan dinding pelindung
terhadap rembesan air tekanan tinggi, cukup dibuat setebal 70-90
cm.
Inovasi teknologi itu mungkin juga kelak bermanfaat bagi
realisasi impian Indonesia. Terowongan yang menghubungkan Jawa
dengan Sumatera dan dengan Bali, misalnya.
Terowongan utama proyek Seikan itu bermula di Hanama, i daratan
Honshu dan sepanjang 13,55 km menurun (IYnooo) hingga di bawah
Tanjung Tappizaki, tempat bermula bagian di bawah laut sepanjang
23,3 km. Di Tanjung Tappizaki itu terdapat monumen yang
menghormati Osamu Dazai, pengarang Jepang tersohor yang harakiri
tahun 1948. Dari sini tampak Hokkaido membiru di kejauhan
seerang Selat Tsuragu.
Di tengah selat itu 100 m di bawah dasarnya dan 240 m di bawah
permukaan laut, bagian terowongan ini hampir mendatar (3/1.000),
untuk kemudian menanjak (IYnooo) ke arah Hokkaido. Baian bawah
laut ini terakhir di Yoshioka dan terus ia menembus daratan
Hokkaido sepanjang 17 km, hingga muncul di Yunosato.
Terowongan pelopor agak berbeda. Dua buah sumur dibor agak
miring ke arah Selat Tsuragu - satu di Tanjung Tappizaki dan
satu lagi di Yoshioka mencapai kedalaman 400 m (300-m di bawah
permukaan laut). Dari dasar kedua sumur itu, terowongan pelopor
mulai digali, mengarah ke atas pada titik pertemuannya, 100 m di
bawah dasar Selat Tsuragu. Panjang bagian "mendatar" ini hampir
22,3 km.
Terowongan pelayanan bercabang dari terowongan utama di bawah
Tanjung TappizaLi, kemulian mengikuti arah terowongan utama
sejajar dalam jarak 30 m, hingga bermuara lagi di terowongan
utama itu di bawah Yoshioka. Panjang total terowongan pelayanan
ini hampir 18 km, setiap 600 m terdapat terowongan penghubung
dengan terowongan utama.
Terowongan pelopor sepenuhnya dikerjakan oleh JRCC (Perusahaan
Konstruksi KA Jepang). Kedua terowongan lain dilaksanakan oleh
sejumlah kontraktor nasional. Tapi Direktur JNR, Fumio Takagi,
mulai mengeluh tentang biaya proyek Seikan itu, yang akan
membengkak menjadi Y 531 milyar (Rp 1,6 trilyun), hampir 2,5
kali lipat perkiraan semula selama ini proyek Seikan itu sudah
menelan 400 milyar (Rp 1,2 trilyun dan telah merengut 33
nyawa akibat berbagai kecelakaan. Proyek raksasa yang semula
diperkirakan selesai tahun 1978, kini masih menghatapi 3 tahun
lagi, mungkin dengan biaya Y 131 milyar (Rp 394 milyar) lagi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini