Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Gajah putih dari jepang

Pembuatan terowongan di bawah selat tsuragu (jepang) yang menghubungkan dua pulau, houshu dan hokka ido, merupakan keunggulan jepang di bidang tehnologi. (ilt)

5 Maret 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KETIKA gemuruh ledakannya mereda, terdengar sorak gembira dan pekikan Banzai! Maka mereka menyaksikan suatu impian Jepangmenjadi kenyataan: Sebuah terowongan di bawah Selat Tsuragu menghubungkan dua pulau, Honshu dan Hokkaido. Ledakan itu menghancurkan sisa batuan sepanjang 3 m, antara kedua ujung terowongan pelopor (pilot tunnel) yang mulai digali dari dua arah sejak April 1971. Pagi itu, 27 Januari, di kediaman resminya di Tokyo, PM Yasuhiro Nakasone menekan sebuah tombol, mengempas isyarat yang menempuh jarak lebih 700 km, hingga memeratuk ledakan tadi, 100 m di bawah dasar Selat Tsuragu. Syahdan nama Selat Tsuragu semula bermakna 'perbatasan' antara Honshu (daratan) dan Ezo. Baru tahun 1869 Jepang mendaulat Ezo itu dan mengubah namanya menjadi 'Hokkaido' (Pulau Utara) Selama ini puluhan kapalferry melintasl selat itu, mengangkut penumpang dan barang antara Kota Aomori di Honshu dan Kota Hakodate di Hokkaido. Tapi cuaca di sana sering berubah buruk. Akibatnya setiap tahun rata-rata 80 pelayaran kapal ferry dibatalkan. Pernah melapetaka besar terjadi, September 1954. Toya Maru terbalik di selat itu akibat angin topan, menyebabkan 1.442 orang tewas. Peristiwa itu mendorong rencana terowongan yang dirintis mulai tahun 1964. Terowongan pelopor setinggi 4 m dengan lebar 5 m itu merupakan bagian darisistem tiga terowongan proyek Seikan. Terowongan utama sistem itu, denn tinggi 9 m dan lebar 11 m, akan dilalui dua jalur kereta api. Masih ada hampir 3 km sisa yang harus digali untuk menghubungkan ke dua ujung terowongan utama itu. Sedang yang ketiga, terowongan pelayanan, seukuran dengan terowongan pelopor, juga sudah selesai. Terowongan utama itu sepanjang 53,85 km, diantaranya 23 km lebih berada di bawah permukaan laut. Ini menjadi terpanjang di dunia, mengalahkan terowongan Shin Kanmon (19 km) yang menghubungkan Pulau Honshu dengan Pulau Kyushu, juga di Jepang. Bahkan ia mengalahkan rencana terowongan di bawan Selat Dover yang diharapkan menghubungkan daratan Inggris dengan Eropa sepanjang 52 km. Proyek itu kini terhenti. Saat ini orang membutuhkan waktu 41/2 jam naik feny dari Aomori di Honshu ke Hakodateti Hokkaido. Jika menggunakan KA super ekspres Shinkansen yang melaju dengan kecepatan 200 km per jam, melalui terowongan Seikan, jarak itu bisa ditempuh dalam waktu kurang dari 50 menit. Terowongan Seikan memang semula direncanakan untuk menyalurkan Shinkansen, menyambung jaur kereta api "peluru" itu dari Morioka, tempat ia kini berakhir dari Tokyo. Jalur Shinkansen baru itu akan mencapai Sapporo di Hokkaido. Dan jarak Tokyo-Sapporo, yang sekarang masih menyita waktu hampir 17 jam, kelak menjadi kurang dari 6 jam. Tapi pamor proyek Seikan, yang pernah disanjung sebagai "Fajar Teknologi Asia", semakin redup. Sebab JNR (Perusahaan KA Nasional Jepang) selalu mengalami defisit, terutama dalam pengoperasian Shinkansen. Bahkan kini JNR terlibat utang sampai USS 78 milyar (Rp 54,6 trilyun). Perusahaan semi pemerintah itu, yang memiliki terowongan Seikan, enggan memperluas jaringan Shinkansen itu. Jumlah orang yang pulang- pergi antara Honshu dan Hokkaido tahun lalu ternyata hanya 2,4 juta - jauh di bawah harapan semula. Kini rencana jalur itu hanya akan dilalui kereta api biasa. Sementara gairah nasional terhadap proyek Seikan itu menjadi surut, surat kabar di Tokyo, Yoimun Sbimbun menamakannya proyek "Gajah Putih' (proyek mercu suar). PM Nakasone masih melihat manfaat terowongan itu bagi pertahanan Jepang. Hokkaido mempunyai nilai strategis yang besar, berbatasan dengan wilayah Uni Soviet, termasuk beberapa pulau di Kurilen yang diklaim kembali oleh Jepang. Hokkaido juga menyimpan cadanan batu bara terbesar di Jepang, suatu sumber day? penganti minyak. Kalaupun kelayakan ekonomisnya suram, proyek itu jelas memantapkan keunggulan teknalogi Jepang di bidang pembuatan terowongan. Pengakuan internasional sudah datang. Dan tahun 1980, kontraktor Jepang, Obayashi Gumi, untuk pertama kali dipercayakan membuat terowongan di Amerika Serikat. Terowongan itu, bagian dari jaringan saluran pembuangan di bawah Kota San Francisco, menembus tanah lembek di bawah permukaan laut sepanjang 1 km dengan garis tengah 4 m. Pekerjaan ini lebi sulit daripada menembus batu keras. Obayashi Gumi menggunakan mesin penggali yang secara otomatis menyesuaikan kecepatan pisau penggali untuk mengimbangi perbedaan tekanan tanah di atasnya. Menurut taksiran Obayashi Gumi, mesin itu akan menggali terowongan dengan kecepatan 10 m sehari. Dalam praktek ternyata bisa dicapainya 20 m sehari, bahkan pernah 90 m. Menurut Jeffrey Lee, direktur DPU San Francisco, kerjasama dengan perusahaan Jepang itu menghasilkan penghematan sekitar US$ 1 juta (Rp 700 juta). Di Bordeaux, kontraktor Prancis, Soletanche, menggunakan pula mesin penggali yang dirancang dan dibikin Iseki Polytech di Jepang. Mesin itu ternyata mampu menggali rata-rata 15 m sehari, menembus tanah liat yang sangat lengket. Andre Baeza dari Soletanche yang sudah berpengalaman 20 tahun membuat terowongan, berkata, "Saya puas sekali denean mesin ini dan bakal memakainya daiam proyek lain kelak." Pembuatan terowongan punya sejarah panjang di Jepang. Yang pertama dibuat pada jalur kereta api pertama antara Tokyo dan Yokohama. Sejak itu dibuat ratusan lainnya, besar maupun kecil, untuk berbagai keperluan seperti kereta api, lalan raya, saluran air dan pembuangan. Tahun 1980 saja di seluruh Jepang berlangsung konstruksi atas 1.700 lebih terowongan dengan panjang total 1.420 km. Pembuatan terowongan Seikan khususnya merupakan tantangan teknologis yang luar biasa. Berbagai lapisan jenis batuan. dari yang keras sampai yang empuk, harus dlterobos. Perembesan air laut melalui rekahan dan sela dalam batuan itu selalu mengancam. Sukses pembuatan terowongan Seikan itu terutama karena insinyur Jepang mengembangkan dua inovasi teknik. Yaitu pengeboran uji secara horisontal dan teknik pengisian rekahan dalam lapisan batuan sebagai cara memperkuat dinding terowongan. Pengeboran uji mengambil contoh batuan untuk penelitian eologis, biasanya dilakukan secara vertika. Tapi mengebor secara horisontal sangat su it, terutama karena menghadapi tekanan besar dari masa batuan di atas. Semua kesulitan akhirnya bisa diatasi hingga berkembang suatu teknik yang mampu mengambil contoh lapisan batuan antara I sampai 2 km di aepan muka terowongan yang sedang digali. Teknik baru ini tak ternilai harganya untuk menguji perkiraan data geologis sebelumnya dan mengetahui secara tepat kondisi batuan dan sifat rembesan air. Khususnya rembesan air ini merupakan problem teknologis yang cukup pelik dan mahal. Biasanya harus dibuat dinding beton setebal 5 m untuk mengatasi tekanan air yang besar di bawah Selat Tsuragu itu. Tapi ini tentu tak mungkin. Dari penelitian pengeboran horisontal tadi bisa diketahui bagian lapisan batuan mana yang lemah karena berbagai rekahan. Ini kemudian diisi dengan adukan cair semen bercampur bahan kimia khusus hingga menghasilkan batuan bikinan yang keras dan padat. Penggalian bisa berlangsung dengan aman dan dinding pelindung terhadap rembesan air tekanan tinggi, cukup dibuat setebal 70-90 cm. Inovasi teknologi itu mungkin juga kelak bermanfaat bagi realisasi impian Indonesia. Terowongan yang menghubungkan Jawa dengan Sumatera dan dengan Bali, misalnya. Terowongan utama proyek Seikan itu bermula di Hanama, i daratan Honshu dan sepanjang 13,55 km menurun (IYnooo) hingga di bawah Tanjung Tappizaki, tempat bermula bagian di bawah laut sepanjang 23,3 km. Di Tanjung Tappizaki itu terdapat monumen yang menghormati Osamu Dazai, pengarang Jepang tersohor yang harakiri tahun 1948. Dari sini tampak Hokkaido membiru di kejauhan seerang Selat Tsuragu. Di tengah selat itu 100 m di bawah dasarnya dan 240 m di bawah permukaan laut, bagian terowongan ini hampir mendatar (3/1.000), untuk kemudian menanjak (IYnooo) ke arah Hokkaido. Baian bawah laut ini terakhir di Yoshioka dan terus ia menembus daratan Hokkaido sepanjang 17 km, hingga muncul di Yunosato. Terowongan pelopor agak berbeda. Dua buah sumur dibor agak miring ke arah Selat Tsuragu - satu di Tanjung Tappizaki dan satu lagi di Yoshioka mencapai kedalaman 400 m (300-m di bawah permukaan laut). Dari dasar kedua sumur itu, terowongan pelopor mulai digali, mengarah ke atas pada titik pertemuannya, 100 m di bawah dasar Selat Tsuragu. Panjang bagian "mendatar" ini hampir 22,3 km. Terowongan pelayanan bercabang dari terowongan utama di bawah Tanjung TappizaLi, kemulian mengikuti arah terowongan utama sejajar dalam jarak 30 m, hingga bermuara lagi di terowongan utama itu di bawah Yoshioka. Panjang total terowongan pelayanan ini hampir 18 km, setiap 600 m terdapat terowongan penghubung dengan terowongan utama. Terowongan pelopor sepenuhnya dikerjakan oleh JRCC (Perusahaan Konstruksi KA Jepang). Kedua terowongan lain dilaksanakan oleh sejumlah kontraktor nasional. Tapi Direktur JNR, Fumio Takagi, mulai mengeluh tentang biaya proyek Seikan itu, yang akan membengkak menjadi Y 531 milyar (Rp 1,6 trilyun), hampir 2,5 kali lipat perkiraan semula selama ini proyek Seikan itu sudah menelan 400 milyar (Rp 1,2 trilyun dan telah merengut 33 nyawa akibat berbagai kecelakaan. Proyek raksasa yang semula diperkirakan selesai tahun 1978, kini masih menghatapi 3 tahun lagi, mungkin dengan biaya Y 131 milyar (Rp 394 milyar) lagi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus