"UNTUK merawat seorang yang mentalnya terkebelakang," kata Dr.
Prawoto di depan enam siswa Sekolah Perawat Anak Cacat Mental
(SPACM), "diperlukan kesabaran. Kemudian diperlukan pula sikap
ramah dan suka menolong."
Itulah pelajaran Ilmu Merawat di SPACM suatu siang pekan lalu.
Sekolah itu belum sebulan berdiri, dan baru pertama kali ini
diadakan untuk umum. Para lulusannya nanti, menurut harapan,
terjun ke masyarakat. Panti Asih di Pakem, Yogyakarta pernah
pula membuka pendidikan sejenis tapi untuk keperluan sendiri.
Perawatan anak cacat mental yang berfungsi seperti baby stter
pada satu keluarga memang jarang sekali. Soalnya ialah perawat
anak cacat tidak sekadar menemani yang dirawat. "Ia harus pula
memberi latihan kepada yang dirawat hingga bisa menolong diri
sendiri," tutur Ny. S. Askar, ketua Yayasan Mutiara. Adalah
yayasan itu yang mendirikan SPACM.
Meski kurikulum SPACM hanya membutuhkan siswa lulusan SD, nama
pelajarannya cukup keren. Ada Ilmu Mendidik, ada Psikologi,
Psikopatologi, Ilmu Meraat, Ilmu Penyakit dan
Penaktifan-Kesibukan. Maksud yang terakhir itu ialah berlajar
menciptakan kesibukan bagi yang dirawat, agar tak cuma bengong.
Siswa angkatan pertama (4 wanita, 2 pria) dijaring lewat iklan
yang dipasang di Harian Kedaulatan Rakyat, Yogyakarta. Rupanya
Yayasan Mutiara mengharap orang di kawasan Yogya berminat di
bidang ini, apalagi di Pakem, 22 km dari Yogya, sudah ada panti
asuhan anak cacat mental yang terkenal.
Ada 48 orang yang melamar pendidikan yang lamanya cuma tiga
bulan ini. "Ada yang lulusan SMP dan SMA. Ada pula sarjana muda,
bahkan sarjana," tutur D. Saragi, 38 tahun, Koordinator
Pendidikan SPACM.
SPACM menawarkan pendidikan gratis. Siswa diasramakan, malahan
mendapat uang saku Rp 12,5 ribu per bulan. Lapangan pekerjaan
setelah lulus, cukup luas. Sedlkit saingan.
Semula dipanggil 10 pelamar, "karena kekuatan yayasan hanya bisa
menampung sepuluh siswa," tambah Saragi. Tapi yang datang hanya
enam orang.
Agaknya keenam orang itu mencintai pekerjaan ini. Rusminingsih,
20 tahun, misalnya. Cewek lulusan SMPN ini pernah menjadi
perawat di Panti Asih, asrama anak cacat mental di Pakem itu.
Walyutono, 23 tahun, mengajukan lamaran karena ia teringat anak
tetangganya yang juga imbesil. Padahal pemuda ini pernah duduk
di SMA selama 6 bulan, pernah pula duduk di STM bagian Mesin
hanya sampai kelas I. Pengalaman kerjanya: 3 tahun menelola
mesin-mesin di Induk Koperasi Angkatan dara, Yogya.
Yayasan Mutiara didirikan tahun 1973 oleh sejumlah orangtua yang
mempunyai anak cacat mental. Yayasan ini sudah pula mendirikan
rumah penitipan anak cacat mental di Cipete Utara, Jakarta
Selatan, tempat SPACM dilangsungkan. Semua itu berkat bantuan
dari sana-sini.
SPACM bertujuan terutama mensuplai tenaga perawat untuk berbagai
panti asuhan yang membutuhkan. Tapi ini sudah banyak surat masuk
dari keluarga yang mempunyai anak cacat mental yang memesan
lulusan SPACM. Bila itu keluarga mampu, pastilah honorariumnya
lumayan. Di panti asuhan gaji mungkin Rp 30 ribu sebulan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini