Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pakar sosiologi pedesaan IPB University, Profesor Sofyan Sjaf, mengatakan belum terwujudnya transparansi penggunaan dana desa serta kurangnya partisipasi dan pengawasan masyarakat terhadap dana desa menjadi jalan bagi penyelewengan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sofyan mengatakan hasil survei Kompas menunjukkan partisipasi warga dalam pengawasan dana desa dalam satu dekade ini masih kurang. Menurutnya, ini membuktikan bahwa ruang masyarakat untuk mengetahui apa saja pemanfaatan dana desa nyatanya belum transparan sebagaimana yang diharapkan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Rupanya pola-pola untuk pengambilan keputusan pembangunan, seperti musyawarah desa atau dusun, nampaknya belum serta merta membuka ruang partisipasi warga secara utuh,” ujar dia melalui keterangan tertulis, Rabu, 26 Februari 2025.
Hasil studi yang dilakukan Sofyan terkait indeks kesejahteraan desa menunjukkan, dari 289 desa yang ada di Indonesia, baru 0,2 persen desa masuk dalam kategori kesejahteraan tinggi, sedangkan 67 persen desa masuk dalam kategori rendah dan sisanya masuk dalam kategori sedang.
Menurut Sofyan, persentase tersebut mengindikasikan bahwa pemerataan pembangunan yang memanfaatkan dari sumber-sumber pembiayaan desa dan dana desa belum optimal diorientasikan untuk kesejahteraan masyarakat.
“Sejauh yang saya pahami dan saya jalani, dalam proses perencanaan, baik musyawarah desa ataupun musyawarah dusun itu belum berbasis data yang presisi dan belum berbasis kebijakan program yang mengutamakan kesejahteraan pada warga desa,” tutur dia.
Untuk itu, ia melanjutkan, kepala desa dan aparat desa harus mampu mengidentifikasi posisi kesejahteraan masyarakat yang meliputi lima aspek, yaitu sandang, pangan, papan; pendidikan kebudayaan; kesehatan; jaminan hak asasi manusia (HAM); serta infrastruktur dan lingkungan hidup.
“Ketika lima aspek itu sudah ada dan teridentifikasi, maka musyawarah itu akan efektif baik level desa maupun dusun. Dengan demikian, semua warga mampu melihat posisinya sebagai warga desa tersebut,” ujar Dekan Fakultas Ekologi Manusia IPB University ini.
“Saya yakin mekanisme musyawarah desa dan dusun ini yang hadir hanya level elite desa saja, sehingga mereka tidak punya metodologi atau kerangka pendekatan yang harus dilakukan kepada masyarakat,” kata dia menambahkan.
Selanjutnya, Sofyan mengatakan desa harus membangun sebuah rencana kegiatan desa yang berbasis informasi data. Hasil identifikasi yang sudah dilakukan lalu disampaikan kepada publik. “Penyampaian informasi bisa dengan cara memanfaatkan teknologi atau media sosial dan ruang-ruang publik tentang kebijakan-kebijakan pembangunan desanya,” katanya.
Selain itu, Sofyan menuturkan bahwa desa harus melakukan evaluasi secara berkala. Upaya ini penting untuk memberikan dampak baik bagi proses pembangunan setiap desa.