Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
LENGKINGAN alarm terdengar saat memasuki hanggar perawatan, perbaikan, dan pemeriksaan (MRO) pesawat terbang milik FL Technics UAB di area Bandar Udara Internasional Vilnius, Lituania, Kamis, 8 Desember lalu. Insinyur pesawat senior Tadas Raskevicius menenangkan, alarm itu berbunyi bukan karena ada kecelakaan atau kebakaran, melainkan lantaran menandakan pintu hanggar akan dibuka. “Untuk mengingatkan orang di dalam hanggar agar bersiap karena udara dingin dari luar akan masuk,” kata Raskevicius kepada jurnalis Indonesia yang mengunjungi bengkel pesawat terbang itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di Lituania, FL Technics UAB, perusahaan penyedia layanan MRO menyeluruh, memiliki tiga hanggar: dua di Bandara Vilnius dan satu di Bandara Internasional Kaunas, sekitar 100 kilometer arah barat laut Vilnius. Raskevicius menjelaskan, hanggar Vilnius yang kami kunjungi itu disebut “hanggar baru” yang dibangun pada 2007 dan memiliki luas 7.700 meter persegi. Hanggar ini mempunyai tiga lini sehingga bisa memuat tiga pesawat berbadan sempit. Biasanya hanggar diisi satu Boeing 737 Classic (300, 400, 500), satu Boeing Next Generation (600, 700, 800, 900), dan satu Airbus A318, A319, A320, atau A321.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hanggar lama, hanggar pertama yang dibangun FL Technics pada 2005, terletak di sebelah hanggar baru dan hanya bisa diisi satu pesawat berbodi ramping. Adapun hanggar Kaunas adalah hanggar terbesarnya di Lituania dengan luas 8.500 meter persegi. Hanggar itu memiliki tiga lini dan satu lini tambahan untuk proyek khusus sehingga total dapat memuat empat pesawat berbadan sempit. Menurut manajer hanggar Veslav Blazevic, mereka punya kapabilitas menangani pesawat berbodi lebar Airbus A330, tapi belum pernah menerimanya.
Selain di Lituania, FL Technics punya hanggar di Inggris (London dan Prestwick), Cina (Harbin), dan Indonesia. Di Indonesia, hanggar yang dioperasikan perusahaan patungan Lituania-Indonesia, PT Avia Technics Dirgantara, berada di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten. Memiliki luas 20 ribu meter persegi, hanggar itu bisa menampung tiga pesawat berbodi sempit. “Hanggar ini memiliki tiga lini. Kami biasa memasukkan (pesawat) dalam posisi dua ekor dan satu hidung,” ucap Dobrica Djordjevic, Chief Production Officer FL Technics Indonesia, Selasa, 29 November lalu.
Menurut Djordjevic, yang akrab disapa Dob, yang paling penting bagi hanggar adalah persetujuan dari otoritas penerbangan negara. “Direktorat Jenderal Perhubungan Udara (DGCA) Kementerian Perhubungan dan Badan Penerbangan Federal Amerika Serikat (FAA) telah memberikan persetujuan kepada kami untuk bekerja pada pesawat berbadan sempit 737 seri 300-900 dan Airbus 320 seri A318-A321,” ujarnya. Baru-baru ini, Dob menambahkan, pihaknya memperkuat kapabilitas untuk menangani Airbus A320Neo dengan dua pilihan mesin, LEAP dari CFM International dan PW1000G dari Pratt & Whitney.
Hanggar FL Technics Indonesia memiliki 300 karyawan. Dob mengatakan 200 di antaranya adalah teknisi yang bekerja memelihara basis, sementara sisanya di bagian administrasi dan manajemen. Untuk mengerjakan satu proyek perawatan besar pesawat, tutur Dob, ada 55 teknisi yang terbagi menjadi 40 orang buat perawatan basis, yakni B1 (airframe dan mesin) dan B2 (sistem kelistrikan dan avionik), serta 15 orang yang menggarap bagian struktural. Adapun jumlah pekerja proyek kecil tergantung banyaknya tugas, biasanya paling sedikit membutuhkan 10 teknisi.
Lamanya perawatan pesawat, kata Dob, bergantung pada besar-kecilnya proyek. Ia memberi contoh, kondisi pesawat terbang yang dikembalikan operator kepada lessor atau perusahaan penyewaan pesawat harus seperti waktu pertama kali diterima operator. Pesawat itu akan dicat warna putih dan untuk proyek ini dibutuhkan waktu kerja selama 30 hari. Untuk jenis perawatan basis, ada Pemeriksaan A setiap dua bulan, Pemeriksaan C setiap dua tahun, dan Pemeriksaan D setiap 6-10 tahun.
Marketing Manager FL Technics Indonesia Rosye Risandy mengatakan pelanggan perusahaannya terdiri atas maskapai penerbangan dari Indonesia, Vietnam, Thailand, Kamboja, Filipina, Brasil, dan negara lain serta lessor dari Jepang, Cina, Amerika Serikat, Irlandia, dan Inggris. Pelanggan itu di antaranya AirAsia Indonesia, AirAsia Thailand, AirAsia Filipina, Airfast Indonesia, Bamboo Airways, Bangkok Airways, Batik Air, Cambodia Airways, Cebu Pacific, Deraya Air, K-Mile Asia, Lao Airlines, Lion Air, NAM Air, Pelita Air, Royalair, Sky Angkor Airlines, Sriwijaya Air, ThaiVietJetAir, Trigana Air, dan Viet Travel Air. “Sejak berdiri sudah sekitar 4.500 armada yang menjalani perawatan di hanggar kami,” ucap Rosye.
Perbedaan hanggar FL Technics di Indonesia dan di Lituania adalah tidak adanya pintu alias terbuka. Pintu pada hanggar adalah syarat baru dari Badan Keselamatan Penerbangan Eropa (EASA). Menurut Iman Sajidin, Direktur Teknik Bluebird Nordic Airlines Indonesia, perusahaan saudara FL Technics Indonesia, kini hanggar harus memiliki pintu jika ingin mendapat persetujuan EASA. “Kalau dulu tak perlu pintu, seperti hanggar Garuda Maintenance Facility,” ujar Iman, yang pernah bekerja di hanggar Batam Aero Technic.
Chief Executive Officer FL Technics Indonesia Martynas Grigas mengatakan secara resmi FL Technics Indonesia telah beroperasi selama enam tahun sejak mendapatkan pelanggan pertama, NAM Air, pada 1 Desember 2016. Nilai investasi yang ditanamkan FL Technics di hanggar itu sekitar US$ 15 juta. Adapun ekspansi FL Technics ke Indonesia, kata Grigas, dimulai pada 2014 dengan mencari lokasi. “Kami sebenarnya mulai beroperasi pada 2015 saat penandatanganan kontrak dengan PT Angkasa Pura II,” tutur Grigas di sela Avia Solution Group Annual Meeting di AeroCity Tech Valley, Vilnius, Jumat, 9 Desember lalu.
Menurut Grigas, saat ini FL Technics Indonesia sedang memperluas layanan MRO dengan membangun hanggar di Bandara Ngurah Rai, Bali, yang tiga kali lebih luas dari hanggar di Soekarno-Hatta. Mereka membangun hanggar Bali karena tidak ada lagi lahan yang bisa diperoleh di Soekarno-Hatta. “Kami sangat senang berada di Bandara Soekarno-Hatta, tapi PT Angkasa Pura tidak bisa memberikan lahan kepada kami karena area akan dikembangkan untuk kargo,” ucapnya. “Kemudian kami mendapat kesepakatan dengan Bandara Ngurah Rai. Nilai investasi kami di Bali sekitar US$ 25 juta.”
Hanggar Bali, Grigas menjelaskan, akan memiliki pintu karena mereka berencana segera mengajukan permohonan persetujuan kepada EASA ketika hanggar tersebut beroperasi. Grigas menargetkan hanggar Bali mulai beroperasi pada triwulan pertama tahun depan. “Kami berharap akan ada lebih banyak pelanggan, terutama dari pesawat-pesawat yang terdaftar di bawah EASA,” ujarnya. “Saat ini 85 persen pelanggan kami berasal dari luar Indonesia. Kami berharap begitu hanggar Bali dibuka akan ada pelanggan yang sama dan ditambah dari Australia dan India.”
Hanggar perawatan, perbaikan, dan pemeriksaan di Bali akan mempekerjakan 700 orang dan hanya sekitar 15 ekspatriat. Yang tidak diperkirakan oleh mereka, ternyata insinyur Indonesia sangat memiliki kemampuan. “Mereka sangat mudah dilatih dan sangat ingin sekali belajar. Bisnis MRO bukan bisnis mesin, melainkan bisnis orang. Ini adalah soal pengetahuan dan kemampuan,” katanya. “Kami bekerja sama dengan lebih dari 30 perguruan tinggi Indonesia. Kami melatih para mahasiswa, memberikan pelatihan kerja, dan menyeleksi yang terbaik untuk bergabung dengan perusahaan kami.”
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo