Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Puasa menjadi tantangan tersendiri bagi penderita Gastroesophageal Reflux (GER), kondisi kenaikan asam lambung ke kerongkongan yang mengakibatkan sensasi terbakar di dada (heartburn) dan gangguan pencernaan lain.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
GER dapat menyebabkan perubahan gejala menjadi sebuah penyakit jika tidak tertangani baik sehingga disebut Gastroesophageal Reflux Disease (GERD). Hal tersebut ditandai dengan penurunan berat badan hingga anemia. Penting bagi penderita untuk mengatur pola makan dan gaya hidup selama berpuasa Ramadan.
Tetap Aman Berpuasa
Dosen Kedokteran Fakultas Ilmu Kesehatan, Kedokteran dan Ilmu Alam Universitas Airlangga (Unair) Kurnia Alisaputri mengatakan proses GERD berawal dari refluks asam lambung ke kerongkongan yang terjadi secara sporadis bernama Gastroesophageal Reflux (GER).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut dia, kondisi tersebut dapat terjadi oleh siapa saja. Jika terjadi
secara terus-menerus dapat mengganggu aktivitas sehari-hari dan berkembang menjadi GERD. Penderita GERD tetap aman menjalankan ibadah puasa, namun tetap berhati-hati agar tidak memicu gejala selama berpuasa.
“Berpuasa membantu menormalkan hormon stres seperti kortisol yang dapat meningkatkan asam lambung, sekaligus peningkatan hormon endorfin dan serotonin yang berkontribusi dalam keseimbangan sistem pencernaan,” kata Kurnia melalui pesan tertulis, Kamis, 6 Maret 2025.
Jaga Istirahat dan Pola Makan Selama Berpuasa
Ahli penyakit dalam itu menuturkan berpuasa secara pasti merubah pola hidup, baik konsumsi hingga istirahat. Dengan menjaga ketercukupan energi selama berpuasa, dapat membantu penderita GERD mengontrol stres agar tidak memicu gejala. Mereka dapat menunda waktu sahur hingga menjelang imsak untuk membantu tubuh mempertahankan energi lebih lama.
“Perubahan waktu istirahat juga dapat memicu stres. Jika tidak ada aktivitas, segeralah istirahat setelah tarawih untuk menjaga ketercukupan waktu tidur,” katanya.
Pemilihan Asupan Makan dan Minum
Kurnia menyebut beberapa makanan dan minuman memicu produksi asam lambung berlebih. Menurut dia, hindari makanan pedas, bersantan, asam, dan berkalori tinggi.
Penderita GERD dapat menaikkan konsumsi sayur, buah, dan daging segar. Sayur dan buah mengandung serat yang dapat bertahan lama dalam lambung. Protein dari daging segar yang melalui proses pemasakan yang benar berperan penting meningkatkan imunitas.
“Termasuk hindari makan dalam porsi besar langsung saat berbuka. Konsumsi kurma dan air putih sudah cukup mengembalikan posisi lapar menjadi normal,” katanya.
Ahli penyakit dalam RSUD Blambangan Banyuwangi itu menuturkan penderita harus memastikan tubuh tetap mendapatkan asupan minum air putih saat sahur dan berbuka minimal dua liter sehari. Hindari jenis minuman berkarbonasi dan berkafein karena bersifat diuretik yang dapat menyebabkan lebih banyak buang air kecil, sehingga meningkatkan risiko mengalami dehidrasi saat menjalani aktivitas siang hari.
“Bagi yang beraktivitas di luar ruangan, kebutuhan cairan bisa lebih banyak untuk mencegah dehidrasi. Tubuh yang dehidrasi dapat meningkatkan produksi asam lambung,” tuturnya.
Dengan menerapkan tips tersebut, penderita GERD tetap dapat menjalankan ibadah puasa dengan nyaman dan minim gangguan pencernaan. Penderita GERD yang sedang dalam pengobatan tetap mengkonsumsi obat saat sahur dan berbuka sesuai anjuran dokter. Menurut Kurnia, jika gejala GERD berlanjut atau semakin parah, segera konsultasikan dengan dokter untuk mendapatkan penanganan tepat.
Pilihan Editor: Unair Gandeng Caprifarmindo untuk Pembuatan Vaksin Hewan