Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sains

Inspirasi di Balik Sonar Vision: Penjual Kerupuk Tunanetra

Dua orang mahasiswa Binus University membuat alat bantu untuk tunanetra, Sonar Vision. Terinspirasi dari penjual kerupuk buta.

21 Oktober 2018 | 12.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Mahasiswa pembuat sonar vision dari Binus University Raditya Eko Prabowo saat menjelaskan cara pemakaian sonar vision kepada penyandang tunanetra Putra Pratama Dika di Yayasan Mitra Netra, Cilandak, Jakarta Selatan, Jumat, 19 Oktober 2018. TEMPO/Khory

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Mahasiswa Binus University membagikan alat buatannya bernama Sonar Vision, alat bantu pendeteksi halangan untuk penyandang tunanetra di Yayasan Mitra Netra, Cilandak, Jakarta Selatan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Saat ini alat belum diperjualbelikan. Untuk sekarang masih dalam tahap sosialisasi atau market reaserch. Kita belum bisa ngomong kapan alat ini akan resmi dijual," ujar salah satu inisiator sonar vision Raditya Eko Prabowo, setelah membagikan Sonar Vision, Jumat, 19 Oktober 2018.

Sonar Vision merupakan buah karya dari dua mahasiswa Binus University jurusan teknik komputer Raditya Eko Prabowo dan Nicholas Julian. Kedua mahasiswa yang saat ini duduk di semester 7 itu menciptakan alat tersebut sejak 2017 dengan bimbingan tiga dosen program studi computing engineering Binus University yaitu Johannes, Rinda Hedwig dan Rudy Susanto.

Dalam pembuatan alat tersebut, keduanya terinspirasi oleh sepasang suami istri tunanetra yang berjualan kerupuk di dekat kampus. "Nah, kita waktu itu ada tugas rancang dan harus cari inspirasi, kita dapat itu, setelah melihat mereka dan hati kita terketuk, setidaknya meringankan penderitaan mereka makanya itulah inspirasi kita membuat sonar vision," ujar Nicholas.

Cara kerja dari sonar vision adalah menggunakan ultra sonik, memakai gelombang suara dan berdasarkan pantulan. Jadi pantulan suara itu bisa mengetahui jarak karena ada micro controller yang diprogram khusus untuk membaca jaraknya itu.

Setelah membaca jarak, kata Raditya, nanti akan diterjemahkan ke bentuk getaran yang bisa user terima. Tergantung jaraknya, Raditya melanjutkan, mereka kolerasikan bagaimana jaraknya, semakin jauh jarak, getaran semakin jarang kalau semakin dekat, getaran akan terus menerus.

Ditempat yang sama, dua penyandang tunanetra Fransisca Lilin Mustika, 15 tahun dan Putra Pratama Dika, 12 tahun memberikan komentar bahwa alat tersebut memang membatu mereka ketika berjalan.

"Setelah nyoba alat, jadi lebih tahu sih kalau ada objek di depan dan lebih bisa tahu di mana gitu, karena kan terdeteksi jadi semakin dia dekat semakin ketahuan dan intensif getarannya, ini sangat membantu sekali," ujar Fransisca setelah mencoba sonar vision.

Anak yang saat ini duduk di kelas tiga SMP itu mengatakan bahwa dia akan memakainya untuk mendukung aktivitas sehari-hari. Kalau pakai tongkat, kata Fransisca, dirinya harus benar-benar memastikan di depan ada benda atau tidak.

"Misalnya sampai satu kali enggak terdeteksi kemungkinan jatuhnya besar atau nabrak. Alat ini bisa membantu, kalau pakai tongkat, jika ada orang disekitar kadang-kadang suka kepukul juga," tambah gadis yang suka bernyanyi itu.

Sementara, menurut Dika yang duduk dibangku sekolah dasar itu, awalnya dia berfikir bahwa alat yang dibagikan itu bentuknya seperti tongkat yang panjang. "Ya rasanya sih membantu, kalau tongkat biasa ya nabrak ya nabrak saja gitu, pas nyoba awalnya bingung, terus sudah dijelaskan sekarang paham cara pakainya," kata anak yang tinggal di Tanjung Priok, Jakarta Utara itu.

Sonar vision dari sisi bodi terbuat dari bahan platik tipe PLA yang dicetak dengan menggunakan 3D printing. Nicholas menambahkan bahwa adala beberapa kendala selama pembuatan alat tersebut seperti desain casing bahkan dalam proses coding.

Alat tersebut memiliki baterai yang bisa diisi ulang dengan dua metode charging yakni, wireless dan memakai micro USB. Namun, Raditya, masih ada kekurangan dalam wireless charging yang agak lama dalam pengisiannya. "Kalau yang wireless itu bisa lebih dari 3 jam, sementara micro USB lebih cepar bisa dibawah 2 jam tergantung level baterainya," lanjut Raditya.

Simak artikel menarik lainnya seputar Sonar Vision, alat bantu untuk penyandang tunanetra, hanya di kanal Tekno Tempo.co.

Amri Mahbub

Amri Mahbub

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus