Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Institut Teknologi Sepuluh Nopember atau ITS menggelar perlombaan Tandur Race 2021 menanam kedelai guna menggalakkan upaya pemenuhan bahan pangan secara mandiri di rumah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kegiatan ini juga bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran terhadap tempe sebagai pangan sehat dan bergizi tinggi asli Indonesia dan diberi tema Tandur Kedelai dan Kreasi Tempe HITS atau Hijaunya ITS.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lomba ini diselenggarakan oleh Unit Pengembangan Smart Eco Campus ITS dan terbuka untuk seluruh keluarga besar ITS, mulai dari dosen, tenaga kependidikan, mahasiswa, alumni, hingga orang tua mahasiswa ITS ini dihelat hingga Rabu, 1 November 2021 mendatang.
Lomba ini juga sebagai upaya ITS untuk wujud dedikasinya untuk Indonesia menuju Sustainable Developments Goals (SDGs), dalam bidang ketahanan pangan mandiri.
Kedelai sebagai sumber protein nabati selama ini diimpor dari luar negeri, padahal kacang-kacangan ini adalah salah satu bahan pangan yang cukup digemari masyarakat.
Badan Pusat Statistik atau BPS melaporkan rata-rata setiap penduduk Indonesia mengonsumsi 0,152 kilogram tahu, dan sebanyak 0,139 kilogram tempe dalam sepekan. Pada 2019, konsumsi kedelai per kapita Indonesia sebesar 2,09 kg pada 2019, dan diperkirakan akan meningkat mulai 2020 hingga 2029 mendatang.
Produk hasil olahan kedelai seperti tempe dan tahu merupakan alternatif untuk memenuhi kebutuhan protein. Meski keduanya selama ini dikenal sebagai makanan rakyat, sayangnya bahan baku pembuatannya masih diimpor.
Berdasarkan data dari Kementerian Pertanian, tercatat sekitar 86,4 persen kebutuhan kedelai dipenuhi dari impor. BPS mencatat, hingga 2020 impor kedelai mencapai 2,48 juta ton atau 1 miliar dolar AS. Kondisi ini diperparah dengan produk kedelai nasional yang cenderung turun, pada 2010 produksi kedelai mencapai 907 ribu ton dan anjlok menjadi 424,2 ribu ton pada 2019.
Kepala Unit Pengembangan Smart Eco Campus ITS, Susi Agustina Wilujeng mengatakan lomba ini digelar sebagai salah satu peringatan Dies Natalis ITS ke-61 sekaligus untuk mendorong minat peserta dalam menanam, memanen hingga menyajikan tempe dari halaman rumahnya.
Selama kegiatan berlangsung, peserta diwajibkan mendokumentasikan dan menceritakan ulang pengalaman mereka secara step by step di akun instagram masing-masing. “Peserta hanya diperbolehkan menggunakan sistem organik, yaitu berupa pupuk atau pestisida alami seperti pupuk kompos atau pupuk sisa dapur,” katanya, dikutip Tempo dari laman ITS, its.ac.id.
Eco Urban Farming ITS sebagai pihak penyelenggara juga menyediakan sejumlah fasilitas untuk para peserta lomba, seperti bibit kedelai organik asli Indonesia dan ragi tempe. Kendati demikian, peserta tetap dibolehkan menggunakan bibit atau media tanam sendiri.
Selain bibit kedelai, pihak penyelenggara juga menyediakan biji bunga matahari dan bunga telang untuk bisa ditanam di halaman rumah. Kedua fasilitas yang disebut terakhir diberikan kepada peserta, diharapkan dapat menambah kadar oksigen di lingkungan sekitar serta dapat menyerap air hujan. “Sebab itulah salah satu solusi untuk mengatasi perubahan iklim di bumi saat ini,” tuturnya.
Susi mengatakan, meski mengandung banyak zat bergizi seperti lemak, karbohidrat, serat, mineral dan vitamin B, ironinya sebagian besar kedelai di Indonesia saat ini masih mengandalkan impor. “Maka dari itu, apabila tempe di rumah menggunakan kedelai organik yang ditanam sendiri, akan menjadi lebih sehat, aman dan bergizi,” kata dosen Departemen Teknik Lingkungan ITS ini.
HENDRIK KHOIRUL MUHID