Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Kebun Otak dari Los Angeles

Cita-cita membuat pabrik organ tubuh mulai tampak nyata. Tim ahli dari Los Angeles berhasil mencangkokkan sel otak hasil persemaian.

5 Mei 2002 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BAYANGKANLAH sebuah kebun bibit. Yang disemaikan di sana bukan padi unggul atau jagung super, melainkan organ tubuh. Ada bibit mata, tangan, kaki, telinga, bahkan benih ginjal, otak, juga pembuluh darah. Calon organ ini siap dicangkokkan ke dalam tubuh manusia—siap menggantikan bagian-bagian onderdil yang rusak. Mimpi "pabrik onderdil manusia" seperti itu mulai tampak nyata awal April lalu, ketika gabungan tim ahli dari Los Angeles, Amerika Serikat (AS), mengumumkan keberhasilannya mencangkokkan sel otak ke dalam kepala pen-derita penyakit Parkinson. Hebatnya, bahan cangkokan itu berasal dari penyemaian sel tunas yang diambil dari jaringan otak si pasien. Dalam tempo satu tahun setelah terapi, semaian cangkokan itu ternyata tumbuh sehat dan berhasil menggantikan fungsi sel otak yang rusak. Sukses tim dari Cedars-Sinai Medical Center dan Celmed BioSciences ini menandai satu babak baru dalam teknologi stem cell (biasa disebut sel induk atau sel tunas). Ada dua terobosan besar yang dicapai tim yang dipimpin Michel Levesque ini. Pertama, sukses mereka menyemaikan sel tunas dari jaringan otak orang dewasa. Pasien yang digarap Levesque telah berumur 59 tahun. Se-lama ini ada anggapan umum bahwa sel induk lebih gampang diperah dari inti janin yang baru berumur lima hari (five-day-old embryo). Para ahli percaya, sel induk dari janin berumur lima hari dianggap lebih "multiguna" karena bisa berubah menjadi sedikitnya 220 tipe sel penyusun tubuh. Sel ajaib ini mampu berkembang membentuk sistem sel saraf, paru-paru, jantung, darah, dan kulit. Singkat kata, sel tunas dari janin bisa disemaikan jadi organ tubuh apa saja. Kehebatan sel janin ini mengundang kekhawatiran: jika para penderita (entah itu cacat tubuh, gagal jantung, atau kerusakan otak) memerlukan satu janin, berapa juta calon bayi yang harus dibunuh? Karena itu, sukses Levesque diharapkan bisa menghentikan kontroversi pengembangan teknologi stem cell. Yang kedua—ini lebih monumental—adalah keberhasilan Levesque mencangkokkan hasil semaian (zat asing) ke dalam jaringan tubuh, tanpa ada penolakan. Memang betul, otak merupakan jaringan yang kurang reaktif dalam menembakkan antibodi untuk melawan serbuan benda asing. Tapi, bagaimanapun, sukses tim Levesque tetap jadi tonggak karena selama ini sel hasil semaian tak pernah terbukti aman dicangkokkan ke dalam tubuh. Riset tentang kedigdayaan sel tunas sebenarnya telah dirintis sejak dua puluh tahun lalu. Saat itu, para ilmuwan berhasil memisahkan sel induk pada janin tikus. Ketika pertama kali ditemukan, sel tunas ini tak pernah berumur panjang. Kalaupun bertahan hidup, ia akan tumbuh menjadi jaringan organ yang ganjil. Namun, dengan perkembangan bioteknologi, para ahli akhirnya bisa menyemaikan sel tunas menjadi organ tubuh yang diinginkan. Salah satu catatan penting dalam teknologi pembibitan sel tunas diumumkan akhir Maret lalu oleh Massachusetts Institute of Technology (MIT). Lembaga prestisius itu sukses menyemaikan sel tunas pembuluh darah. Tim yang dipimpin Robert Langer ini memakai sel induk milik Rambam Medical Center di Haifa, Israel—satu dari 66 janin yang diperbolehkan pemerintahan Bush dipakai sebagai bahan riset stem cell. Dengan pendekatan unik, tim Langer mengisolasi sel induk dari janin itu, lalu membiarkannya berkembang membentuk cikal-bakal pembuluh darah. Langer mencangkokkan benih pembuluh itu ke dalam tikus yang sistem per-tahanan tubuhnya telah "dikekang" agar tak menolak masuknya zat asing. Dalam tempo dua pekan, Langer melihat tumbuhnya jaringan kapiler yang menjalar ke mana-mana dan berisi darah. Sel tunas itu benar-benar telah menjelma menjadi pembuluh darah. Riset Langer memang memberi harapan bagi penderita gagal jantung dan mereka yang pembuluh darahnya rusak. Boleh jadi, di masa depan mereka tak perlu lagi mengorbankan pembuluh darah di bagian tubuh lain sebagai pengganti. Mereka juga punya kesempatan mendapatkan cangkok pembuluh yang disemaikan di luar tubuh. Mereka yang pembuluh darahnya tersumbat mungkin bisa memanfaatkan temuan tim MIT ini dengan mencangkokkan pembuluh baru yang bebas kolesterol. Namun, hingga saat itu belum ada yang bisa (atau belum berani?) membuktikan bahwa sel hasil semaian itu aman dicangkokkan ke dalam tubuh manusia, sampai tim Levesque mencoba cangkok otak. Levesque mengawali proyeknya empat tahun lalu dengan mencukil 50 sampai 100 sel dari otak Dennis Turner, si pasien penyakit Parkinson. Cukilan ini lalu disemaikan dalam cawan petri selama beberapa bulan. Pada Maret 1999, setelah bibit sel otak itu berbiak menjadi enam juta unit, Levesque menyuntikkannya ke dalam batok kepala Turner. Sekitar 35 persen dari benih sel ini berupa neuron, selebihnya cairan yang disebut GABBA dan . Ini merupakan senyawa kimia yang biasanya menghilang dari otak para penderita penyakit Parkinson. Hasilnya sungguh mencengangkan. Dengan teknologi pemindaian otak, para ahli yang terus memonitor kadar dopamine dalam otak Turner menemukan bahwa jumlah cairan penting itu terus meningkat. Setahun setelah terapi, pasien dinyatakan pulih 83 persen. Se-bagian besar keluhan tremor akibat Parkinson mereda. "Sekarang," kata Turner, "saya bisa memasang lensa kontak sendiri tanpa kesulitan." Alex Valadka, ahli saraf ngetop dari Baylor College of Medicine di Houston, memuji uji coba Levesque sebagai "amat menjanjikan". Namun, ia mengingatkan agar dunia pengetahuan tidak mabuk kepayang dengan penemuan ini. "Sekali lagi," katanya mewanti-wanti, "ini hanya uji coba pada satu pasien." Valadka seperti ingin memberi peringatan bahwa keberhasilan pada Turner tak menjamin penyembuhan pada penderita yang lain. Sesungguhnya upaya penyembuhan penyakit Parkinson melalui cangkok sel tunas juga dilakukan Ray Watts, profesor saraf dari Emory University School of Medicine, Atlanta. Berbeda dengan Levesque, yang berani memakai sel tunas dari otak pasien, Watts memilih jalan aman. Ia menggunakan cukilan sel retina dari donatur mata yang sudah meninggal. Sel retina ini disemaikan dalam larutan spheramine. Selang beberapa pekan kemudian, sel retina ini akan berbiak menghasilkan jutaan sel tunas baru beserta cairan dopamine. Setelah beberapa bulan, sel tunas ini siap dicangkokkan ke tubuh penderita. Sayangnya, riset Watts dinilai kurang begitu berhasil. Setelah lebih dari se-tahun, enam orang penderita Parkinson yang mengikuti uji coba Watts hanya pulih 60 persen—jauh di bawah tingkat pemulihan yang dicapai Turner. Meskipun keberhasilan tim Levesque belum teruji dalam skala massal, sebuah babak baru teknologi stem cell telah dimulai. Yang diperlukan kini: pasien berikutnya yang berani menjadi kelinci uji coba. Beberapa bintang dunia yang menanggung derita penyakit Parkinson dan Alzheimer, seperti Michael J. Fox, Muhammad Ali, dan Ronald Reagan, barangkali sudah saatnya mendaftarkan diri. Mungkin ini juga saat yang tepat bagi Christopher Reeve, yang lumpuh karena kerusakan sumsum tulang belakang, untuk menunjukkan kelasnya sebagai "superman". Bukan untuk gagah-gagahan, melainkan demi masa depan umat manusia. Wicaksono (AP, Washington Post, Guardian)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus