Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelum hadir ke sidang, saya dua kali diminta hadir ke kantor Ibu Elza di Jalan Kramat Sentiong, Jakarta. Pertama saya datang pada tanggal 5 April 2002. Saya datang bersama adik ipar saya, Beny Robani, karyawan di Apartemen Cemara, serta Martin Hukom dan Laimin. Tapi saya masuk ke ruang Bu Elza bersama Laimin. Di situ saya ditanya-tanyai dulu sama Bu Elza. Saya ditanyai soal BAP saya tanggal 22 Agustus 2001. Terus Bu Elza minta supaya di sidang nanti saya tak mengakui paraf dan tanda tangan di BAP itu. Soalnya, paraf dan tanda tangan itu berbeda dengan paraf dan tanda tangan di KTP saya. Akhirnya, saya manut saja. Kemudian saya datang lagi ke situ pada tanggal 9 April 2002. Waktu itu sama Tatang. Itu sehari sebelum sidang. Bu Elza menegaskan lagi bahwa paraf dan tanda tangan saya jelas-jelas berbeda.
Ada iming-iming dari Elza Syarief?Waktu tanggal 5 April, ya, bukan iming-iming. Bu Elza cuma bilang ganti uang transpor saya selama ke situ. Jumlahnya Rp 1 juta. Pada pertemuan kedua, tanggal 9 April, cuma dibilang bahwa setelah sidang nanti kamu saya kasih uang operasional.
Uang operasional apa?Tidak dibilangin.
Tidak dijanjikan jumlahnya. Pokoknya nanti dikasih. Setelah sidang, saya tidak ke situ. Yang ke situ Tatang. Sama Tatang, saya tanya dapat enggak. Dia jawab dapat. Berapa duit? Sama seperti kemarin, katanya. Lu juga tadi mau dikasih. Tadinya mau dititipin, tapi tidak jadi karena disuruh datang sendiri. Pas saya ada di rumah, rupanya uang itu sudah dititipin ke Beny Robani. Rp 1 juta juga. Beny bilang itu titipan dari Bu Elza.
Anda tidak tanya uang apa?Tidak. Ya, mungkin karena saya orang kecil, jadi kebayangan itu, istilahnya duit! Saya tidak tahu kalau jadi begini.
Memangnya paraf dan tanda tangan Anda berbeda?Sebenarnya tidak beda banget. Tanda tangan di BAP cuma nggak ada garis bawahnya. Tanda tangan di KTP itu kan baru. Waktu saya bikin di kelurahan agak lama dan santai. Istilahnya saya cakepinlah tanda tangannya. Isi BAP-nya sih bener.
Setelah kesaksian di sidang, apa yang terjadi?Saya jadi nggak tenang. Saya teringat sumpah di sidang. Ya, namanya kita orang muslim disumpah dengan Al-Quran. Saya merasa berdosa. Paginya saya dapat telepon dari rumah bahwa orang tua saya dipanggil ke Polda. Itu membuat saya makin bingung.
Kenapa Anda akhirnya mengaku?Dari batin saya sendiri. Saya ngomongin semua apa adanya yang saya alami. Supaya saya tenang. Saya berharap agar semuanya cepat selesai. Yang penting, saya selamat dan bisa kumpul lagi dengan keluarga.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo