Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Kecepatan ke mars 25 kali suara

As merencanakan akan membuat pesawat hipersonik dengan kecepatan 25 mach (25 kali kecepatan suara). para pakar penerbangan sedang membuat proposal untuk lorong angin yang canggih.

20 Februari 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MONCONGNYA mirip paruh burung pelikan. Besar dan lancip. Tubuhnya pipih panjang, berbentuk segitiga anjang. Dia mampu menempuh jarak Los Angeles-Tokyo hanya dalam waktu 2 jam, hampir tiga kali lebih cepat dari pesawat sergap F-16. Pesawat X-30 buatan Amerika itu memang hingga kini masih belum lahir ujutnya. Namun, proyek bergengsi Presiden Reagan ini telah mencatat kemajuan penting. Tender perancangan mesin, sistem avionik, dan perangkat komputernya telah diputuskan akhir tahun silam oleh pemerintah Amerika. Pemenang tendernya General Dynamics, McDonnell Douglas, dan Rockwell International, yang mengalahkan Boeing dan Lockheed. Di akhir 1990-an nanti, X-30 diharapkan bisa mengudara, dan dia akan menjadi pesawat terbang Amerika yang masuk kategori hipersonik. Pesawat hipersonik dengan kemampuan terbang lebih dari lima kali lipat kecepatan suara pun tengah dibangun di Eropa dan Jepang. Negara-negara kaya itu yakin, di awal abad ke-21 nanti pesawat hipersonik ini akan punya peran penting sebagai alat pertahanan, transportasi, dan penjelajah angkasa luar. Inggris punya proyek pesawat Hotol (Horizontal Take-off and Landing Vehicle), yang dirancang mampu menembus batas kecepatan 8,7 Mach (8,7 kali kecepatan suara). Jerman Barat kini tcngah mereka-reka pesawat Sanger, dan Prancis tengah merancang Hermes. Sedangkan Jepang tengah mempersiapkan Hope Semuanya, menurut rencana, bakal mula meramaikan angkasa di akhir tahun 90-an. Barangkali lantaran jejaknya banyak diikuti negara lain, AS ingin melompat lebih jauh lagi. Untuk menyongsong abad ke-21 itu, para ahli pesawat antariksa Amerika menetapkan target lebih gila, pesawat dengan kcmampuan terbang 25 Mach, atau sekitar 17.000 mil per jam. Secara teoritis, pesawat supercepat itu nantinya sebagian akan menggunakan tenaga yang berasal dari gas-gas atmosfer, dan bukannya bergantung sepenuhnya pada bahan bakar yang dibawa. Tidak hanya kecepatan tinggi yang diperoleh. Pesawat itu juga akan mampu melakukan berbagai manufer yang kompleks, seperti melesat langsung keluar masuk atmosfer bumi, dan bukannya nyemplung ke dalamnya tanpa terkendali, seperti wahana ruang angkasa Apollo dan Mercuri. Dalam segi perancangan mesin, kecepatan setinggi itu masih bisa dilayam dengan mesin scramrocket, seperti pada X-30. Namun, demi memperoleh jaminan keselamatan yang tinggi, pengujian-pengujian terhadap model pesawat hipersonik 25 Mach itu tak mungkin dilakukan pada lab-lab pengujian yang ada saat ini. Lorong angin (wind tunnel) yang ada, misalnya, tak layak untuk menguji konstruksi pesawat 25 Mach. Selain itu, diperlukan fasilitas uji di bumi yang sama sekali baru, guna mencapai kecepatan tinggi itu. Harus juga dipersiapkan roket-roket untuk meluncurkan model-model kecil pesawat super tersebut, serta wahana-wahana uji berukuran mini yang bisa dilepaskan pesawat ulang-alik antariksa. Semua ini memerlukan biaya milyaran dolar. Sebagai langkah awal, para ahli penerbangan Amerika kini ramai-ramai mengajukan proposal untuk membangun lorong angin yang canggih. Sarana itu nantinya diharapkan tak hanya bisa memberikan tiupan angin setinggi 25 Mach saja. Lorong itu mesti bisa memberikan variasi tekanan udara, suhu, komposisi gas, dan getaran. Lorong angin tersebut, menurut ahli NASA itu, tak hanya digunakan untuk pengujian pesawat hipersonik yang mondar-mandir di sekeliling planet bumi saja, melainkan juga untuk mempersiapkan pesawat-pesawat eksplorasi yang kelak akan dijajal menyusuri planet-planet lain, seperti Mars. Ada dua macam lorong angin yang kini disebut-sebut sebagai pilihan utama. Yang pertama, lorong dengan angin betulan. Tiupan udara yang kencang itu dibangkitkan dari kantung udara yang diledakkan dengan percikan listrik. Ledakan itu akan mendorong sejumlah massa udara bergerak melalui lorong, dalam kccepatan hipersonik. Pesawat model yang berukuran kecil cukup diletakkan dalam lorong itu. Gerakan pesawat, pun akibat-akibat manufernya, bisa langsung dipelajari. Jenis wind tunnel ini kini tengah dibangun di Pusat Pengembangan Keteknikan Angkatan Udara "Arnold", di Tulahoma, dekat Tennessee, AS. Pilihan yang lain berupa lorong sepanjang 400 meter. Pada lorong itu tcrdapat pipa dengan garis tengah 60 cm, dalam pipa itu terdapat rel panjang beberapa meter. Rel ini dikitari oleh kumparan kabel. Ketika kabel dihubungkan den- gan arus listrik yang sangat kuat, tercipta medan listrik di sekitar rel. Dan gaya magnetik itu akan mendorong pesawat model dengan kecepatan hipersonik, bisa sampai 25 Mach. Batang rel dalam pipa itu berperan sebagai batang peluncur saja. Cara kedua ini memiliki beberapa keunggulan. Bermacam macam komposisi gas bisa dicobakan dalam tabung panjang itu, sebagai perlakuan simulasi pelbagai kondisi atmosfer. Olakan udara, guncangan, dan sentakan pun bisa dicobakan selama pesawat model berada dalam tabung panjang. Untung-rugi pemakaian tabung panjang itu kini sedang dihitung-hitung oleh tim dari NASA dan Universitas Texas. Biaya pembangunan lab bulat panjang itu ditaksir mencapai 47--57 juta dolar. "Biaya ini jauh lebih murah dibanding kita mesti melakukan uji-coba menerbangkan pesawat model," ujar William Scallion dari NASA. Kedua macam lab itu, menurut ahli NASA tersebut, memberikan harapan bagi para pakar penerbangan untuk memahami gerak-gerik arus udara putar yang sering muncul dari paruh pesawat ke arah ekor, ketlka kendaraan itu meluncur dalam kecepatan hipersonik. Arus pusaran udara itu begitu kuat, sehingga bisa menimbulkan kerusakan serius pada bagian ekor. Peristiwa nahas itu, "sering terjadi ketika pesawat kembali memasuki atmosfer bumi," kata seorang ahli senior di NASA. Dalam terowongan angin, pusaran udara bisa dipotret dengan sinar laser yang dipancarkan dari kanan-kiri obyek. Alat potret laser hasil rekayasa Dr. Gary S. Settles dari Universitas Pennsylvania itu bisa menyajikan gambar-gambar olakan udara dalam tiga dimensi. "Kita bisa menangkap gerakan-gerakan udara itu dari banyak sudut, dan memudahkan kita mempelajarinya," ujar ahli mekarlik zat alir ini. Putut Tri Husodo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus