Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Peneliti Austria dan Italia meneliti mikrobioma di tujuh gambar Leonardo da Vinci.
Diketahui terdapat jamur, bakteri, dan DNA di atas gambar sang maestro.
Metode penelitian mikrobioma bisa dipakai untuk mengidentifikasi lukisan palsu.
GUADALUPE Piñar punya pengalaman lebih dari 20 tahun menyelidiki obyek cagar budaya dengan teknik biologi molekuler. Pada 2019, perempuan asal Spanyol yang menjadi peneliti senior di departemen bioteknologi pada Institute of Microbiology and Microbial Biotechnology University of Natural Resources and Life Sciences Wina, Austria, ini bersama timnya menyelidiki kondisi penyimpanan dan bahkan kemungkinan asal geografis tiga patung yang dimiliki seorang penyelundup. Dalam studi terbaru, ia meneliti tujuh gambar berumur 500 tahun karya maestro pelukis Leonardo da Vinci.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam riset yang laporannya dipublikasikan di jurnal Frontier in Microbiology edisi 20 November 2020, Piñar bersama enam peneliti Austria dan Italia meneliti dunia tersembunyi di atas permukaan kertas yang rapuh karya Da Vinci itu berupa kumpulan jamur, bakteri, dan asam deoksiribonukleat (DNA) manusia. “Dalam studi lingkungan lain, Anda bisa pergi ke sana dan mengambil berkilo-kilo tanah atau berliter-liter air. Sedangkan kami tidak bisa mengambil sampel,” kata Piñar kepada Wired. "Jadi kita harus hidup dengan sampel kecil ini sehingga bisa memperoleh semua informasi.”
Dosen Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung, Aminudin T.H. Siregar, menyebutkan riset mikrobioma Guadalupe Piñar itu memperluas makna warisan. "Bukan lagi sekadar benda kasatmata, tapi juga menyangkut warisan mikroskopis," ucap pengajar yang tengah melanjutkan studi di Belanda itu, Senin, 7 Desember lalu. Di Eropa, Aminudin menambahkan, sudah biasa ada temuan teknologi dan hasil riset sejarah menjadi satu paket yang saling menunjang. "Secara global, semestinya riset itu bermanfaat untuk keilmuan mikrobiologi dan seni rupa."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tujuh gambar Da Vinci yang menjadi obyek studi ini berada di dua tempat. Lima karya tersimpan di The Royal Library of Turin, perpustakaan yang berada di lantai dasar Royal Palace of Turin, Italia. Kelima karya itu adalah Autoritratto, Nudi per la battaglia di Anghiari, Studi delle gambe anteriori di un cavallo, Studi di insetti, dan Studi di gambe virili recto, Figura presso il fuoco. Dua gambar lain berada di Corsinian Library di Roma, berjudul Uomo della Bitta dan Studio di panneggio per una figura inginocchiata.
Dalam studi ini, tim peneliti menggunakan teknologi nanopore—metode pengurutan genetik yang dengan cepat memecah dan menganalisis materi genetik—untuk membuat studi rinci dari bahan biologis yang berbeda. Hasilnya, peneliti mengaku dapat membantu membangun katalog biologis karya seni, yakni sebuah sidik jari-mikrobioma untuk setiap karya seni yang dianalisis. Setiap sampel memiliki koleksi mikroba yang cukup unik sehingga peneliti dapat mengidentifikasinya lagi sepenuhnya nanti dari studi biologi molekulernya.
Para peneliti juga menunjukkan bahwa karya Da Vinci memiliki mikrobioma yang sangat berbeda dari perkiraan karena banyaknya bakteri dan DNA manusia. "(Tapi) sulit untuk mengatakan apakah kontaminan ini berasal dari masa ketika Leonardo da Vinci membuat sketsa gambarnya," tulis Piñar. Sebagian besar material itu mendarat di sketsa setelah kematian Da Vinci 501 tahun silam. Jadi ada kemungkinan DNA itu berasal dari para pekerja restorasi yang menangani gambar itu berabad-abad.
Konsentrasi bakteri yang tinggi dalam gambar, terutama dibandingkan dengan jamur, pun membuat para peneliti penasaran. Studi sebelumnya menunjukkan bahwa jamur cenderung mendominasi mikrobioma kertas seperti gambar tersebut, tapi dalam kasus ini jumlah bakteri yang luar biasa tinggi itu berasal dari manusia dan serangga. Beberapa bakteri yang teridentifikasi antara lain terasosiasi dengan perut manusia, seperti Salmonella sp. dan Escherichia coli, juga bakteri yang biasa ditemukan dalam perut lalat buah.
Dalam pernyataannya, para peneliti mengungkapkan dugaan mereka bahwa serangga-serangga telah mencemari sketsa dengan kotorannya sebelum karya-karya itu tersimpan di dalam ruang penyimpanan arsip yang steril dan berstandar laboratorium seperti saat ini. Namun mereka mengatakan semua karya yang diteliti itu terawat dengan baik karena selamat dari foxing, bercak-bercak cokelat yang biasa muncul pada kertas tua.
Aminudin mengungkapkan, ia belum pernah mendengar riset seperti yang dilakukan Piñar ini. Ia menilai penelitian semacam ini penting di Indonesia. Namun ia menambahkan, dalam kondisi sekarang, hasilnya paling sebatas untuk jurnal ilmiah karena infrastruktur seni belum maju. Untuk menelisik dugaan lukisan palsu, Aminudin masih bersandar pada analisis sejarah seni rupa dan belum bisa memadukannya dengan infrastruktur laboratorium forensik.
Bambang Bujono, pengajar Institut Kesenian Jakarta, setuju hasil penelitian Piñar bisa dipakai untuk menyelidiki lukisan dengan melihat jenis dan usia mikrobanya, kapan menempel di lukisan itu, dan sebagainya. Namun itu belum tentu bisa membuktikan suatu lukisan autentik atau tidak, perlu dicocokkan dengan data awal karya seni tersebut. "Mendeteksi lukisan palsu dengan mikrobioma itu mungkin. Cuma rumit, ruwet," tuturnya, Rabu, 9 Desember lalu.
Bujono mengatakan tidak banyak kasus pemalsuan lukisan yang dibuka kepada publik. Misalnya ada kolektor yang membeli lukisan dari seseorang, tapi ternyata belakangan diketahui bahwa karya itu palsu. "Umumnya kasus seperti itu tak dibawa ke proses hukum. Kolektor lukisannya malu dan lebih baik kehilangan uang puluhan juta sampai miliar rupiah," ujar Bujono.
Salah satu kasus dugaan pemalsuan lukisan di Indonesia yang masuk ke pengadilan adalah yang menimpa seniman Bali, Nyoman Gunarsa. Kasus itu tidak diperiksa atau dilacak secara forensik. "Gunarsa mengandalkan pengakuan," Bujono menjelaskan. Kebetulan pelukisnya dia sendiri. Pemalsuan itu awalnya diketahui istrinya saat melihat ada lukisan dengan tanda tangan Gunarsa di bawahnya. Ia yakin itu bukan lukisan suaminya.
Bujono menambahkan, keberadaan jamur dan bakteri bisa juga menunjukkan autentik atau tidaknya sebuah karya. Ia menceritakan peristiwa beberapa tahun lalu ketika seseorang membeli karya pelukis Amerika Serikat, Paul Jackson Pollock. Sang pembeli ingin mengecek keaslian lukisan. Detektif swasta lantas melakukan penyelidikan dan meyakinkan bahwa lukisan itu asli. "Penyelidik itu datang ke rumah Pollock dan menemukan bakteri di rumah tersebut ada di lukisan,” katanya.
ABDUL MANAN (FRONTIER IN MICROBIOLOGY, LIVESCIENCE, SMITHSONIANMAG)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo