Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sains

Kontroversi Sesar Pemicu Gempa di Jakarta, Ini Kata Ahli ITB

Keberadaan patahan aktif di sekitar Jakarta masih jadi perdebatan para ahli dan peneliti gempa.

13 Oktober 2018 | 09.21 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi gempa. geo.tv

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Bandung - Ibu kota provinsi di Pulau Jawa yang padat penduduk punya ancaman gempa dari sesar atau patahan sekitar, juga zona subduksi. Bandung, Surabaya, Yogyakarta, Semarang, dan Surabaya, sudah terpetakan ancaman bahaya gempanya dari pergerakan sesar sekitar. Sementara keberadaan patahan di Jakarta masih kontroversi.

Baca: Penyebab Gempa Situbondo Masih Misterius
Baca: BMKG: Gempa Situbondo dan Gempa Bangkalan Tidak Berkaitan
Baca: Gempa Situbondo Jadi Kasus Baru, Sumbernya Belum Terpetakan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ketua Tim Pemutakhiran Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia 2017 Masyhur Irsyam mengatakan, tim peneliti memastikan sumber-sumber gempa baru dari patahan di darat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di Pulau Jawa, sumber-sumber gempa baru dari patahan di darat itu umumnya berada di kawasan utara Jawa. Mulai dari Sesar Subang (M=6,5) dengan pergerakan 0,1 milimeter per tahun.

Sesar Cirebon (M=6,2-6,5) dengan pergerakan 0,5-1 milimeter per tahun, Sesar Brebes (M=6,5), Sesar Ajibarang (M=6,5), Sesar Tegal (M=6,5), Pemalang (M=6,3) dan Pekalongan (M=6,5).

Ada juga patahan yang melintasi Semarang dengan pergerakan 0,1 milimeter per tahun dengan potensi maksimal gempa bermagnitudo 6,5. Sesar Ungaran (M=6,0), Muria (M=6,2), Merapi-Merbabu (M=6,0), Rawapening (M=6,5), Purwodadi (M=6,5), Cepu (M=6,5), Blumbang (M=6,6), Waru (M=6,5).

Kemudian Patahan Surabaya (M=6,5) dengan laju pergerakan 0,05 milimeter per tahun. Ada pula tercatat sesar di Pasuruan, Probolinggo, dan Wonorejo, namun belum diketahui potensi gempa dan pergerakannya.

Sementara di Bandung ada Sesar Lembang dengan potensi gempa maksimal bermagnitude 6,9. Yogyakarta punya Sesar Opak yang pernah pecah pada 2006 dengan magnitude 5,9. Ratusan ribu rumah rusak ringan hingga ambruk, dan 5.000 orang lebih meninggal dunia.

Adapun potensi sesar di wilayah DKI Jakarta, kata Mashyur, sejauh ini baru dugaan. "Selama ini belum ada sumber gempa di bawah kaki Jakarta, belum ada bukti dan studi yang lengkap," kata ahli gempa ITB tersebut di ITB, Senin lalu.

Potensi gempa yang teridentifikasi bisa menggoyang Jakarta, kata Mashyur, berasal dari sesar sekitar dan zona subduksi. Misalnya dari perairan selatan Jawa, Sesar Besar Sumatera, atau Sesar Cimandiri dengan kekuatan gempa maksimal bermagnitude 7.

Sebelumnya diberitakan, menurut Badan Geologi gempa megathrust di Selat Sunda memang berpotensi berdampak ke Jakarta. Selain itu, ada dua sumber lagi.

"Yakni di patahan aktif di sekitar Jakarta dan intraslab di bawah Jakarta," kata Sri Hidayati Maret lalu saat masih menjadi Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi.

Menurut dia, sumber gempa megathrust selatan Jawa hingga ke Selat Sunda adalah yang terdekat, berjarak lebih dari 200 kilometer. "Jika terjadi gempa besar bermagnitudo 8 hingga 9,5 dari sumber itu bisa merambat ke Jakarta," kata Sri.

Meskipun intensitas gempanya menurun, kondisi endapan tanah cekungan Jakarta bisa memperbesar efek gempa atau amplifikasi. Dampaknya pada bangunan tinggi.

Berdasarkan riset terbaru peneliti di PVMBG, Cipta, wilayah DKI Jakarta tersusun atas endapan geologi kuarter. Ketebalan endapan yang tergolong terurai itu sementara diketahui maksimum 1.350 meter.

Sumber gempa kedua berada di bawah endapan cekungan Jakarta yang disebut zona intraslab. Zona itu merupakan pertemuan kerak samudera dan kerak benua dengan kedalaman umum lebih dari 90 kilometer. Meskipun kekuatan maksimumnya lebih rendah dari sumber gempa subduksi (megathrust), namun bisa berdampak kerusakan. "Terutama pada bangunan atau infrastruktur tinggi," kata Sri.

Pusat gempa ketiga dari patahan aktif di sekitar Jakarta, seperti Baribis, Cimandiri, dan Citarik. Kekuatan gempa dari sesar umumnya lebih kecil dari zona megathrust dan intraslab. Namun karena jaraknya dekat di daratan, dan pusat gempanya dangkal, kata Sri, efeknya berdampak pada bangunan rumah warga dan gedung pendek lainnya. Kekuatan maksimal gempa intraslab dan patahan masih dikaji.

Keberadaan patahan aktif di sekitar Jakarta masih jadi perdebatan para ahli dan peneliti gempa. Beberapa kejadian gempa yang sampai mengguncang Jakarta, menurut Sri, bisa menjadi petunjuk soal keberadaan sesar aktif di sekitar Jakarta.

Dia memberikan contoh ketika terjadi gempa yang sumbernya jauh tapi sampai menggoyang Jakarta, di antaranya Gempa Indramayu (2007), Gempa Tasikmalaya (2009 dan 2016), dan Gempa Lebak yang terbaru (2018). "Ini pertanda selain faktor amplifikasi tinggi, ada media perambatan gempa melalui jalur-jalur patahan aktif," kata Sri.

 

Erwin Prima

Erwin Prima

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus