Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Harga beras yang terus meroket membuat masyarakat mencari alternatif bahan pokok lainnya. Salah satu alternatif yang muncul adalah beras analog, yaitu beras buatan yang dibuat dari bahan baku selain beras, seperti tepung umbi-umbian, tepung kacang-kacangan, dan bekatul.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ahli Gizi Universitas Airlangga (Unair) Lailatul Muniroh membeberkan proses dan pertimbangan pembuatan beras analog. “Proses pembuatan beras analog terdiri dari beberapa tahap, yaitu pemilihan bahan baku, penggilingan, pencampuran, perebusan atau pemasakan, pengeringan, penggilingan sekunder, penambahan zat gizi, dan penentuan bentuk dan kemasan,” ujar Lailatul melalui keterangan tertulis, Jumat, 8 Maret 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lailatul Muniroh SKM MKes, Ahli Gizi Universitas Airlangga (Foto: Istimewa).
Lailatul menjelaskan bahwa pemilihan bahan baku tergantung pada preferensi lokal, ketersediaan, dan nilai gizi yang diinginkan. “Bahan baku yang dapat digunakan untuk membuat beras analog adalah tepung umbi-umbian, seperti singkong, ubi jalar, atau talas. Tepung kacang-kacangan, seperti kedelai, kacang hijau, atau kacang merah, bekatul (kulit ari beras yang mengandung serat), vitamin, dan mineral. Bahan-bahan ini dicampur dengan perbandingan tertentu untuk menciptakan campuran homogen yang siap diolah lebih lanjut,” katanya.
Lailatul melanjutkan bahwa campuran tepung kemudian direbus atau dimasak dengan cara tertentu. Misalnya, menggunakan ekstruder, yaitu alat yang dapat mengubah campuran tepung menjadi butiran-butiran seperti beras.
“Setelah itu, butiran-butiran tersebut dikeringkan dengan menggunakan oven atau metode pengeringan lainnya, agar memiliki kadar air yang rendah dan dapat disimpan lebih lama. Butiran-butiran tersebut kemudian dapat digiling sekunder untuk mendapatkan tekstur yang lebih halus, tergantung pada jenis bahan baku dan keinginan produsen,” katanya.
Ia menambahkan bahwa beberapa produsen mungkin menambahkan zat gizi, seperti vitamin dan mineral, untuk meningkatkan nilai gizi dari beras analog. “Penambahan zat gizi ini bersifat opsional, tergantung pada tujuan dan target pasar produsen. Penambahan zat gizi dapat dilakukan sebelum atau sesudah proses perebusan atau pemasakan. Setelah itu, beras analog dapat ditentukan bentuk dan kemasannya, misalnya dalam bentuk butiran-butiran seperti beras atau dalam bentuk lainnya, kemudian dikemas,” ujar dia.
Dosen FKM itu mengatakan bahwa beras analog di satu sisi dapat dianggap sebagai solusi untuk mengatasi krisis beras. Namun, disisi lain, ada beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan, diantaranya penerimaan masyarakat, ketersediaan bahan baku, kesesuaian dengan kebutuhan lokal, harga dan ketersediaan, keberlanjutan produksi, regulasi dan keamanan pangan.
“Penerimaan masyarakat terhadap beras analog sangat dipengaruhi oleh faktor sosial, budaya, dan ekonomi. Beberapa masyarakat mungkin masih lebih menyukai beras asli daripada beras analog, karena alasan tradisi, selera, atau kualitas. Ketersediaan bahan baku juga menjadi faktor penting, karena bahan baku yang digunakan untuk membuat beras analog harus mudah didapat, murah, dan memiliki kualitas yang baik. Kesesuaian dengan kebutuhan lokal juga harus dipertimbangkan, karena beras analog harus dapat memenuhi kebutuhan gizi dan energi masyarakat setempat,” tuturnya.
“Harga dan ketersediaan beras analog juga harus kompetitif dengan beras asli, agar dapat menarik minat konsumen. Keberlanjutan produksi beras analog juga harus dijamin, agar dapat memenuhi permintaan pasar yang terus meningkat. Regulasi dan keamanan pangan juga harus diperhatikan, agar beras analog yang diproduksi dan dikonsumsi memiliki standar kesehatan yang baik dan tidak berbahaya bagi kesehatan,” kata Lailatul menambahkan.
Lailatul mengakhiri dengan mengatakan bahwa beras analog dapat menjadi solusi jika semua aspek tersebut dipertimbangkan dan diatasi dengan baik. “Khususnya dalam situasi dimana harga beras biasa meningkat atau ketersediaannya terbatas, beras analog dapat menjadi alternatif yang layak untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat. Namun tidak boleh berhenti hanya di alternatif solusi, harus diselesaikan apa yang menjadi akar masalah kenaikan harga beras yang terjadi saat ini,” kata dia.
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.