Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Bandung - Peneliti gunung api dari Teknik Geologi Institut Teknologi Bandung Mirzam Abdurrachman mengatakan, letusan freatik Gunung Merapi 11 Mei lalu tergolong jenis ultra vulkanian. Cirinya dapat terlihat dari gradasi perubahan warna ‘awan’ letusan. “Warnanya dari kelabu tua ke muda lalu jadi putih,” katanya kepada Tempo, Ahad, 12 Mei 2018.
Baca: Inilah Pemicu Letusan Freatik Gunung Merapi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mirzam melihat perubahan warna letusan itu secara tidak langsung via pengamatan rekaman video. Perubahan warna letusan itu terjadi karena uap air yang terpanaskan terkondensasi di angkasa. Kondensasi merupakan perubahan wujud benda menjadi padat, seperti dari gas atau uap menjadi cairan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ultra vulkanian, menurut Mirzam, merupakan fase awal letusan vulkanian. Penyebabnya akibat terbentuknya gas atau uap akibat pemanasan air. “Prosesnya secara sederhana bisa dibayangkan seperti memasak air di dalam panci,” katanya.
Adapun erupsi vulkanian umumnya disebabkan oleh letusan dangkal akibat ekspansi air yang terpanaskan atau dari akumulasi gas karbondioksida (CO2).
Pasca letusan Merapi 2010 dan 2014 terdeteksi adanya rekahan baru di dekat kawah. Kondisi itu memungkinkan penyusupan air ke dalam. Adapun gas karbondioksida, sudah banyak diteliti dan diyakini menjadi penyebab banyaknya letusan vulkanian Merapi sejauh ini. “Batuan asing atau xenolith berkomposisi karbonat adalah buktinya,” kata anggota Kelompok Keahlian Petorologi, Vulkanologi, dan Geokimia ITB itu.
Pada letusan ultra vulkanian, semburan hanya memuntahkan padatan dari batuan sebelumnya. Letusan seperti itu tidak berhubungan langsung dengan aktivitas magma. Fase ini, kata Mirzam, sering disebut dengan istilah vent clearing atau pembersihan saluran magma dari batuan penutup.
Pada kasus Merapi terbaru, letusan freatik berjenis ultra vulkanian ini hanya sekali terjadi. Menurut Mirzam, letusan freatik berjenis ultra vulkanian juga bisa terjadi berulang atau disertai semburan susulan. “Letusan freatik tidak selalu berbahaya, ini bisa menjadi salah satu penanda bahwa gunung api aktif,” ujarnya.
Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) mencatat, erupsi freatik Gunung Merapi 11 Mei 2018 terjadi pukul 07.40 WIB dengan durasi kegempaan lima menit. Ketinggian kolom erupsi mencapai 5,5 kilometer di atas puncak.
ANWAR SISWADI